Bab 20 - Sebuah Penjelasan

15.8K 979 19
                                    

Tidak ingin terlena dengan pelukan Angga, Andira pun melepaskan pelukannya dengan sedikit paksa. Mengingat lengan Angga yang begitu erat memeluknya.

"Itu cheesecake pesenan kamu." Kata Angga tanpa melepaskan pandangannya dari Andira.

"Makasih, Mas." Andira mengambil kotak cheesecake itu dan membawanya ke dapur. Tanpa sedikitpun membalas pandangan Angga.

Angga sadar mungkin Andira masih kaget dengan semuanya. Andira mungkin belum terbiasa. "Jadi, bisa kamu ceritakan bagaimana kamu menemukan Angkasa?"

"Bukannya kemarin sudah saya katakan? Di mana Mbak Aurora?" Andira memilih untuk menyibukkan diri dengan memotong-motong cheesecake yang dibawa Angga.

"Saya tidak tahu." Jawab Angga singkat. Ia memang tidak tahu di mana keberadaan Aurora saat ini.

Andira mengerutkan keningnya. Ia membawa sepiring cheesecake dan duduk di hadapan Angga. Di lantai tentu saja, kamar Andira tidak memiliki sofa.

"Mas kan suaminya. Tidak sepatutnya.."

Angga memotong kalimat Andira. Selalu saja gadis ini menyimpulkan segala sesuatunya sendiri. "Apa yang kamu ketahui?"

"Hah? Maksudnya?" Tanya Andira tidak mengerti. Apa yang ia ketahui?

"Saya tidak jadi menikahi Aurora." Kata Angga santai. Ia masih tidak bisa melepaskan tatapan matanya dari Andira. Hanya tangannya sibuk menepuk-nepuk perut Angkasa.

Andira tidak mempercayai pendengarannya. Apakah ini mimpi atau khayalan belaka? Apakah ia salah dengar? Apakah barusan Angga mengatakan bahwa ia tidak jadi menikahi Aurora?

"Bohong. Mas sendiri yang mengatakan bahwa Mas akan menikah dengan Mba Aurora." Balas Andira bingung.

"Saya jujur Andira. Ada begitu banyak hal yang ingin saya ceritakan padamu mengenai alasan saya sempat berpikiran untuk menikahi Aurora kembali. Tapi kemudian kamu langsung pergi tanpa berkata apa-apa."

Andira hanya diam saja. Memangnya alasan apa yang dipertimbangkan Angga? Bukankah Angga ingin menikahi Aurora karena ia cinta pada Aurora?

"Apapun yang ada di kepalamu, katakanlah. Saya tidak ingin kamu menyimpulkan sendiri."

"Jadi, apa alasannya?"

"Angkasa."

"Angkasa?" Andira semakin bingung dibuatnya.

"Angkasa bukan anak kandung saya."

1

2

3

"APA?! Bagaimana mungkin?!" Andira berteriak, membuat Angkasa terlonjak kanget dalam pangkuan Angga. Untung saja anak itu tidak menangis.

"Ya, mungkin saja. Setelah saya hitung memang momen kelahiran Angkasa tidak tepat dengan pernikahan saya dan Aurora. Kemudian memang tidak ada kemiripan yang mencolok antara saya dan Angkasa. Yah, jadi begitu ceritanya." Angga menjelaskan, matanya tak lepas dari wajah Andira sedangkan tangannya memainkan tangan Angkasa.

Andira diam sejenak, hari ini terlalu banyak informasi yang diterimanya. Ia tidak tau apakah informasi ini dapat dikatakan baik atau buruk. "Kenapa Mas tidak bilang ke saya?"

"Ya kamu langsung pergi."

Oh iya ya!

Andira memutar bola matanya. "Kenapa Mas tidak kejar saya?" Tanya Andira sebelum ia sempat berpikir.

Angga terkejut dengan perkataan Andira kemudian tersenyum. "Saya bukan tipe orang seperti itu, Andira. Perlu kamu tahu bahwa saya sama sekali tidak romantis. Saya tidak suka terlihat sangat mengejar-ngejar kamu. Itu alasannya. Saya rasa, jika kamu mau saya, maka kamu akan tinggal, tapi kamu malah pergi. Saya jadi tidak tau harus bagaimana." Kata Angga santai.

Andira mencibir. Laki-laki ini benar-benar tidak peka!! "Lalu? Sekarang bagaimana?"

"Apanya?" Angga mengerutkan kening.

"Aduhhhh!" Andira ingin mengumpat rasanya. Dokter apa sih yang tidak peka begini?!

Tentu saja dokter macam Angga.

"Ya sudah, kamu ikut saya ke Jakarta. Kita kembali bersama. Masalah Angkasa dan Aurora saya yang urus. Toh secara hukum Angkasa memang berada di pihak saya."

Bisa-bisanya dia berkata santai seperti itu!

"Kalau saya tidak mau?" Tantang Andira. Enak saja minta kembali bersama tanpa ada kejelasan hubungan.

"Alasannya?"

"Saya lebih suka kerja di Cafe dari pada jadi Baby Sitter!" Kata Andira tajam.

"Kamu tau maksud saya dengan 'kembali bersama' itu bukan kamu sebagai Baby Sitter, kan?" Balas Angga.

"Lalu?" Pancing Andira. Bagaimana mungkin laki-laki ini begitu tidak peka!! Andira butuh kejelasan hubungan!

"Sebagai pembantu, saya rasa satu kurang cukup di rumah saya."

"IH!!!"

.
.
.

"Ayo makan siang." Ajak Angga. Andira masih membelakanginya. Angga tersenyum kecil, semenjak candaannya itu Andira tidak mau berbalik menghadapnya.

"Gak. Pergi saja berdua dengan Angkasa. Saya masak di rumah sendiri!"

"Yakin?" Goda Angga. Ia suka sekali menjahili Andira.

"Bodo amat!!" Andira pergi ke dapur kemudian membuka kulkasnya hendak memasak sesuatu untuk dirinya, karena ruangan kosan Andira yang sempit, maka Anggapun dapat melihat apa isi kulkas Andira.

"Andira kamu minum?" Angga meletakkan Angkasa di tempat yang aman kemudian menghampiri Andira.

Andira panik. Ia tidak tau harus bilang apa. "Errr. Cuma bir." Jawab Andira pada akhirnya.

"Kamu tau kan bir itu walaupun alkoholnya sedikit tetap saja tidak baik untuk kesehatan kamu. Kamu tidak tau bagaimana buruknya bir itu? Kamu mau sakit? Kamu punya Bir sebanyak ini di kulkas kamu tau tidak resikonya sebesar apa?" Cerocos Angga panjang lebar. Tentu saja ia sangat tidak suka ketika mendapati di kulkas Andira banyak sekali kaleng bir.

Sebaliknya, Andira juga tidak suka dengan kata-kata Angga. Hella! Memangnya siapa dia bisa mengatur-atur Andira? Mentang-mentang dokter! Sombong!

"Suka-suka saya!" Balas Andira akhirnya, ia mengambil sekaleng bir kemudian membukanya. Angga terlihat marah.

O-ow! Langkah yang salah Andira. Langkah yang salah.

"Kamu!"

"APA?! Mas mau marah sama saya?! Suka-suka saya dong mau ngapain! Mau sakit kek, mati kek emang ada urusannya sama Mas?! Mas sendiri yang bilang kalau Mas mau nikah lagi sama Mba Aurora. Saya salah terus! Kabur salah, tinggal salah! Saya tuh males sama Mas, gak pernah mau minta maaf tulus! Terus apa? Mau jadiin pembantu?! Ogah! Saya mendingan kerja di Cafe banyak orang gantengnya, bule lagi!" Andira mengamuk. Wajahnya memerah karena kesal dan menahan tangis, tidak seharusnya pertemuan pertama mereka setelah berpisah jadi seperti ini. Seharusnya mereka saling mengerti dan kembali bersama.

Sebaliknya, Angga justru menganggap hal yang dilakukan Andira adalah lucu. Andira seperti kucing kecil yang mengamuk. Angga sebetulnya hanya khawatir terhadap kesehatan Andira, tidak ada niatan untuk memarahinya. Namun perkataan Andira ada benarnya, Angga tidak pernah meminta maaf pada Andira.

"Maaf.." Kata Angga sambil tersenyum, ia meraih pundak Andira kemudian merengkuhnya dengan satu tangan. Sedangkan tangan yang satu lagi merogoh kantongnya.

Andira terpaku sejenak, perkataan maaf Angga sangat teramat singkat namun mampu menyentuh hatinya. Kata itu diucapkan dengan penuh penyesalan. Tapi, kesadaran Andira pulih, ia tidak boleh cepat luluh.

"Gak usah peluk!!" Andira meronta. Tetapi kemudian terkesiap. Begitu ia lepas dari pelukan Angga, di tangan Angga yang lain sudah ada kalung yang waktu itu sangat ia kagumi. Kalung hasil lelang dengan liontin berbentuh huruf A yang dihiasi permata berwarna pink.

"Kamu saya jadiin Mamanya Angkasa, ya?"

.
.
.
TO BE CONTINUED
Idih lama tak muncul 2 minggu ada kali ya? Wkwkwk Jangan marah doongg wkwk saya kemarin perpisahan tuhh terus pengumuman UN dan SNMPTN HEHE DAPET LHO DAPET *pamer Puji Tuhan saya keterima di Psikologi UNPAD, apakah ada kating saua di sini? Heheheheheh TUNGGU UPDATEan selanjutnyaa!!

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang