Hallucinate

73 6 3
                                    

"Reini! Ayo cepat bangun! Nanti kau terlambat sekolah!" oh, ibuku sudah memanggil. Itu berarti, aku harus segera ke ruang makan, sebelum aku terlambat sekolah!

Aku pun segera menuju ruang makan, yang di dalamnya terdapat ayahku, sedang membaca koran seperti biasanya. Oh, mungkin ibu masih di dapur, pikirku.

"Ada berita apalagi sekarang, yah?" tanyaku sambil mendekat ke arahnya.

"Ckck, pergaulan remaja sekarang semakin menggila saja, lihat? Ada siswi SMA yang bunuh diri akibat kebanyakan meng-konsumsi obat. Kau jangan sampai terjerumus ke dalam pergaulan seperti itu, oke?"

"Oke ayah! Tenang saja. Aku tidak akan pernah seperti itu! Oh iya, kak Liam di mana?" tanyaku heran, melihat Kak Liam –kakak tampanku- belum ada di ruang makan ini. Biasanya ia sudah di sini bersama ayah. Ya, kakakku tampan, bukan aku, ha.

"Hm? Sepertinya dia belum turun, coba kau panggil ke kamarnya!"

"Oke ayah!"

Aku pun menuju ke kamar kakakku, yang berada di depan kamarku, di lantai dua. Pintunya masih tertutup rapat untukku. Berati dia belum bangun. Kalau begitu, akan sangat amat susah sekali untuk bisa menyeretnya ke meja makan. Dan kalau memang begitu, harusnya tadi aku membangunkannya dulu. Hm, sepertinya aku harus mengorbankan suara merdu-ku. Huft. Aku menghela nafas dan-

"Oppa! Oppa!! OPPAAA!! Ppalli Ireona! (Kakak! Kakak!! KAKAK!! Cepat banguun!) KAAAAAK ADA KEBAKARAN KA, CEPETAN BANGUN!! WOI!! BURUAN!! AKU TINGGAL NIH YA?! OKE, AKU BERANGKAT, BHAY~" teriakku, dengan amat sangat keras, dan 'sedikit' aksi fan-girling yang sangat dibenci kakakku.

BRAK

"Oppa?! OPPA!? Kau pikir aku kakek mu hah? Sudah berapa kali aku bilang, JANGAN PERNAH MEMANGGILKU DENGAN SEBUTAN MENJIJIKAN ITU. Ya ampun kau membuatku merinding saja. Dan, apa tadi kau bilang? Kau ingin meninggalkanku? Berangkat duluan? Oke, silahkan, tak perlu ikut lagi dengan motorku dan berangkatlah dengan bus, selamanya." Ya, dia mengucapkan kalimat panjang itu dengan sama kerasnya sepertiku. Apa tetangga kami tidak terganggu ya? (--")

"Aah, itu aku bercanda, kak. Lihat? Aku hanya ingin mengajakmu ke ruang makan, jadi, ayo!" kataku gugup. Bagaimana tidak? Kalau aku naik bus, nanti aku telat, keles! Dan, kalau nanti aku telat, aku tak akan bisa melihat kakak kelasku yang tampan itu! Tidak, itu tidak boleh terjadi!

"Cih, kalau ada maunya saja, kau baik padaku. Sangat MENJIJIKAN!" cerca kakakku. Yah, dia memang kasar (maafkan aku kaak) tapi sungguh, dia baik kok. Buktinya, dia selalu mengantarku ke sekolah tiap pagi. Yehet~

---

"Hell-o~ Pagi-pagi gini mata udah kemana-mana aja nih, bawaannya pengen liatin si kakak terus hmm." goda teman-seperjuanganku, Aqila. Ya, teman seperjuangan dalam merebut hati kakak kelas #hohoho.

Saat ini aku sedang nangkring di pinggir lapangan basket yang menampilkan pemandangan surga dunia, di mana sang kakak kelas pujaan hati tengah bermain basket dengan kece-nya bersama klub basketnya. Walau dia bukan kaptennya, tapi gerak-geriknya selalu menarik perhatianku.

"Hehe, tau aja lo. Oh iya, nanti pulang sekolah jadi kan kumpul jurnalis di kelas XI-IPA 4?" tanyaku mencoba mengalihkan perhatian sambil berjalan menuju kelas kami yang berada di ujung lorong. Ya, aku malu! (///▽///)

"Iya, iya, inget aja deh kelasnya si kaka ganteng, hahaha" godanya lagi. Oke, sepertinya pengalih perhatianku salah. Huft, rasanya makin merah saja mukaku, semerah celana dalamnya superman! (yah, udang atau kepiting rebus kan sudah mainstream~).

Hallucinate (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang