Kriiiiinggg......tak lama kemudian suara bel mulai bergema. Nike langsung bergegas mengatur strategi agar dia bisa memesan makanan lebih awal dari siswa yang lain.
"Ra, kamu mau pesan apa?"
"Aku pesan nasi goreng sama es susu coklat aja."
"Oke, kamu tunggu disini ya, aku mau pesan makanan dulu ke Bu Desi."
"Iya, jangan lama-lama."
"Bu De, nasi goreng sama es susu coklat 2 ya." Teriak Nike dari kerumunan siswa yang mulai memenuhi kantin.
"Siap neng Nike." Sahut Bu Desi.
Nike kembali ke tempat duduk langganan kami.
"Tenang Ra, pesanan siap meluncur." Laporan Nike sambil terus berjalan ke arah ku.
Dari arah kejauhan, terlihat Rafi dan Verrel sedang berjalan menuju kantin, mereka terlihat begitu asyiknya berbincang, entah apa topik pembicaraan mereka, yang pasti mereka seperti sahabat yang sudah lama akrab padahal mereka baru tadi pagi dipertemukan.
"Eh ada NoNi Belanda" Sapa Rafi.
"NoNi Belanda?"
"Ini loh Verrel, Noura dan Nike. Mereka itu dua sejoli yang selalu bersama dan tak lekang oleh waktu.
"Oh. Udah yuk kita cabut.Nggak level tau deket sama mereka." Sahut Verrel.
"Eh, jadi orang tuh jangan sombong dong!" Ucap ku sambil menggebrak meja kantin yang sontak mencuri perhatian siswa lain.
"Apa lo bilang, gue sombong. Terus sikap lo yang tadi ke gue itu disebut apa?" Jawab Verrel dengan nada yang penuh dengan amarah.
"Loh kok jadi kamu yang sewot sih. Harusnya aku yang marah sama kamu Abar, gara gara kamu, seragam sekolah aku jadi kotor." Ujar ku.
"Hah, Abar siapa Ra?" Tanya Nike menepuk pundak ku.
"Siapa lagi kalau bukan Verrel, si Abar (Anak Baru)." Jelasku sambil melayangkan telunjuk ku ke arah Verrel.
Aduh gimana nih. Ya Allah haruskah aku memilih, antara sahabat dan belahan jiwa ku. Siapa yang harus aku bela Ya Allah?" Gumam suara hati Nike.
"Hehehe, udah dong jangan berantem. Noura, tahan emosi kamu ya! Nah Verrel jangan marah-marah nanti ganteng nya ilang loh." Nike mencoba melerai kami dan menenangkan suasana yang memanas.
"Heh, Nike jangan ikut campur! Ini bukan urusan kamu." Bentak Rafi.
"Ya udah sih terserah aku. Mulut mulut aku, terus masalah buat kamu!" Ucap Nike ngotot.
"Terserah kamu! Aku juga kesal Ra sama kamu gara-gara kejadian waktu ulangan PKN tadi." Rupanya Rafi masih menyimpan dendam gara-gara aku tidak memberikan jawaban ulangan harian PKN.
"Oh masalah nyontek tadi. Jelaslah aku nggak mau ngasih jawaban gitu aja ke kamu. Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau kita itu kawan jika dalam kehidupan sehari- hari. Tetapi kita akan menjadi lawan jika dalam hal belajar." Jelas ku.
"Aduh aduh neng geulis, akang kasep. Aya naon ieu teh?" Tanya Bu Desi sambil meletakkan pesanan aku dan Nike diatas meja.
"Ini nih Bu De, si Rafi tiba-tiba ngajak perang." Nike memfokuskan pandangan sinisnya ke arah Rafi.
"Eh kalau ngomong jangan sembarangan!" Ucapan Rafi memotong pembicaraan Nike.
"Udah gini aja, coba ceritakan apa masalah kalian?" Ucap Bu Desi dengan penuh kedewasaan.
"Ibu liat kan banyak bercak noda di seragam sekolah aku?" Jelasku dengan menunjukkan seragam ku.
"Iya, kok bisa?" Memutar tubuhku dengan tujuan agar dia bisa memastikan bahwa seragam sekolah ku yang penuh dengan noda.
"Ini semua gara-gara si anak baru itu bu." Melayangkan telunjuk ku ke arah Verrel.
"Biasa aja dong, nggak nunjuk-nunjuk kaya gitu juga kali! Kalau masalah seragam tenang aja gue bakal ganti, berapa sih harganya? Menghempaskan telunjuk ku dan berkata dengan sombongnya seolah-olah uang bukan masalah baginya.
"Heh denger ya, aku tau kamu anak orang kaya. Tapi kamu harus ingat satu hal, uang bukanlah segalanya!" Nasehat ku dan pergi meninggalkan mereka.
"Aduh ibu jadi bingung." Menggaruk kepalanya dengan lagak yang kebingungan.
"Maaf ya Bu Desi, kita nggak jadi makan. Semua pesanan ini aku bayar kok. Hehehe tapi ngebon dulu ya Bu." Ucap Nike sambil berlari mengejar ku.
Bu Desi hanya tersenyum, karena dia sudah memahami watak dan perilaku Nike yang hobinya ngebon.
"Nih kalau ibu boleh ngomong. Sebaiknya, kalian itu harus saling menghargai, apalagi kalian kan laki-laki. Tugas laki-laki itu menjaga, mengayomi, dan melindungi perempuan. Kalau sampai kalian menyakiti hati seorang wanita, sama halnya kalian sudah menyakiti hati ibu kalian sendiri." Petuah Bu Desi yang mengubah sikap Verrel dan Rafi yang semula petakilan menjadi diam tanpa kata dan hanya bisa menundukkan kepala.
"Tapi bu."
"Huussttt, lebih baik kalian minta maaf sama neng Noura, karena pada hakikatnya hati wanita itu sensitif." Perintah Bu Desi.
"Kalau minta maaf sih ogah bu, kan dia yang salah." Ucapan Verrel membantah perintah Bu Desi.
"Baru aja dinasehatin. Sebagai laki-laki itu harus berani memulai. Apalagi buktinya, baju neng Noura kan kotor." Tak henti-henti nya Bu Desi menasehati Verrel agar tidak menjadi orang yang angkuh.
"Bu Desi."
"Ingat! Laki-laki yang baik itu, berani berbuat harus berani bertanggungjawab." Sanggah Bu Desi dengan senyuman manisnya.
"Iya iyah. Oke deh Bu, kami ke kelas dulu." Akhirnya Verrel menuruti perintah Bu Desi walau dengan keterpaksaan.
Hmmmm anak muda zaman sekarang. Aku yakin suatu saat nanti pasti mereka akan saling merindukan satu sama lain ketika mereka sudah terpisahkan oleh jarak yang membentang luas.
Di dalam kelas, Verrel dan Rafi berusaha mencari aku dan Nike. Tapi sayang mereka tidak melihat tanda-tanda keberadaan kami berdua.
Terlihat seisi ruangan kelas dipenuhi dengan kerumunan wanita dan pria yang sibuk dengan gadget mereka masing, tanpa memperdulikan bahwa ada teman disamping mereka. Hmmmm pergaulan anak yang katanya modern tapi keblinger. Jangan ditiru ya teman-teman. HP itu fungsinya untuk mendekatkan yang jauh bukan menjauhkan yang dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Setangkai Bunga Dandelion
Fiksi RemajaHati itu diibaratkan seperti bunga Dandelion di padang rumput yang luas. Ketika bunga itu kita rawat dengan sepenuh hati, maka bunga itu akan mekar mewangi. Tapi sebaliknya, jika bunga itu kita biarkan layu termakan oleh waktu, lama kelamaan bunga i...