Tujuh

181 22 2
                                    

Warning!!! Typo bertebaran.
Happy reading.. ^^

°•°•°Mars pov°•°•°

Aku menjatuhkan tubuhku ke kasur dan menatap langit-langit. Tak habis pikir kenapa aku bisa melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak aku suka. Bukan hal besar sebenarnya. Aku hanya melihat ponsel Venus yang ia tinggalkan dalam keadaan masih menyala. Bukan hanya dalam keadaan menyala saja, roomchatnya juga belum ia tutup. Roomchat dengan Leo.

Aku tersenyum miring membayangkan apa yang kulakukan dengan Venus tadi. Mengeluarkan sikap dinginku yang membuatnya kembali ke sifat awalnya. Jutek dan cuek.

Aku memutar kembali memoriku, berusaha menemukan sesuatu yang membuatku beralih menjadi pribadi yang sedikit bersahabat. Sedikit. Bukan pada semua orang tentu saja, melainkan hanya pada beberapa orang yang bisa membuatku merasa dekat dengan mereka. Sisanya? Tentu saja tetap dingin.

Tapi kenapa aku menjadi dingin tadi? Kenapa aku seperti merasakan sesuatu? Seperti tiba-tiba ingin memarahi Venus. Mengeluarkan semua emosiku. Namun tidak tahu kenapa aku bisa menjadi seperti ini. Aku bukan remaja yang emosinya masih labil. Tapi, entahlah. Mungkin emosi labil itu masih tersisa, membuatku merasakan sesuatu yang aneh seperti tadi.

Tanganku bergerak tak tentu arah menekan semua tempat di layar ponselku, mengarahkanku membuka gallery. Aku tersenyum melihat foto Venus yang jauh lebih banyak dari fotoku sendiri.

Aku menghela nafasku panjang saat melihat fotoku dan Marissa.

Foto saat kami di eropa. Paris, Milan, Venice, dan London, semuanya ada. Foto-foto terakhirku dengannya. Ya, seminggu setelah aku menyatakan cintaku, kami berpisah.

Marissa menjadi pemenang kontes model itu dan memilih melanjutkan studinya di LA sekaligus membangun karirnya sebagai model disana. Tentu saja aku tidak bisa melarangnya 'kan? Tapi yah, hubungan kami yang maaih seumur jagung harus berhenti dan kami kehilangan kontak. Skip. Lupakan dulu soal Marissa.

Aku baru ingat, aku belum memberi kado untuk Venus. Aku beranjak dari tidurku dan mengambil sesuatu dari dalam ranselku. Mengambil kotak kecil yang ukurannya tidak sampai 10x10 cm yang sudah terbungkus kertas dengan warna favoritnya, biru.

Aku mengendap-endap keluar kamar dan melongok ke bawah memastikan Venus masih di bawah. "Ah iya. Cuci kan punyaku juga ya," teriakku saat melihat Venus memandang kosong dua mangkuk di hadapannya.

Kurasa ia sedang mengalami masalah. Biasanya Venus menceritakan semua masalahnya padaku, berteriak-teriak, menjewer, bahkan tak segan menginjak kakiku. Namun entahlah. Beberapa hari ini ia sangat aneh.

Aku mengendikkan bahu dan cepat-cepat masuk ke kamar Venus sebelum ia menyelesaikan pekerjaannya. Aku melirik sekilas ponsel Venus yang bergetar setelah meletakkan kado itu dibawah bantalnya.

Leo is calling...

Aku menarik salah satu sudut bibirku ke atas. Meyakinkan diriku bahwa ia takkan bisa mendapatkan Venus. Aku bergegas pergi dari kamar bernuansa biru itu, meninggalkan ponsel yang masih dalam keadaan yang sama. Dihubungi oleh Leo.

Setelah Tante Dewi dan Om Sade sampai di rumah, aku pun pamit untuk pulang. Sebenarnya Om dan Tante tidak mengijinkanku pulang dan menyuruhku tetap menginap disini. Mengingat orang tuaku yang juga sedang tidak di rumah, mereka menjagaku seperti anak mereka sendiri. Mungkin ini karena persahabatanku dan Venus yang sangat dekat, membuat keluarga kami juga dekat seperti saudara.

Dengan embel-embel ingin segera packing dan membeli beberapa benda yang aku butuhkan untuk lusa, mereka mengijinkanku pulang.

Sebenarnya tujuanku pergi adalah mencari tempat yang sunyi. Aku ingin.. Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa aku mengingkinkan tempat sepi. Yang aku pikirkan saat ini adalah menenangkan diri dari semuanya.

***

Hari berjalan sangat cepat, tau-tau saja sekarang sudah hari Rabu, hari keberangkatan kami menuju Paris. Aku menghela nafasku panjang dan mulai berjalan menyeret koperku.

"Tenang saja, om sudah menghubungi orang tuamu. Mungkin dua atau tiga hari lagi mereka akan menyusul," ucap Om Sade sambil menepuk bahuku. Aku hanya menganguk mengiyakan perkataan Om Sade.

Pesawat kami sudah take off sekitar 3 jam lalu. Tapi perasaan anehku belum hilang juga. Perasaan cemas? Khawatir? Bingung? Aku seperti ingin berlari menuju tempat pilot dan membalikkan arah pesawat ke Jakarta.

Aku melirik kursi sebelahku dan Om Sade. Disana ada Venus dan Tante Dewi. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Tahu-tahu saja ia meminta duduk dengan Tante Dewi, dan alhasil aku duduk dengan Om Sade.

Dia aneh, atau aku yang tidak tahu sesuatu yang ia sebunyikan? Dia ada masalah apa sih? Apa masalahnya besar? Apa asa hubungannya dengan Leo? Kenapa dia tidak cerita padaku?

Aku memilih tidur untuk menenangkan peraaaan anehku ini.

***

Aku terbangun dan melihat sekelilingku yang gelap. Pukul 10 malam. Jadi aku tidur 8 jam? Dan melewatkan makan malamku?

Aku menolehkan kepalaku melihat Venus yang berkutat dengan novelnya. "Nus," sapaku lirih. Aku berdehem menormlkan suaraku membuatnya menoleh ke arahku dan menaikkan salah satu alisnya. "Venus," ucapku tertahan saat ia kembali fokus pada novelnya.

"Hmm?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari novel sialan itu. Aku menarik nafas panjang.

"Udah malem, tidur gih. Biar tenaga lo gak habis waktu kita udah sampe sana." Venus hanya berdehem mengiyakan ucapanku.

"Marah?" tanyaku yang langsung mengalihkan pandangannya kearahku. Venus memandangku sambil menaikkan alisnya sejenak, lalu mengedikkan bahunya dan kembali memfokuskan pandangannya di novel itu.

"Gak," jawabnya singkat.

"Terus kenapa lo jutekin gue?" tanyaku lagi.

"Gak tau," ucapnya mengedikkan bahunya. "Mungkin bawaan mood," lanjutnya

Aku menghela nafasku panjang. Menghadapi Venus yang moodnya sering naik turun memang bisa membuat orang menjadi gila dalam sekejap. Hanya orang kuat mental yang masih betah mengobrol dengan Venus yang juteknya sudah ada dari jaman bahula.

"Yaudah deh, tidur aja biar moodnya ga down terus," ucapku yang mendapat anggukan dan tak lupa deheman darinya.

"Good night. Sweet dream, Venus." Aku mencari posisi senyaman mungkin untukku tidur dan memilih untuk kembali ke dalam alam mimpi. Kadang, tidur memang bisa meringankan masalah. Meskipun tak bisa menyelesaikan masalah, kuharap saat aku terbangun nanti semua akan berubah.

Ya, berubah.

Semua akan berubah.

•°•°•

A/N: Hualoo.. Part ini absurd banget. Gatau lagi bingung enaknya ngapain Venus. 800 words itu kayaknya susahh banget. Part selanjutnya mungkin part penyiksaan buat Venus wkwkwk.

Makasih buat para reader yang meninggalkan jejak yaa.. Kritik dan saran dibutuhkan 😊😊

Bigluv, tcorn 💙

Mars And VenusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang