Sore hari yang indah seperti hari-hari biasanya. Aku tersenyum singkat memandangi para bebek yang tengah berenang pada danau taman ini. Sudah lama aku ingin melukis di taman ini, tapi baru hari ini aku kesampaian melakukannya.
Melukis adalah hobi keduaku setelah musik. Karena dengan melukis aku bisa merasakan pelukan hangat Mum yang dulu selalu berada di belakangku, membantuku menggerakkan kuas pada kanvas polos hingga membentuk sebuah gambar.
Ya, mendiang Mum adalah seorang guru lukis di salah satu sekolah seni ternama di kota ini. Namun, semenjak Mum mengalami kecelakaan hingga membuatnya lumpuh dan bisu, aku menggatikannya mengajar disana, bergantian dengan kegiatan mengajarku di sekolah musik yang masih selalu lakukan meskipun sudah 2 tahun Mum telah tiada.
Aku menatap sekilas hamparan rumput dan ilalang yang berada di sisi lain danau yang berada di depanku. Kedua mataku sedikit menyipit begitu melihat seorang gadis tengah menuntun sepedanya, mendekati sebuah kursi taman yang berada di sana, dan kemudian mendudukinya.
Aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas, tapi entah kenapa, aku teringat dengan kejadian kemarin siang, ketika aku baru saja datang ke sekola musik tempatku mengajar.
Siang kemarin, aku harus menjalani ujian susulan di sekolah hingga membuatku datang telat ke sekolah musik. Karena aku merasa tak enak dengan para murid dan juga pemilik sekolah musik tersebut, aku sengaja berlari begitu memasuki sekolah musik. Namun sayang, aku justru menabrak seorang gadis manis berpita biru yang juga tengah terburu-buru sampai ia tak menyadari sapu tangan berwarna merah muda nya jatuh.
Aku yang merasa penasaran pun memungutnya dan mengamati setiap detail dari sapu tangan tersebut, hingga aku menemukan sebuah nama yang sangat erat hubungannya dengan sahabatku, Niall. Dan siang tadi, aku baru saja menemuinya dan menanyakan tentang gadis itu pada Niall.
"Ohhh itu adikku. Ada apa dengan dia? Kau mengenalnya?"
Begitulah kira-kira jawabannya begitu aku menanyakan hubungan darah mereka.
Ah, apa yang baru saja ku pikirkan? Kau baru saja mengetahui namanya dan belum berkenalan dengannya, Calum. Janganlah terlalu berharap banyak.
Kedua mataku kembali mencari gadis bersepeda itu, namun ternyata ia sudah tak ada di tempatnya. Haah, lagi pula kenapa aku menghubung-hubungkan gadis bersepeda itu dengan Rose? Ups, sudahkah aku menyebutkan nama gadis bersapu tangan merah muda itu sebelumnya? Kalau belum, ya itula namanya. Roselline Horan. Nama yang indah, sama indahnya dengan dirinya.
Aku pun kembali memfokuskan diriku pada kanvas yang kini baru membentuk lukisan setengah jadi. Sayang sekali gadis itu pergi, padahal aku baru saja ingin menjadikannya object dari lukisanku.
"Hai."
Aku tersentak begitu suara seorang gadis yang begitu riang, menyapaku dari belakang. Ku lirik sekilas dirinya yang tengah menuntun sepedanya. Shit. Ternyata ia gadis bersepeda itu.
"Aku Roselline. Tapi orang terdekatku memanggilku Rose. Kau baru pindah ya? Aku tak pernah melihatmu di Taman ini sebelumnya."
Bulu romaku meremang. Ingin rasanya aku kembali memutar tubuhku dan memperhatikan wajahnya, dan memastikan apa benar ia adalah Roselline yang sama Roselline yang sejak tadi sedang ku pikirkan? Tapi sayang, tubuhku mendadak kaku hanya mendengar suara gumaman sebalnya karena aku sama sekali tak mengindahkan ucapannya.
"Kau melukis apa?"
Ia masih tetap berdiri di tempatnya, sedangkan aku berusaha untuk setenang mungkin dan tetap melukis. Rasanya kedua tanganku ini sudah tak sanggup untuk melukiskan apapun saat ini.
Aku mendengar suara penyangga sepeda yang diturunkan. Ku rasa ia tengah memarkir sepedanya di belakang sana. Dan setelah itu, degub jantungku berpacu semakin cepat seiring dengan langkah kakinya yang mendekat. Indra penciumanku langsung menangkap aroma milky rose yang berasal dari rambutnya, begitu ia sedikit membungkuk di sisi kiri kanvasku, hingga membuat rambutnya terjuntai ke bawah.
"Hood."
Aku seketika tersentak dan menatap kedua matanya, terkejut. Tak mengira kalau ia akan membaca tulisan tipis namaku yang berada di pojok kanan bawah kanvasku. Kedua matanya birunya terlihat tengah meneliti kedua mataku yang entah mengapa tengah menatapnya sengit. Aku tak pernah mengerti kenapa aku selalu menatap mata seseorang dengan mata yang seperti ini sejak dulu, apalagi aku tak mengenalnya.
Cukup lama kami menyelami mata masing-masing, aku mengalihkan mataku kembali pada kanvas. Ku celupkan kembali kuasku pada pallet cat ku dan kembali melukis tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Hood itu namamu? Kalau begitu aku akan memanggilmu baby Hooe."
Hampir saja tawaku pecah begitu ia menyelesaikan kalimatnya yang terdengar begitu konyol. Tapi aku harus tenang. Aku harus menjaga lisanku untuk saat ini. Entah mengapa aku ingin sekali melihat reaksinya jika aku tetap diam dan tak berbicara sedikit pun.
Aku bisa mendengarnya mendengus sebal. Dari ekor mataku, aku bisa melihatnya yang kini tengah berkacak pinggang.
"Baiklah kalau kau tak suka. Jadi aku harus memanggilmu apa?"
Sekuat tenaga aku menahan tawaku dan tetap memasang wajah acuh. Aku memang selalu melakukan ini setiap kali ada seorang gadis yang ingin mengenalku. Karena dari cara inilah aku tau, seberapa besar rasa penasarannya itu dan juga seberapa tulus ia ingin mengenalku.
DRRTT DRRTT DRRTT
Suara ponselnya yang berketar dari dalam keranjang sepedanya itu, membuatnya yang semula masih betah berdiri di sampingku pun akhirnya bergegas untuk megambilnya. Aku mendengar suaranya yang berdecak sebal lalu mendengus. Sepertinya ia baru saja mendapatkan pesan yang buruk.
"Sepertinya aku harus pulang. Mum sudah mengirimku pesan. Kau tak ingin pulang?" tanyanya namun aku masih saja bungkam. Dan lagi-lagi, ia kembali mendengus, namun kali ini terdengar begitu pasrah.
"Kalau begitu, sampai bertemu besok baby Hooe. Eh, maksudku Hood. Hehehe."
Suara sepedanya pun terdengar mulai menjauh, aku pun memberanikan diriku untuk berbalik dan menatap dirinya yang kini mulai menghilang dari pandanganku.
Aku tersenyum. Keceriannya tadi membuatku merasa hangat. Aku tak pernah mengira kalau ia akan secerewet dan semenggemaskan itu.
"See you tomorrow."
Aku tak mengira senja yang berangin dan sedikit mendung, akan terasa semenyenangkan ini.
***
\AN/
Day 1 is up!!!
Semoga aja pada suka yaaaa
Ditunggu vomments dan masukannya ;)
Lots of Love
putripopoh
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Words // c.h [AU]
Fanfiction-Book 2 of Silent's Hood- Pertemuan singkat itu mengajarkan ku tentang kehidupan, kebahagian, dan juga cinta dalam kepedihan. Ia adalah gadis super cerewet yang tak pernah ku temui sebelumnya. Ia adalah satu-satunya gadis yang bisa menerima kekurang...