♣ Part 7 ♣

536 59 6
                                    

[Jangan lupa Vote sehabis baca]

------------------------------------------------

Raj's POV

Cup!

"Itu hukuman karena bersikap buruk padaku, Meera,"

Bibirku sukses mendarat di pipinya. Pipi Meera yang blushing ditambah wajah terkejutnya membuatku sangat gemas. Telunjukku menunjuk ke bibirnya.

"Aku bisa melakukannya di sini kalau bersikap begitu lagi padaku. Oke?" Meera mengangguk canggung. Aku tersenyum lebar lalu kembali melajukan mobil.

Mata Meera melebar ketika kami sampai di tujuan. Taman bermain. Dia tidak menolak genggaman tanganku yang menuntutnya masuk ke taman bermain.

"Wah, ramai sekali! Padahal ini bukan weekend," katanya. "Uh, tapi panas sekali. Gerah," dia mengibas-ngibaskan tangannya.

Kulihat ada kedai es krim tak jauh dari tempat kami. Sepertinya Meera terlalu sibuk memerhatikan keramaian sampai tidak merasa genggaman kami terlepas. Aku cepat-cepat pergi membelikan es krim untuknya.

Menjahili Meera asyik kayaknya.

Aku menuju kedai lain sebelum membeli es krim. Begitu mendapatkan yang kuinginkan, aku segera membeli 2 es krim dan mencolek bahu Meera.

"Aaaa!!!" Meera langsung berteriak dan menutup mukanya.

"Hahahaha, baru begini saja takut," kubuka topeng hantu yang kupakai.

"Raj! Kamu mau bikin aku cepat menemui ajal ya? Masa iya aku meninggal terus jadi headline koran dengan judul Seorang Gadis Meninggal karena Serangan Jantung Usai Melihat Temannya Bertopeng Hantu?" Meera berkacak pinggang. Aku tertawa.

"Haha. Iya iya maaf," kusodorkan es krim cone cokelat dengan wafer stick di atasnya "Untukmu,"

"Bagaimana kamu tahu aku suka es krim cokelat?" Tanyanya. Aku mengangkat bahu.

"Asal tebak saja,"

Ralat, sebenarnya aku memang tahu itu, dari Ishita.

Kami duduk bersama di kursi yang ditutupi pohon rindang. Mata Meera terfokus pada 3 teddy bear lucu di salah satu counter.

"Kau mau boneka itu, Meera?"

"Ah, nahin. Masa sudah besar masih mainan boneka begitu?" Dia mengelak.

"Ehm, Meera, itu.." Tanganku terulur membersihkan sisa es krim di sudut mulutnya. Meera terdiam. "Nah, sudah bersih sekarang,"

Meera tersenyum malu-malu "thanks Raj,"

Tak urung aku ikut tersenyum. Aku menghampiri counter permainan dan mencoba menembak moving target untuk mendapatkan salah satu teddy bear.

Sial! Sudah enam kali aku mencoba. Aku merogoh saku, membayar untuk set ketiga, dan bersiap menembak.

"Kau penembak yang payah, Raj," cibir Meera yang tahu-tahu sudah di belakangku.

Untitled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang