1722 – Ancora, Ibu Kota Custodia
Di suatu pinggiran Kota Ancora yang sedang sepi karena ditinggal penghuninya pergi bekerja, yang entah berdagang atau bertani, sepasang mata amber milik seorang pria berambut hitam seperti bulu gagak sedang mencari-cari seseorang dengan tak sabar. Heiden Cleon Adeler, nama pemilik mata amber itu, menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan cepat, tidak membiarkan satu sudutpun terlewatkan dari pandangannya.
Heiden mulai frustasi, dia yakin benar bahwa dirinya sudah menulusuri setiap sudut kota Ancora untuk menemukan sosok Trean Himmel Gryllenstier, pangeran sekaligus pewaris tahta di kerajaan Custodia. Dia bahkan juga mencari sang pangeran sampai ke pemukiman para penduduk pendatang, yang sebagian besar bangunannya hampir bisa dikatakan kumuh, yang berada di pinggiran kota jauh dari istana. Padahal menurut pendapat Heiden sendiri, tidak mungkin Trean berada di tempat seperti itu.
"Dia tidak ada di istana, pusat kota, maupun di daerah ini. Sebenarnya dia ada di mana?" tanyanya heran.
Heiden tidak tahu ke mana lagi dia harus mencari Trean. Dia mulai berpikir untuk mencarinya di hutan.
Tapi kepala Heiden terasa berat, dan semakin lama semakin pusing. Penglihatannya mulai buram dan otot-ototnya mulai susah untuk digerakkan.
Sial! Kenapa sakitnya harus kambuh sekarang? Makinya dalam hati. Kenapa sakitnya kambuh di tempat sepi seperti ini dan jauh dari istana. Bisa-bisa dia baru ditemukan oleh seseorang ketika dia sedang sekarat atau malah sudah menjadi mayat.
Heiden bersandar pada dinding kusam bangunan di dekatnya. Berusaha keras untuk mengatur nafas agar sakit kepalanya berkurang. Tapi malah sebaliknya, rasa sakitnya makin menjadi-jadi dan dia bisa merasakan kesadarannya mulai hilang.
"Seseorang ... Siapa saja ... Tolong .... " Heiden berkata dengan suara lemah, sebelum tubuhnya terjatuh ke tanah.
•
Shiona berlari sekuat tenaga sambil menajamkan telinga. Langkahnya dengan lincah menyusuri jalan sempit di antara bangunan-bangunan suram. Sesekali kepalanya menoleh kebelakang untuk melihat keadaan.
"Sepertinya dia sudah kehilangan jejakku," katanya sambil terengah.
Walaupun dia berkata begitu, dirinya tidak mau lengah atau dia akan tertangkap. Shiona tetap berlari. Ketika Shiona berbelok, dia melihat ada sepasang kaki terjuntai di tanah. Shiona tersandung kaki itu, terlambat menyadari apa yang ada di hadapanya. Gadis itu terjatuh ke depan dan menimbulkan suara gedebuk yang cukup keras ketika tubuhnya menyentuh tanah.
Shiona mengeluarkan suara erangan kesakitan, matanya berair akibat rasa sakit yang baru saja dirasakannya. Salah satu telapak tangannya sedikit lecet.
Mata violet miliknya melihat ke arah sang pemilik kaki dengan geram. Bertanya-tanya siapa yang berani-beraninya membuatnya tersandung. Seketika itu juga dia melihat seorang pria, yang ditebaknya adalah seorang kesatria elit kerajaan, setelah melihat pakaian kualitas bagus dan sebilah pedang bersarung hitam yang ada di pinggangnya, sedang terkulai lemah dengan wajah tampan yang pucat dan berkeringat dingin. Sesekali erangan pelan keluar dari bibir pria itu.
Shiona mengguncang pelan tubuh Heiden yang tak sadarkan diri di depannya. Sepertinya pingsan, pikirnya. Shiona menatap pria itu dengan serius sampai dahinya berkerut dan mendapati Heiden tidak pingsan karena terluka parah ataupun mabuk. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia terkena racun pula.
"Penyakit, ya?" tanyanya, yang tentu saja tidak ada siapapun yang bisa menjawabnya. Dia berpikir keras, sebaiknya apa yang dia lakukan terhadap orang yang pingsan itu. Agak lama baru Shiona memutuskan untuk membawa, atau lebih tepatnya menyeret, tubuh tak berdaya itu ke balik bayang-bayang bangunan untuk lebih menyembunyikan keberadaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Knight & The Witch
Ficção HistóricaCustodia, akhir abad 17, waktu terjadinya akar dari kekacauan yang melibatkan penyihir-penyihir yang ada di negeri tersebut. Lalu, awal abad 18, diberlakukannya pelarangan penggunaan sihir dan diasingkannya penyihir kerajaan ke daerah terpencil. Par...