'Aku sudah memulainya, ketika aku menemukanmu kembali' kalimat itu terus terngiang di telingaku hingga aku tidak bisa tidur.
Mungkinkah, cinta pertamaku juga merasakan hal yang sama? Perasaan yang aku pendam selama ini.
Tidak pernah ada kata 'aku mencintaimu' diantara aku dan dia, tak pernah ada kata itu, kata yang selalu didambakan setiap gadis agar terucap dari bibir sang pujaan hati.
Ya, hubungan kami memang rumit. Aku sendiri tak mengerti apakah yang kami rasakan itu cinta atau hanya kasih sayang belaka. Aku tak pernah memiliki pacar begitu pula dia, karena kami berdua terlalu takut untuk menodai fitrah yang diberikan Allah.
man 'asyiqa fa'affa famaata fahuwa syahiid. Siapa yang jatuh cinta, tetapi dapat menjaga kehormatan dirinya walau harus mati, ia seperti mati syahid. Itu prinsip yang selalu kami pegang.
Flashback
Hari ini kami kembali bertemu di bukit, sudah satu tahun lamanya kami tidak bertemu. Bunda membuatkan rendang untuk Hujan. Bunda, orang yang sudah aku anggap ibuku sendiri. Ya, bunda bukanlah ibu kandungku tapi dia adalah malaikat penjagaku.
Dulu, aku ditinggal didepan pintu panti asuhan yang bunda kelola dan ketika bunda menemukanku, bunda mengangkatku menjadi anaknya. Bunda bukannya tidak memiliki anak, hanya saja semua anaknya laki-laki. Mereka adalah kakak-kakakku yang sangat protective.
"Shaira!" Panggil Hujan dari bawah bukit.
"Kau lamban sekali Hujan, tak cocok namamu itu dengan kecepatan kakimu! Selaluuuu saja telat!"
"Tadi bis yang aku tumpangi bannya kempis Sha"
Tak lama Hujan sudah duduk dibawah pohon, disampingku.
"Ini, titipan dari Bunda untukmu dan untuk Naizar" kataku sambil memberikan rantang berisikan rendang yang sengaja bunda buat untuk Naufal dan Naizar.
Naufal segera membuka rantang itu dan matanya berbinar "waaah rendang! Bilang bunda makasih ya"
"Iya, InsyaAllah aku sampaikan" jawabku "Fal, cinta itu apa?" pertanyaan itu terlontar begitu saja. Entahlah.
"Eh, kenapa tiba tiba kamu mau berbicara tentang cinta Sha?"
"Teman-temanku sepertinya mudah sekali mengumbar kata cinta"
"Cinta, itu tidak bisa didefinisikan. Tapi kita dapat merasakannya"
"Aku serius, jangan mengambil quote dari Winnie The Pooh"
"Sial, aku lupa kamu kan penggemar berat The Pooh" dia diam sejenak dia tahu aku tidak sedang bercanda "Cinta, dalam pandanganku yang masih sempit, menurutku cinta itu seperti air. Air tidak pernah berhenti mengalir, sekalipun dia harus terhenti karena berbagai rintangan, ia akan selalu menemukan celah untuk sampai menghantarkan kehidupan kepada setiap mahluk, tapi jika disalahgunakan air ini juga dapat membawa mudharat, jika air ini terlalu lama dibendung, dia bukannya memberikan manfaat tetapi ketika meluap dia akan menghancurkan semuanya, bahkan air ini dapat menghancurkan dirinya sendiri karena ketika dia meluap dan menerjang serta menghancurkan segalanya ia juga akan berevaporasi, ia menguap hingga tak ada jejaknya di bumi, tetapi jika dia sanggup berubah, dia berubah menjadi awan, kemudian menjadi hujan dan kembali memberikan manfaat. Sejatinya air itu membawa kebaikan hanya itu tergantung bagaimana kita memanfaatkan air itu. Nabi kita pernah bersabda man 'asyiqa fa'affa famaata fahuwa syahiid. Siapa yang jatuh cinta, tetapi dapat menjaga kehormatan dirinya walau harus mati, ia seperti mati syahid. Dan sabda itu harus kita pegang hingga kapanpun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Akan Esok
Romance"Aku sudah mulai meyusun rangkaian puzzle itu, kau tahu" Jawabannya membuatku bingung, mungkinkah dia sudah menentukan pilihannya? "Bagaimana kamu memulainya?" aku memberanikan diri untuk bertanya. "Aku memulainya saat aku menemukanmu kembali" Sebua...