Mungkin gue dan lo adalah dua unsur yang seharusnya bersatu, namun dipisahkan secara paksa oleh reaksi fisi.
Sebaris kalimat itu kembali berseliweran di kepala Damar saat dirinya tak lagi ada kesibukan. Bekerja memanglah hal yang ampuh untuk mengalihkan perhatian, namun setelahnya sesuatu yang dihindari itu akan kembali lagi--bahkan jauh lebih mengganggu dari sebelumnya.
Tepat dua malam yang lalu--selepas acara KITKAT berakhir--Damar mendapatkan sebuah direct message dari sebuah akun twitter yang tak dikenalnya. Pesan tersebut berisi satu kalimat panjang yang tak dapat dicerna maksudnya.
Dua unsur?
Reaksi fisi?
Apa maksudnya?
Akun bernama AthFerz itu sukses membuatnya tak berhenti mencari info tentang sosok misterius itu. Kenapa bisa-bisanya ada orang asing yang mengiriminya pesan seperti itu.
Ck... Damar kembali mendecih saat informasi di layar ponselnya tak memberi jawaban atas kegelisahannya.
"Mas, ayo makan dulu!" Ajakan Alif dari balik pintu kamarnya telah membuyarkan pikiran Damar, paling tidak ia bisa mengistirahatkan kepalanya untuk sementara waktu.
"Iya dek."
Pintu kamar yang dipelitur mengilap itu terbuka lebar, menampilkan senyuman manis di hadapan Damar. Sesaat kemudian senyum itu digantikan raut kekhawatiran.
"Mas lagi sakit? Kok wajahnya pucat banget?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Alif. Damar hanya menggeleng, lalu mulai menjejakkan langkah kakinya.
"Mas nggak sakit, Lif. Maaf sudah buat kamu cemas." Lelaki itu membalikkan tubuh adiknya dan dirangkulnya pundak pemuda itu. "Ayo kita makan!" sambung Damar. Alif hanya patuh dan terus melangkahkan kakinya beriringan dengan milik Damar menuju meja makan.
Suasana di meja makan yang diisi oleh dua lelaki itu cukup hening, hanya ada suara denting piring yang tertumbuk oleh ujung logam.
"Mas," lirih Alif.
"Ya." Hanya sepatah kata itu. Damar menghentikan suapannya, lalu meneguk air putih di sisi kanannya untuk membasahi kerongkongannya.
"Apa Mas sedang ada masalah?"
Damar memandang sosok yang ada di depannya, menghirup udara sebanyak-banyaknya, dan kemudian memejamkan mata. Ia belum siap jika harus bercerita kepada adik satu-satunya itu.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Hingga detik ke lima belas, Damar masih saja bergeming dengan mata tertutup.
"Mas," desak Alif.
"Baiklah, Mas akan cerita semuanya, tapi Mas mau tanya dulu ke kamu." Damar menyerah, ia tak mungkin membungkam mulutnya terus-menerus.
"Iya."
"Apakah salah kalau Mas jatuh cinta lagi?"
Alif menggeleng. Pemuda itu mencoba memahami hati Damar. Bagaimanapun juga, kakaknya itu masih punya hak untuk bahagia, untuk mencintai dan dicintai. "Tapi... sama siapa?" Alih-alih menahan pertanyaan itu, bibir Alif justru tak kuasa memblokadenya.
Damar menggeleng. "Entahlah."
Jawaban singkat dari lelaki itu sukses mengukir tiga baris guratan di dahi Alif. Pemuda itu semakin tak mengerti apa yang dipikirkan Damar, sekalipun ia sudah mencobanya berulang kali.
"Maaf Lif sudah buat kamu bingung. Tapi jujur, Mas juga belum mengenalnya. Hanya sekali bertemu, dan itupun kami hanya saling bertatapan tanpa saling mengucap kata," sekalipun itu hanya sebuah nama.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUING
Cerita Pendek" ... saat semua rasa harus dikorbankan dalam peraduan takdir ... " Kalian tak akan pernah tahu bagaimana sulitnya menjalani takdir yang tak dapat berdamai. Another Bromance Story. Lanjutan dari HEMPAS. Akankah Arseno Damar Paramaditya menemukan ke...