RAMALAN TOKEK

535 1 2
                                    

Sebuah penantian akan berakhir disini atau berlanjut hingga tak tahu masanya kapan berakhir.

Ini malam ketiga sejak Maimunah memutuskan menolak dua lelaki yang datang melamarnya. Keputusan yang Maimunah buat bukan berdasarkan pertimbangan yang matang melainkan karena kepercayaannya pada ramalan Tokek. Ramalan Tokek?

Ya, suara seekor Tokek yang ada dirumahnya sudah biasa dijadikan Maimunah dalam menentukan sesuatu. Pernah suatu waktu Maimunah berencana pergi ke pasar untuk belanja keperluan rumah, namun dia masih ragu. Dan Tokek dirumahnya pun mulai bersuara.
"Tooookeeeek......"
"Jadi pergi." Ujar Maimunah dalam hati menghitung
"Tooookeeeek..."
"Tidak jadi"
"Tooookeeeek..."
"Jadi"
"Tooookeeeek..."
"Tidak"
"Tooookeeeek..."
"Jadi"
"Tooookeeeek..."
"Tidak"

Tokekpun tak bersuara lagi, lalu Maimunah memutuskan tidak jadi berangkat ke pasar. Benar saja, begitu dia balik untuk tetap berada dirumah, hujan deras tiba-tiba mengguyur. Petir menyambar menggelegar membuat semua orang diluar tunggang-langgang mencari tempat berteduh. Ah, puas hati Maimunah telah mengambil keputusan yang tepat.

Pernah juga, waktu dia diajak keluarganya silaturrahmi keluar kota untuk menghadiri pernikahan keluarga ibunya. Maimunah saat itu ada dua pilihan, ikut keluarganya atau tetap tinggal menjaga rumah. Seperti biasa dia menghitung suara Tokek sebagai acuan menetapkan keputusannya. Kala itu, Maimunah tetap tinggal menjaga rumah. Dan keputusanya tersebut sangatlah tepat, karena kalau saja dia juga ikut pergi rumahnya sudah hangus terbakar api. Maimunah cepat memadamkan api yang ada didapur rumahnya. Entah api tersebut darimana, namun Maimunah begitu cepat bereaksi dan selamatlah rumahnya.
Maimunah pun merasa bersyukur sekali dan berterima kasih kepada Sang Tokek yang memberinya kemujuran dalam setiap keputusan. Dan dia pun jadi sangat menggantungkan keputusan pada Sang Tokek termasuk urusan jodoh atau pasanga  hidupnya.

****

Pak Paijo, ayahnya Maimunah sudah pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, Maimunah anak sulungnya sampai sekarang belum menikah juga. Sementara kelima adiknya semua sudah berkeluarga. Bahkan Ratmi adik bungsunya begitu tamat SMA langsung dipinang orang dan sekarang sudah memiliki tiga orang anak.
"Ayolah Mai, mau nunggu kapan lagi?" Ujar Pak Paijo.
"Tidak usah banyak pilih, asal dia jenisnya laki-laki baik sudah cukup. Bok ya cari yang tampan percuma kalau nanti nyakitin hati kamu terus." Lanjut Pak Paijo menasehati.

Sebenarnya Maimunah tidak juga mencari laki-laki yang tampan. Dia hanya memerlukan ramalan Sang Tokek "Setuju" dengan para laki-laki yang datang kerumahnya. Mengingat umurnya juga sudah kepala tiga. Malam ini, laki-laki selanjutnya akan datang dan kalau cocok bakalan jadi suami Maimunah.

Keluarga Maimunah sudah menyiapkan segalanya, mulai dari hidangan makan malam sampai kue-kue khas tradisional untuk menyambut sang tamu. Sementara Maimunah di kamarnya tengah berdandan seadanya, sambil komat-kamit sepertinya sedang mengobrol sama Tokek kesayangannya.

"Assalamu'alaikum..." terdengar suara dari luar.
"Wa'alaikum salam..." jawab Pak Paijo.
"Silahkan masuk!" Pak Paijo mempersilahkan orang yang diluar untuk masuk kerumahnya.

Orang tersebut laki-laki yang berperwakan gemuk gempal, rambutnya kribo, tubuhnya pendek, kulitnya sawo busuk alias hitam, matanya sipit, berpakaian kaos oblong dimasukkan dalam celana dasar dan membawa tas diselempangkan.

"Maaf nak, kami sudah ada langganan koran sendiri." Ujar Pak Paijo seketika melihat laki-laki unik itu.
"Sembarangan saja nih bapak, perkenalkan saya Paimin yang mau kenalan dan melamar Maimunah,"
"Lho, kamu ya orangnya?" Pak Paijo mengelus dada.
"Iya pak, itu Maimunah cantik juga ya!" Ujar Paimin sambil menunjuk wanita yang berdiri disamping Pak Paijo.
"Busyet, sembarangan kamu! Ini istri saya..."
"Oh, maaf pak!" Paimin garuk-garuk rambutnya yang kribo.
Dari rambutnya bukan hanya kutu yang keluar dan jatuh, tapi ada kecoa, lalat, tikus bahkan kelinci.

***

Akhirnya Maimunah keluar dari kamarnya dan bertemu Paimin. Terkejut, lalu permisi ke kamar mandi, disana Maimunah muntah habis-habisan tak tertahan lagi. Kalau saja bisa dia menolak tanpa alasan tentu itu cepat-cepat dilakukannya, namun itu berarti melanggar sumpahnya sendiri. Sejelek apapun orangnya dia akan tetap terima asalkan itu pilihan Sang Tokek. Tentu keberuntungan akan berpihak padanya. Tapi malam ini, dia berharap sekali sang Tokek juga mempunyai selera yang lumayan.

Suasana hening seketika.
"Maaf mbak yu Maimunah yang cantik menawan hati, bagaimana saya diterima tidak?" Sela Paimin yang sudah tak sabar.
"Ssssttt....!!!" Pak Paijo memberi isyarat untuk Paimin diam.
Maimunah matanya menerawang keatas plapon rumahnya, menunggu suara sang Tokek. Hal ini sudah sangat dipahami keluarganya, hanya Paimin yang orang asing saja yang belum mengerti keanehan ini. Sampai akhirnya Pak Paijo menjelaskan hal ini dan aturan permainannya, lalu Paimin mengangguk tanda setuju.

Semua masih terdiam, bahkan bunyi desiran angin diluar rumah pun terdengar jelas. Andai ada nyamuk yang sedang terbang dan tiba-tiba terkena serangan jantung atau struk, lalu jatuh ke lantai suaranya pun akan terdengar.

Si Paimin ikut-ikut melongo menerawang keatas juga.
Sesekali dia menatap ruangan sekitar rumah, sesekali juga dia mengambil kue lapis dari atas meja dan mengunyahnya dengan sangat pelan sekali, takut mengganggu konsentrasi Maimunah.

"Tooookeeeek..."
Akhirnya suara yang ditunggu-tunggu keluar juga, dengan begitu Maimunah bisa langsung menghitung.
"Diterima" artinya kalau suara tokeknya berhenti diterima berarti  si Paimin diterima dan dipersilahkan untuk melamar serta menikahinya. Tapi kalau berhenti di kata "ditolak" berarti Paimin orang ketiga yang pulang dengan tangan hampa alias zonk ecekuek.
"Tooookeeeek..."
"DITOLAK..."
"Tooookeeeek..."
"DITERIMA..."
"Tooookeeeek..."
"DITOLAK..."
"Tooookeeeek..."
"DITERIMA..."
"Tooookeeeek..."
"DITOLAK..."
Maimunah dan keluarga lega, keringat yang sedari tadi mengucur deras kering seketika. Paimin bisa diusir terhormat. Namun tiba-tiba...
"Tooookeeeek...." suara terakhir sang Tokek yang agak terlambat merubah semuanya.
Paimin lompat-lompat kegirangan, Maimunah akhirnya jatuh ditangannya. Sementara Maimunah dan keluarga seakan tak percaya denga kejadian ini, namun apa hendak dikata. Suara Tokek yang dijadikan patokan untuk pemilihan jodoh ini haruslah ditepati. Bukankah Maimunah sudah mempercayakan takdirnya pada Ramalan Sang Tokek?

***

Sang Tokek pun kini sudah tua, suaranya sudah serak-serak, sesekali kadang batuk berdahak. Tapi tak usah khawatir karena sang Tokek sudah memiliki keturunan dan anaknya kini yang aktif mengisi suara dirumah Maimunah.
Itu semua karena bantuan dan peran Paimin lah, sehingga sang Tokek tidak membujang. Ide Paimin melepas Tokek betina yang memang dia bawa dari rumah dengan tas saat malam penentuan itu ternyata berbuah keberuntungan sekaligus ucapan terima kasih Sang Tokek.

TAMAT

Percayalah tak ada manfaatnya sama sekali, jika kamu mempercayakan sesuatu kepada makhluk atau apapun selain Tuhan. Sungguh perbuatan syirik adalah dosa besar yang hanya diampuni dengan taubat nasuha.

Fajar Kustiawan
Penulis

RAMALAN TOKEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang