Sebuah Surat Pembelaan Hati

34 2 2
                                    

Ada yang kau buat naik, lalu kau turunkan sedemikian cepatnya. Ada yang kau buat terbang hingga kamu patahkan sayap itu sedemikian kerasnya.
Ada bahagiamu yang tiba-tiba kau hilangkan dalam hatinya, meski tak lama…

Seharusnya bukan seperti ini caranya. Ketika kamu buat “selamanya” hanya sekedar kata yang tak lagi bermakna.
Bukan seperti ini caranya, saat kamu bumbungkan tinggi-tinggi hatinya, lalu kamu tinggalkan ia begitu saja.
Bukan seperti ini alurnya, ketika ia sudah membangun ekspektasi di antara persepsinya, lalu kamu hancurkan ia dengan sedemikian kerasnya.
Jangan pernah kamu samakan kuatnya apa yang nampak kokoh di luar, dengan rapuhnya hati yang terus mencoba untuk bersabar. Sebab rasa padanyalah adalah sebuah harapan dan percaya yang ternyata kamu lewatkan–sia-sia tanpa balasan.

Ialah AKU…

Sebuah ekspektasi hampir berhasil aku bangun, dan seketika kehilangan pun berdiri beberapa senti di depannya. Begitu dekat, hingga aku tak mampu untuk menyadari bahwa kenyataannya aku dihadirkan pada ketidakpedulianmu. Aku terjatuh, namun kamu tak menangkapnya. Inikah karena kamu tak berdaya atau justru enggan menerima kehendak semesta? Mungkin memang aku harus lebih belajar untuk menangkap diriku sendiri.

Sebab hati bukanlah tempatmu untuk sekedar melepas rindu dengan sebuah permainan. Lain kali–jika kamu tak ingin–cukup bukalah sampai mataku, jangan hatiku. Karena percuma saja jika kamu pergi tanpa pernah berjanji untuk kembali.

Tertanda

Gadis(mu) phobia bolu...

Sebuah Surat Pembelaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang