Bab 9. Di rumah Raikan?

71 18 2
                                    

Pagi ini Zea terbangun dari tidur cantiknya, ia mengerjapkan matanya dan saat ia sudah sadar benar dari tidurnya, ia bingung dengan dekorasi kamarnya.

Kamar apartment nya tidak seperti ini dekorasinya, bahkan kamar di rumah ayahnya sekalipun tidak seperti ini.

Lalu, ini kamar siapa? Mengapa ia bisa disini? semalam dia kan berada di bar? Apa ini kamar Anin? Tapi, kamar Anin pun dekorasi nya tidak seperti ini.

Suara decitan pintu membuat Zea yang terlihat kebingungan pun bertambah bingung saat melihat kehadiran Raikan dengan membawa sepiring nasi beserta lauknya dan segelas air.

"Lo...."

"Gue ga terima pertanyaan sekarang, makan aja dulu, terus mandi. kalau udah selesai, turun kebawah aja, gue ada di ruang tv." Ucap Raikan, setelah memberikan nampan berisi makanan dan air itu, ia pun keluar dari ruangan ini.

"Kenapa sebenarnya? Kok gue bisa ada disini? Ck, pusing gue mikirinnya, ini juga, makanannya dikasih racun apa engga? Minumannya juga, dikasih sianida apa engga?" Gumam Zea, "Ck, bodo deh, gue laper, kalo mati juga ngga ada yang peduli." Lanjutnya.

<><><><>

"Jadi, gue punya banyak pertanyaan untuk lo, Raikan," ucap Zea, "Pertama, kenapa gue bisa ada disini?" Lanjut gadis itu.

"Lo yang nelpon gue, minta jemput, yang gue tau lo lagi mabuk berat, jadi dengan berat hati gue jemput," ucap Raikan, "Lanjut, pertanyaan kedua lo?"

"Oke, gue ngga ada nelpon elo Raikan, kenapa lo bisa tau gue di club, dan lo jemput gue dan culik gue kerumah lo ini?" Tanya Zea.

"Lo kira lo ngehubungin Anin, hm? Lo telfon gue cewek bodoh. Ngga, lo emang niatnya telpon Anin, tapi karena kebodohan lo yang udah mabuk berat, lo salah telpon, lo nelpon gue."

"Ketiga, lo nggak berniat nge--"

"Ogah, cih. Selera gue tinggi, cewek tepos kayak lo ngga ada apa-apanya, ngga guna." Ucap Raikan memotong ucapan Zea,

"Bodoh," umpat Zea, "Kenapa lo mikirnya kesana? Gue padahal mau nanya, lo ngga berniat ngubungin Anin? Ck, dasar cowok, mau sifatnya secuek lo sekalipun, tetep aja omes!"

Raikan diam tak berkutik, ia sendiri malu akan jawabannya yang sudah berpikir jauh kesana.

Sial, umpat Raikan.

"Ckck, lupain, gue tau lo tengsin. Jadi, pertanyaan selanjutnya, lo ngga denger gue ngomong aneh-aneh pas mabuk, kan?" Tanya Zea lagi.

"Denger, orang lo ngoceh terus, lagipula gue punya kuping, jelas kalo gue denger ocehan ngga mutu lo, itu." Jawab Raikan,

"Pertanyaan ke--"

"Gue ngga bilang bakal jawab semua pertanyaan elo, kan? Sekarang lo beresin barang-barang lo, gue antar lo pulang, ngerepotin kalo kelamaan disini." Ujar Raikan dengan wajah datarnya.

"Ck, iya-iya. Dan ya, gue pulang sendiri aja, lo ngga perlu anter gue segala." Ucap Zea,

"Kenapa?"

"Ya... ya, ya ngga pa-pa, lo pasti sibuk, kan? Em... mending belajar aja deh lu, udah deh, intinya ngga perlu anter gue." Jawab Zea kikuk.

Sebenarnya ia tak masalah jika Raikan mengantarnya pulang, tapi dirinya sendiri bahkan bingung harus kemana.

Setelah tidak pulang semalam, lalu pulang kerumah ayahnya? Bisa-bisa wajah cantiknya habis dalam sekejap oleh ayahnya, ke apartment nya? Bahkan ayahnya sudah mengatakan bahwa apartment Zea sudah dijual.

Ayahnya memang sumber masalah....

Anin, ya. Pikir Zea.

"Serius? Gue anter deh."

"Ng... Anter gue kerumah Anin ajadeh," ucap Zea, "Ngga usah nanya kenapa, gue ngga nerima pertanyaan, Rai. Jadi, cepet anter gue."

"Gue bukan supir lo, Zeamanda." Ketus Raikan.

"Iya-iya, sorry. Yaudah, ayo." Ucap Zea yang dibalas dehaman oleh Rai.

<><><><>

"Serius lo, Ze? Terus gimana? Lo ngga ngoceh aneh-aneh, kan? Atau curhat tentang kehidupan lo, kan? Sumpah itu bahaya, Ze." ucap Anin setelah mendengar cerita Zea mulai dari bar hingga ia diantar Raikan kerumah Anin.

"Gue ngga tau, Nin. Tapi, dia bilang gue ngoceh terus, dan lo tau, dia bilang dia punya kuping, jadi dia bisa denger ocehan ngga mutu gue, sial kan tuh orang." Gerutu Zea.

"Itu bahaya, Ze. Bahaya kalo sampe lo keceplosan cerita tentang kehidupan lo." Timpal Anin yang membuat Zea ketakutan.

Apa ia menceritakan kehidupannya? Apa ia mengoceh seperti itu? Tidak kan, tidak mungkin, Zea selalu mengoceh seperti itu hingga membuat Anin geram.

"Apa gue sendiri yang ngebongkar tentang kehidupan gue, Nin? Apa gue cerita semua penderitaan gue selama ini, Nin? Ini ngga bisa dibiarin, dia bisa ceplas-ceplos sana-sini tentang kehidupan gue. Anin, gue harus apa?"

"Ck, berisik lo. Tenang aja kali, dia juga ngga bakalan ceplas-ceplos kemana-mana, lo yakin cowok cuek kaya dia bisa ngegossip?" Ucapan Anin benar, Zea menghela napas lega.

"Lo emang the best, Nin. Bangga gue punya sepupu jelek dan alay kaya elo."

"Lo empang pinter, bodoh. Muji sekaligus ngehina." Ucap Anin sambil menoyor kening Zea.

"Ta... lo cantik banget, Nin, sampe pengen gue gigit."

Jadilah mereka yang kejar-kejaran seperti tom and jerry, bagi Anin, ini moment langka yang perlu diabadikan.

Pasalnya jarang sekali ia melihat Zea tertawa bahagia semenjak kepergian ibunya, ia bahagia melihat Zea tersenyum, ia menyayangi Zea seperti menyayangi Nindy, adiknya sendiri.

Sedangkan bagi Zea, ia amat sangat beruntung mempunyai sepupu seperti Anin yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Anin lah tempat ia mencurahkan segalanya, kesedihan, kebahagiaan, semua tentang hidupnya, Anin mengetahuinya.

*

*

1) Ngga lama, kan, updatenya? Hehe(: Vote nya yaksip. Krisan sama pendapatnya juga(:

2) Ini update cepat wkwk. Jarang-jarang loh. Manatau lagi, kapan bisa update secepet ini lagi, wkw.

3. SELAMAT MEMBACA^^

Love Is BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang