-

122 13 2
                                    

Angin berhembus perlahan memberikan rasa sejuk sejenak. Mengantarkan aroma khas musim gugur pada orang-orang. Aroma daun jingga yang berjatuhan. Sebuah suasana yang membuat Kim Taehyung bahagia.
Sebuah dering bel kini mendominasi sebuah gedung dengan puluhan ruang yang mereka sebut sebagai sekolahan. Taehyung melemaskan ototnya yang terasa kaku karena berjam-jam hanya berdiam diri.
"Aish mendengarkan pak tua itu membuatku lapar." keluh Taehyung pada sahabatnya yang sedang menyandarkan tubuhnya pasrah pada bangku.
"Kau benar Tae. Ja ke kantin." sahut Jimin masih dalam posisinya. Taehyung menatap Jimin antusias lalu menarik paksa tangan Jimin dan membawa tubuh mungil itu  ke kantin.
Mereka berdua meletakkan makanan yang mereka bawa di meja.
"Woah apa kau benar-benar kelaparan Tae?" Sindir Jimin saat melihat porsi Taehyung yang lebih banyak dari biasanya.
"Bukankah nanti ada tes? Aku akan banyak berpikir nanti jadi aku butuh energi lebih."
"Aish jinjja? Aku lupa belajar bagaimana ini?" Ucap Jimin dengan ekspresi takut buatannya.
"Bukankah kau memang tidak pernah belajar eoh? tidak perlu bersikap berlebihan seperti itu."
"Hehe aku berusaha menunjukkan sikapku sebagai siswa teladan."
"Siswa teladan macam apa kau ini eoh?"
"Aish sudahlah tidak bisakah kau mendukung imajinasi ku? Oh ya kemarin bagaimana?"
"Mwo?"
"Kau dan Namjoon sunbae, kalian jadian kan?"
"Ani."
"A-apa kau gila Tae? Kenapa kau menolak namja sesempurna dia eoh? Dia ketua osis, terkenal, tampan, pintar, kaya. Apa yang kurang darinya Tae sampai kau menolaknya?"
"Karena aku sudah berjanji pada seseorang."
"Janji apa eoh? Janji untuk selalu sendiri? Itu sudah 10 tahun yang lalu Tae. Aku yakin orang itu juga sudah lupa dengan janjinya. Buktinya selama ini dia tidak memberimu kabar apapun."
Kata-kata yang dilontarkan Jimin terasa begitu menusuk dirinya. Memang benar selama ini Taehyung bahkan tidak tau kabar apapun tentang orang itu. Tapi dia meyakini satu hal yang selalu membuatnya kuat menunggu selama ini. Jika dia tidak lupa janji itu maka orang itu tidak akan lupa juga. Sebuah keyakinan yang kini terasa begitu bodoh jika Taehyung masih mempercayainya.
"Mungkin dia sedang sibuk." Sangkalnya.
"Sibuk apa eoh? Sibuk bermesraan dengan kekasihnya?"
"Dia belum punya kekasih."
"Darimana kau tau eoh? Mungkin saja dia punya seorang kekasih atau bahkan lebih. Kau kan tidak tau dia sekarang seperti apa."
Bingo! Taehyung kini tak lagi bisa membalas ucapan Jimin. Setiap kata yang diucapkan berhasil memojokkan dirinya. Taehyung menatap Jimin yang kini juga menatapnya.
"Lupakan dia Tae. Lupakan janji itu."
Taehyung menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.
"Aku pergi." Ucapnya datar lalu detik berikutnya dia beranjak pergi meninggalkan Jimin sendirian.
Taehyung melangkahkan kaki jenjangnya. Tatapannya terjatuh pada kedua kakinya, memperhatikan setiap langkah yang dia buat. Kali ini dia pulang sendirian, tanpa Jimin yang biasanya akan berceloteh jika bersamanya sekarang. Itu karena kejadian tadi, saat di kantin tadi. Semenjak saat itu mereka berdua tak lagi bertukar kata. Hanya Jimin yang berusaha memperbaiki suasana tapi berbeda dengan Taehyung, dia tak ingin membuat sebuah kata untuk membalas Jimin.
Taehyung menghentikan langkahnya karena merasa tidak asing dengan tempat yang ada di hadapannya sekarang. Sebuah gerbang yang tidak terkunci dengan tulisan taman kanak-kanak di atasnya. Itu adalah sekolah Taehyung saat kecil.
.
Flashback
.
Seorang namja berusia lima kini sedang duduk sendirian di sebuah ayunan. Wajahnya yang tertunduk dengan bahu yang bergetar dan sesekali sebuah isakan terdengar menandakan bahwa dia sedang menangis.
"Hiks hiks."
"Kenapa kamu menangis?"
Taehyung mendongakkan kepalanya menatap namja yang ada di hadapannya, menunjukkan wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
"Mereka mengejek Tae. Hiks mereka bilang Tae jelek" Taehyung kecil kembali menundukkan kepalanya dan air mata itu semakin deras mengalir. Dia hanya tidak kuat mengingat kejadian tadi.
"Tapi kamu kan tidak jelek. Kamu itu cantik. Tunggu di sini akan Seokie ambilkan sesuatu untukmu."
Hoseok meninggalkan Taehyung yang masih terisak lalu beberapa menit kemudian dia kembali.
"Ini untukmu. Jangan menangis lagi ne?"
Taehyung menatap benda yang disodorkan pada nya. Isakannya perlahan menghilang, tergantikan oleh rasa bingung.
"Apa itu? permen kapas? tapi kenapa kecil sekali?"
Hoseok tersenyum bahagia karena namja yang ada di hadapannya kini tidak lagi menangis.
"Aniyo. Ini bunga."
"Bunga? Tapi itu tidak terlihat seperti bunga."
"Eomma bilang ini namanya bunga dandelion."
"Lalu kenapa kamu memberikan itu pada Tae? "
"Karena Seokie suka bunga ini dan sekarang bunga ini untukmu. Ambillah. "
Taehyung mengambil bunga itu dari tangan Hoseok. Menatap bunga itu dari ujung sampai ujung. Tangannya perlahan menyentuh bulatan yang masih mengganggu pikirannya.
"Eung lembut. Tapi kamu belum menjawab pertanyaan Tae. Kenapa kamu memberikan bunga ini?"
"Itu karena Seokie suka pada Tae. Saat besar nanti apa Tae mau menikah dengan Seokie?"
"Mian, tapi eomma bilang Tae tidak boleh dekat dengan orang asing, itu artinya Tae juga tidak boleh menikah dengan orang asing kan?"
"Kalau begitu Seokie akan menjadi temanmu dan Seokie tidak akan jadi orang asing lagi. Lihatlah. "
Hoseok mendekat dan menggenggam kedua tangannya Taehyung yang sedang menggenggam dandelion. Perlahan dia meniup bunga itu. Bulu-bulu halus yang menyelimuti dandelion kini berterbangan mengikuti arah angin musim gugur.
"Indah kan?" Ucap Hoseok yang masih menatap bulu-bulu dandelion yang berterbangan.
"Hiks. "
Hoseok mengalihkan pandangannya pasa Taehyung yang mulai terisak menatap tangkai dandelion di tangannya.
"Kenapa menangis lagi?"
"Kamu bilang bunga ini untuk Tae, tapi kenapa kamu merusaknya?"
"Seokie tidak merusaknya. Bunga ini berbeda dengan bunga lainnya. Eomma bilang bunga ini spesial karena bunga ini ada untuk ditiup. Dan eomma bilang jika kita meniupnya akan ada dua kebahagiaan. Satu untuk mereka karena telah terbebas dan satu lagi untuk kita. Apa kamu tidak bahagia sekarang? "
Taehyung menghentikan tangisannya saat mendengar penjelasan Hoseok.
"Jadi kita membebaskan mereka? Dan membuat mereka bahagia?"
"Ne."
"Woah kalau begitu bisakah kamu memberiku bunga itu lagi? Aku juga ingin membebaskan mereka."
Hoseok mengacungkan kelingkingnya pada Taehyung.
"Aku akan menunjukkan tempat mereka tumbuh tapi sebelumnya berjanjilah."
"Janji apa?"
"Berjanjilah untuk tidak menangis lagi."
"Eung. Tae berjanji tidak akan menangis lagi." Ucap Taehyung dengan ceria sambil melingkarkan kelingkingnya pada kelingking Hoseok.
.
Flashback end
.
Taehyung melangkahkan kakinya memasuki taman kanak-kanak itu. Tak ada satu orangpun di sana karena jam sekolah sudah berakhir beberapa jam lalu. Dia tersenyum miris menatap ayunan yang ada di depan kelas dan mendekatinya. itu adalah tempat pertamanya bertemu seorang namja bernama Jung Hoseok.
Dia mendudukkan tubuhnya pada ayunan itu dan mengayunkannya perlahan. Sebuah suara khas besi tua terdengar seolah menyuarakan berapa lama umurnya sekarang. Taehyung menyandarkan kepalanya pada pegangan ayunan. Tatapan matanya kosong mengarahkan kedepan. Sepertinya kejadian saat bersama Jimin tadi terus menghantuinya.
.
Flashback
.
Hari ini adalah perpisahan sekolah mereka. Saat dimana para siswa bahagia menyambut sekolah mereka yang baru. Beberapa siswa terlihat antusias dengan acara yang sedang berlangsung dan beberapa terlihat asik bercanda membayangkan sekolah baru mereka. Tapi berbeda dengan Hoseok saat ini. Dia terlihat berpikir, memikirkan hal yang cukup sulit untuk anak seumurannya.
"Seokie kenapa eoh?" Ucap Taehyung yang duduk disampingnya.
"Seokie sedang berpikir Tae. "
"Berpikir tentang apa? "
"Besok. Kita akan berpisah Tae."
"Tapi kan kita bisa bertemu lagi di sekolah Seokie."
"Tidak bisa Tae."
"Wae? Apa Seokie membenciku?" Ucap Taehyung dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Aniyo Tae. Seokie sangat mencintaimu Tae. "
"Lalu kenapa Seokie tidak ingin bertemu lagi dengan Tae? "
"Eomma dan appa akan pindah ke Jepang. Dan Seokie harus sekolah disana Tae."
"Tidak bisakah Seokie tinggal di sini saja?" Ucap Taehyung dengan air matanya yang mulai mengalir.
Hoseok hanya bisa menggeleng lemah menanggapi pernyataan Taehyung. Lalu dia mengacungkan kelingkingnya pada Taehyung.
"Berjanjilah. Tae akan menunggu Seokie dan saat kita bertemu nanti kita akan menikah."
"Ne. Tae akan terus menunggu dan saat kita bertemu nanti kita akan menikah."
Hoseok membawa Taehyung dalam pelukannya. Pelukan yang akan sangat dia rindukan nanti.
"Berjanjilah. Tae tidak akan melanggar janji."
Taehyung hanya mengangguk menjawab ucapan Hoseok.
.
Flashback end
.
Taehyung terkekeh mengingat janjinya dengan Hoseok. Sebuah janji dandelion yang lembut dan rapuh. Dia menundukkan kepalanya, membiarkan bulir-bulir air matanya jatuh dalam pangkuannya.
"Ya! Jung Hoseok. Kenapa kau begitu tega membuatku menunggu begitu lama eoh? Tidakkah kau tau jika aku sangat benci menunggu? Dan kau Kim Taehyung. Kenapa kau begitu bodoh menepati janjimu selama ini eoh? Kau bahkan tidak tau apa dia masih ingat dengan janji ini atau tidak. Kau bodoh. Sangat bodoh." Ucapnya lirih merutuki kebodohannya selama ini. Lalu dia terkekeh saat melihat sebuah bayangan tangan menyodorkan bunga dandelion di balik airmatanya.
"Kau bahkan masih sempat mengingat bunga yang membuatmu jatuh cinta padanya Tae. Kau seharusnya melupakan semua itu."
Taehyung memejamkan matanya, membiarkan airmata yang memenuhi matanya mengalir.
"Kenapa kau menangis eoh? Kenapa kau lupa janjimu padaku?"
Taehyung mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang namja yang sedang tertunduk dihadapannya. Seorang namja asing yang terlihat tidak asing bagi Taehyung. Wajah mereka saling berhadapan begitu dekat.
"Kenapa kau melanggar janjimu eoh?"
Taehyung menampar wajah namja itu dan air matanya mengalir semakin deras.
"Babo! Kenapa kau sangat lama eoh?"
Hoseok merengkuh tubuh Taehyung dalam pelukannya. Begitu erat, begitu hangat. Pelukan yang sangat sangat dia rindukan.
"Berhentilah menangis Tae. Berhentilah melanggar janjimu."
"Berjanjilah padaku. Kau tak akan pergi lagi dariku Seokie."

Dandelion's PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang