(3) First Impression

228 8 0
                                    

"You're ripped at every edge but you're a masterpiece."

-Colors, Halsey-

Happy reading!!!

------------------------------

Author POV

"Bagaimana kabarmu?" tanya Daario mencairkan suasana.

"Ba..baik," jawab Vivian sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak berani bertatapan dengan Daario.

Kaku. Kesan pertama Daario untuk Vivian.

"Salah satu peraturan untuk menjadi pegawai disini, selama kerja rambut yang panjang wajib dikuncir. Dan harus menatap orang yang sedang berbicara dengannya." Daario dari tadi memperhatikan rambut Vivian yang tergerai dan itu membuatnya risih. Memang biasanya laki - laki tidak peduli dengan penampilan. Tapi Daario memperhatikan penampilan supaya kinerjanya bagus, supaya saat kerja tidak mengurusi rambut yang tergerai.

Diktator. Kesan pertama Vivian untuk Daario.

Vivian langsung menggelung rambutnya dan melihatkan leher jenjangnya. Sebenarnya, Vivian tidak suka diatur - atur, makanya ia tidak begitu suka kerja di kantor, tapi ini demi membiayai ibunya yang sakit, jadi ia harus bersabar.

Setelah itu mereka berbincang tentang Vivian ingin melamar pekerjaan di RL Group, sekalian interview. Daario melihat - lihat berkas dan sertifikat dari les bahasa prancis milik Vivian. Sudah cocok dengan kriteria yang diinginkan Dave. Satu yang kurang, Vivian hanya lulusan D3. Daario masih mempertimbangkan hal ini.

Vivian hanya bisa memperhatikan karya Tuhan yang sangat indah di depannya. Karya Tuhan yang nyaris sempurna, karena tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Daario yang sudah biasa diperhatikan tetap fokus pada berkas - berkas milik Vivian.

Tiba - tiba handphone Vivian berdering. Vivian langsung me-reject panggilan itu dan meminta maaf kepada Daario lalu men-silent handphone-nya. Tak terasa sudah satu jam Vivian disini. Ia ingin buru - buru menuju Victoria's Secret karena jam kerjanya dimulai setengah jam lagi. Vivian tidak tenang, ia melihat jam tangannya terus.

Daario menautkan alisnya. "Ada apa Vivian?" tanya Daario.

"Oh gak ada apa - apa," jawabnya dengan santai tapi ia memperlihatkan muka cemas. Ia takut gajinya dipotong karena terlambat.

Daario menyimpan berkas - berkas milik Vivian. "Anda bisa pergi sekarang. Keputusannya akan dikabarkan lewat email secepatnya," kata Daario. Vivian berterima kasih lalu ia cepat - cepat keluar ruangan Daario dan langsung menuju lift. Vivian merasa jantungnya berdegup dengan cepat selama berada di ruangan Daario. Entah karena aura intimidasi yang sangat dominan atau hal lain.

***

Sepulang kerja, seperti biasa Vivian menuju rumah sakit. Ia bingung mengapa ibunya tidak berada di ruangan ini. Jangan jangan... Vivian langsung berlari ke arah suster.

"Sus, ibu saya drop lagi?" tanya-nya dengan panik.

"Ibu anda sudah dipindahkan ke ruang VIP," jawab suster itu lalu meninggalkan Vivian.

Vivian langsung menuju lantai khusus ruangan VIP. Bagaimana ibunya bisa pindah ke ruang VIP? Vivian khawatir ia tidak bisa membayarnya, lebih tepatnya ia memang tidak bisa membayarnya jika ruangan ibunya diupgrade ke VIP. Sesampainya di lantai khusus ruangan VIP, Vivian langsung menuju ruangan ibunya berada.

"Teresa, kok gak bilang mau kesini?" tanya Vivian setelah membuka pintu ruangan.

"Hehehe, gakpapa dong, tante juga gak keberatan kan aku kesini?" kata Teresa.

Catch HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang