Drama? (Wendy's POV) chp; 8

522 45 13
                                    

Aku menyampirkan tas sekolahku, berlari menuju serambi depan lalu menyambar sepasang sepatu dari rak sepatu dan memakainya asal.

"Okay, Eonnie! Aku sudah mengambil obatnya. Aku baik-baik saja kok."

Dengan sepasang sepatu yang diinjak dan tali yang belum terikat, aku berlari keluar apartemen dan langsung menghambur ke arah lift setelah mengunci pintu.

"Syukurlah, aku pikir kau lupa mengambil obatmu lagi. Omong-omong  kau terlambat lagi? Suara grasak-grusukmu terdengar jelas."

Aku terkekeh lalu menekan tombol menuju lobby. Aku menjepit ponselku ditelinga dan bahu sebelum memasang ulang sepatuku dan mengikat talinya.

"Tidak, hanya ada sedikit masalah. Toasternya rusak lagi jadi rotinya lama sekali matangnya. Aku juga kehabisan telur."

"Kebiasaanmu lupa beli bahan makanan. Kamu sudah sarapan, kan?"

Ting! Pintu lift terbuka, aku berlari keluar dan menyapa resepsionis yang berjaga di meja depan sebelum berlari keluar dan menuju halte bis terdekat.

"Sudah! Aku berhasil membuat pancake karena putus asa toasternya rusak lagi padahal aku sudah menggoreng telur."

Suara diseberang sana bergetar menahan tawa, "Jangan bilang kamu makan pancake dan telur setengah matang lalu segelas susu? Hahaha itu menjijikan Wendy-ah."

"Telurnya sayang aku buang. Rencananya kan aku mau makan french toast."

Mataku menangkap bis yang nampaknya sudah berhenti sedari tadi lalu pintunya tertutup perlahan.

Ini bukan pertanda baik sama sekali.

"Eonnie sudah dulu ya, aku mengejar bis dulu."

Sambungan kuputus sepihak, kukantongi ponselku sambil berlari sekuat tenaga mengejar bis yang sudah mulai jalan, aku melompat-lompat berusaha memukul kaca bis sambil tetap berlari serta berteriak. "Ahjussi! Tolong hentikan bisnya!"

Bis berhenti, tanpa menunggu lagi aku menaiki bis dengan cepat.

"Nona lagi? Apa nyaris setiap hari saya harus mendapati nona memukul-mukul kaca bis?" ketus si supir jengkel.

Aku hanya nyengir sambil berusaha mengatur nafasku.

Inilah kehidupanku saat pagi hari, tidak berkelas sekali, malu-maluin pula. Aku menghempaskan diri di kursi dekat jendela.

---------------------------------------------

"Irene tidak masuk?"

Aku menggumam heran lalu duduk dikursiku dan meletakkan tasku diatas meja.

"Tumben-tumbennya dia tidak masuk."

"Jangan ngomong sendiri, kewarasanmu bisa dipertanyakan."

Junhui muncul dengan wajah datarnya membuatku menahan tawa yang nyaris menyembur.

"Junhui sialan, jangan ngagetin dengan ekspresi lawak kayak gitu."

"Memangnya lucu?"

Aku lekas menggeleng namun dalam hati masih mau ngakak.

"Omong-omong, aku duduk dengamu hari ini, ya?"

Alisku terangkat, "Ada apa?"

"Minghao izin sekolah seminggu, dia pulang ke Cina karena harus mengurus tentang kepindahannya dan ada saudaranya yang meninggal."

"Ohh, aku turut sedih," ucapku pelan "Yasudah kamu duduk bersamaku saja tapi hanya sampai Irene masuk kembali."

Jun mengangguk lalu memindahkan tasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Death the kidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang