Digo tersipu. Lalu ia menulis SMS yang agak panjang,'Nyerah deh. Yg pernah aku lihat hanya: putih, pink, dan biru muda. 2 hr yang lalu aku nggak bisa melihatnya krn pahamu kurang terbuka!'
Dan ia pun menerima jawaban yang agak panjang,
'Jadi Bpk ingin bsk Sisi pakai warna apa?'
Merasa game yang mereka mainkan telah meningkat panas dan mesra, dengan berani Digo menulis, 'Jgn pakai!!' Dan setelah SMS itu dikirimkan, hingga menjelang tidur malam harinya ia tidak mendapat balasan. Mungkin ia marah dan tersinggung, pikir Digo.
Keesokan harinya, jantung Digo berdebar-debar ketika berada di ruang kelas. Setelah menjelaskan beberapa contoh soal, ia melangkah berkeliling di antara kursi murid-muridnya.
Ia berbuat demikian agar tak sempat bertatap mata dengan gadis remaja yang nakal itu. Tapi ketika sedang melangkah di sebelah kiri kursi Sisi, gadis itu sengaja menjatuhkan pensilnya ke lantai persis di depan kursinya.
Tanpa sadar, dengan refleks ia berhenti lalu menunduk memungut pensil itu. Dan ketika menengadah, tiba-tiba wajahnya merona merah. Walau hanya sesaat, dilihatnya gadis itu sengaja mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, lalu dengan cepat dirapatkan kembali.
Memang hanya dalam hitungan detik, tetapi ia sempat melihat pangkal paha itu dari jarak yang sangat dekat. Di pangkal paha itu ada setumpuk kecil bulu-bulu ikal berwarna hitam. Bukan hitam pekat, tetapi hitam kecokelat-cokelatan karena bercampur dengan bulu-bulu halus, lurus, dan masih pendek. Bulu-bulu yang baru tumbuh!
Setelah berdiri kembali dan berhasil menguasai dirinya, Digo menatap ke sekeliling ruang kelas. Tak terlihat ada tanda-tanda bahwa murid-murid lainnya mengetahui peristiwa itu. Lalu dengan suara tegas berwibawa, ia berkata..
"Kerjakan latihan soal nomor 1 dan 2."
*****
Sore itu, ketika baru saja menutup pintu mobilnya, HP Digo berbunyi. Ia terpana ketika membaca nama yang muncul, Sisi.
"Ya, ada apa Sisi?"
"Bapak marah ya?! Kenapa setelah mengambil pensil Sisi dari lantai Bapak tidak duduk kembali di kursi Bapak. Padahal hari ini Sisi sengaja tidak pakai CD agar Bapak bisa memandanginya!"Lidah Digo tiba-tiba terasa kelu. Gila, katanya dalam hati. Si Sisi ini bicara to the point. Berkesan vulgar. Menantang. Gadis itu seolah tak peduli, atau memang tak mau peduli efek dari kalimat-kalimat nakal yang diucapkannya.
"Aku tidak marah! Aku sedang memikirkan apakah aku masih akan mendapatkan kesempatan memandang pangkal pahamu dari jarak sedekat itu." kata Digo setelah memutuskan untuk 'masuk' ke game yang lebih dalam lagi.
Hanya orang bodoh yang menolakmu, katanya dalam hati. Bahkan kamu bisa membuat semua lelaki menjadi bodoh dan tak berani membantah keinginanmu. Lelaki mana yang berani menolak keinginan seorang gadis remaja yang cantik dan seksi seperti kamu? Lelaki mana yang akan membantahmu bila kau janjikan akan mendapatkan hadiah berupa sepasang paha ramping dan panjang yang akan membelit pinggangnya?
"Bapak suka?"
"Suka banget! Apalagi kalau boleh dicium!"
"Bapak mau mencium paha Sisi?"
"Mau! Paha dan pangkalnya ya!"
"Ha?!"
"Apa vagina Sisi belum pernah dicium?"Sejenak tak ada jawaban. Digo pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Sisi yang vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir vaginanya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia belum pernah menggosok-gosokkan dan menghentak-hentakkan celah vagina di bibir dan hidung seorang lelaki? Kalau belum, mengapa ia mengatakan suka pada kumisku?, tanya Digo dalam hati.
Rasa penasaran membangkitkan gairah kejantanannya. Bagian bawah pusarnya mulai tegang ketika membayangkan keindahan bulu-bulu di sekitar vagina itu. Bulu-bulu yang dapat ia tatap sepuas hatinya. Tidak hanya pandangan sekilas seperti ketika ia memungut pensil dari depan kursi gadis belia itu. Bulu-bulu halus yang masih pendek, yang membuat ia gemas ingin menarikinya dengan bibirnya. Menggelitiknya dengan kumisnya yang kasar.
Gelitikan yang membuat pinggul itu mengelinjang. Lalu ia akan menjilatnya. Dan karena tak sabar, gadis itu akhirnya menarik kepalanya agar ia mencium dan menjilati bibir vagina yang mungil itu.
Ini kesempatan emas yang mungkin terjadi hanya sekali seumur hidup, atau tidak akan pernah terjadi sama sekali! Take it or leave it, katanya dalam hati.
Next??
Vote?boleh nggk minta vote nya ?
Comentnya ?
Ahh... terserah juga sih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Tampanku.
FanfictionSejenak tak ada jawaban. Digo pun sempat ragu-ragu untuk melanjutkan. Apakah mungkin si Sisi yang vulgar dan nakal itu masih virgin? Belum pernah merasakan lidah lelaki menjilat-jilat bibir vaginanya, mengisap-isap klitorisnya? Apakah mungkin ia b...