Chapter 1 - 누구세요? 당신? (Who You?

197 7 1
                                    

Seberkas cahaya mentari mencuri celahnya di balik awan abu-abu yang bergelung di langit. Awannya semakin pekat, hujan deras mungkin akan datang dan mengguyur seisi kota Jongeup pagi ini. Temaram kota menyudutkannya di satu flat sederhana miliknya, tak ada aktivitas apapun yang terjadi seperti biasanya, mobil yang lalu lalang pun bisa terhitung oleh jari-jari tangan. Pohon-pohon tertiup angin kencang, namun tak goyah merobohkannya. Kini ia berdiri, tokoh pertamaku kali ini berdiri di depan jendela kecil di kamarnya yang terbuka sambil memandang kosong ke arah luar, tatapannya kosong tanpa arti, jendelanya ia biarkan terbuka dan beradu dengan tembok rumahnya hingga bunyi benturan terdengar jelas, ia masih terdiam. Gordyn putihnya berkibar kencang ke arahnya, tapi tak ada reaksi yang berarti. Air itu mulai menggenang, dan terjun ke pipi hingga dagu kecilnya, menangis. Jari-jarinya terkepal kuat, bibirnya mulai terbuka memperlihatkan gertakan giginya, dia menunduk dan menarik nafas.Jari-jarinya naik untuk menyentuh rambut hitamnya lekas menariknya dengan kencang.
Tokohku ini, Do Kyungsoo dengan seluruh kegeraman, keputusasaan dan pesakitan ia rasakan tatkala ia kehilangan terangnya. Kyungsoo merosot dan terduduk memeluk lututnya, menenggelamkan semua sinarnya. Tetesan hujan makin terasa kencang, semua lambang kesedihannya berjatuhan melampiaskan kesedihannya selama ini. Tangisnya makin kencang sampai akhirnya ia berteriak ke penjuru kota, berharap pahlawannya datang dan mengusir semua ucapan omong kosong orang yang berkata bahwa ia gila. Kyungsoo bangun dari duduknya dan berlari ke luar dari gubuk kecilnya lalu menatap ke atas langit menantang semua ketajaman yang ia rasakan, dan menyadari bahwa kenyataan itu sudah hilang dari dirinya.
.
.
.
Bunyi jangkrik memenuhi pendengarannya, di tengah-tengah barisan pohon yang sedang memekarkan bunga cherry pink yang beterbangan tersingkap angin siang hari ini. Hamparan hijau perkebunan juga turut andil menghiasi pohon-pohon bunga cherry sepanjang jalan yang dilalui olehnya. Ia menenteng sepedanya sambil memberi seluruh perhatiannya kepada pemandangan di hadapannya kini, bibir merahnya mengukir senyum indah hangat khas dirinya. Kakinya berhenti melangkah di tengah terpaan angin sejuk yang kini menghampirinya, matanya terkatup dan merasakan puluhan bunga cherry jatuh mengenai rambut hitamnya dan turun ke kemeja putih dengan rompi biru gelap yang ia kenakan. Rasanya seolah mengejek dirinya, ya hanya dirinya yang tersudutkan.
"Kyungsoo-ya!"
Kyungsoo membuka matanya perlahan, membuang semua bayangan yang sedari tadi hinggap di pikirannya dan menoleh ke arah suara nyaring itu tanpa memudarkan sedikitpun senyumnya, tetapi malah mengukir cengiran yang menampakkan deretan gigi di tengah bibir merah berbentuk hati itu. Ronanya tampak seperti bayi tak berdosa, kulit porselennya kini tampak menyelaraskan tampilan pemuda bak malaikat itu.
Pemuda lainnya itu kini tampak terengah dan memegangi lututnya dengan kedua telapak tangannya, rambut coklatnya tampak kontras dengan sepatu tali hitam yang sedikit bergaya dan tas punggung merah yang ia gendong. Kyungsoo meraih pundak sempitnya untuk sekedar membuat pemuda itu sedikit tenang, namun pemuda itu menangkisnya segera dengan cepat dan memperlihatkan wajahnya dengan
rectangle smile seperti..
"Baekhyun, kau oke?"
Berusaha meyakinkan dengan apa yang terjadi pada si cerewet Byun Baekhyun dan dengan cepat Baekhyun membalas dengan acungan dua ibu jarinya.Sedikit tenang mengetahuinya, Baekhyun terlihat sangat bersemangat pagi ini, buktinya ia berlari kencang dari kejauhan sambil berteriak sampai langit rasanya akan terbelah oleh suaranya yang sangat nyaring itu, itulah favorit Kyungsoo, Baekhyun yang terus meneriaki namanya dengan senyum seindah bunga cherry yang berjajar menghantarnya ke satu tujuan di depan sana. Keduanya tampak diam dalam seperempat jalannya hingga Baekhyun menginterupsi.
"Apa kau sibuk siang ini?"
Menatap Kyungsoo yang sedari tadi hanya menatap jalanan di depannya, sudah ia duga Kyungsoo tenggelam dalam lamunannya lagi dan tidak mendengar satu patah katapun yang ia ucapkan 17 detik yang lalu. Nafasnya dihela sambil menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal, ini terlalu sering terjadi saat temannya itu bermain petak umpet dengannya, melamun memikirkan hal pelik yang sama sekali tak penting.
Buk
Baru saja Kyungsoo merasakan sesuatu menghantam belakang bahu kirinya, rasanya panas dan sedikit menyakitkan, mungkin meninggalkan bekas. Ia mengelus pelan bahunya dan bertemu pandang dengan temannya yang kini merengutkan bibirnya dengan tatapan mematikan, Kyungsoo mencelos dan hanya memperlihatkan cengiran polosnya.
"Apa yang membuatmu seperti ini? kau lebih sering melamun"
Hati Kyungsoo sedikit terenyut dengan perkataan Baekhyun kali ini, ia sangat mengetahui kalau Baekhyun menyadari ini semua. Kyungsoo masih tetap pada yakinnya untuk tidak menyuarakan alasan benarnya di depan Baekhyun. Kemudian, ia tampak berpikir. Mengobrak-abrik isi kepalanya untuk memberi alasan 'logis'nya agar Baekhyun tak bertanya lebih dalam lagi dan kehilangan curiganya.
"Aku.. hanya memikirkan PR ku saja"
Alasan klasik, dirinya bukan murid sekolah dasar yang menyuarakan sebab tak masuk akal.
"Cepat ikut aku ke rumah dan kita minum-minum"
Tangan Baekhyun masih tersilang di dadanya. Kyungsoo tau Baekhyun bukan marah padanya, tapi jelas disana tercetak keingintahuan yang jauh tentang apa yang terjadi pada diri Kyungsoo. Baekhyun tau kalau temannya itu tidak dalam suasana yang baik-baik saja. That's all bullshit. Omong kosong Kyungsoo takkan mampu membuat Baekhyun berhenti menggali hati Kyungsoo untuk terus mencari jawaban sebenarnya.
.
.
.
Mug berisi kopi panas itu kini sudah tersaji di depan matanya, merefleksikan bayangan dirinya yang menyedihkan disana. Kyungsoo memandangi refleksi wajahnya di atas kopi panas itu, mata bulatnya itu sekarang lebih sering menyiratkan kepedihan, kehidupannya mulai berputar dan menjatuhkannya di tempat yang paling dasar. Cukup, Kyungsoo tak sanggup menatapnya terlalu lama dan memilih untuk menggenggamnya lalu mengantarnya ke gerbang mulutnya. Manis, rasanya masih seperti kopi panas buatan ibu yang dulu pernah ia cecap. Memorinya kembali berputar.
"Aku butuh penjelasanmu kali ini, Soo"
Kata itu terucap dari bibir Baekhyun yang kini mendudukkan dirinya tepat di depan Kyungsoo dengan tatapan penuh tanya yang ia tumpahkan ke hadapan Kyungsoo yang kini menunduk dengan kebungkamannya.
"Aku tidak tau, Baek. Aku rasa aku hanya merindukan hyung. Kau tau, Seungsoo hyung sekarang sudah sibuk dengan…"
"Ini Sehun lagi kan?"
Baekhyun menyela perkataan si kecil dengan lembut dan masuk tepat menusuk di rongga hati Kyungsoo. Keterdiamannya menjadi jawaban tepat sasaran untuk Baekhyun. Mulutnya terbuka namun masih tak ada satu patah kata yang dikeluarkan, semuanya masih tersangkut di tenggorokannya. Lidahnya mati rasa, badannya mulai berkeringat dan matanya membola.
"Sehun.."
Berhasil, satu nama yang sejak tadi berkeliaran di pikirannya keluar dengan lantang. Tenggorokan Kyungsoo makin tercekat, rasanya menghalangi setiap kata yang akan keluar dan disusul dengan penglihatannya yang kini mengabur tertutup genangan air mata yang berkumpul di pelupuknya hendak memaksa untuk terjun bebas menggores pipi halusnya.
"..aku rasa semakin lama ia semakin membenciku"
Senyumnya ia paksakan lagi, tapi Baekhyun masih tetap pada fokusnya dengan untaian kata yang terucap oleh sahabatnya itu. Masih sangat tidak yakin dengan apa yang dia dengar.
"Membenci? Untuk apa?"
Pertanyaan besar itu kini menghantam tepat di ulu hati Kyungsoo, ini adalah akar darisegalanya, Baekhyun berhasil menarik akarjawaban Kyungsoo keluar dari sana. Kyungsoo menjadi lemas seperti tak bertulang, ia sudah tidak kuat mengingatnya, mengingat kalau Sehun selalu menyalahkan dirinya.
"Ia merasa.. kalau kepergian ibuku adalah karena aku, aku yang tak pernah terima dengan kepergian ayahku.."
Ia menelan ludahnya sejenak dan membawa kedua telapak tangannya menutupi wajahnya yang sekarang memerah dengan lelehan air mata sambil sedikit membuat tawa tipuannya. Berusaha menenangkan kemelut gemuruh di hatinya. Menarik nafas dalam-dalam dan menyiapkan diri untuk mengatakan satu kejujuran yang selama ini dia simpan di benaknya.
"..karena dirinya"
Hangat menghampiri Kyungsoo yang kini memecahkan semua tangis dengan segala lara yang terpendam di lubuk hatinya. Baekhyun tau, dan sangat mengerti apa yang terjadi pada keluarga kecil Kyungsoo beberapa belas tahun lalu. Ia berharap pelukan hangatnya ini bisa membuang semua penderitaan sahabatnya, mungkin bukan menghapus tapi sekiranya bisa meredam semua pesakitan yang dirasakan Kyungsoo nya.
"Kau tau? Bahkan sekarang kau terlihat rapuh, Soo.."
".. jangan pernah berperilaku seolah kau baik-baik saja dan tak ada hal menyakitkan tersembunyi di hatimu, atau mereka akan bertumbuh menjadi satu penderitaan yang amat memilukan bagimu. Selamanya, Do Kyungsoo tidak akan pernah bisa membohongi orang lain terlebih dirinya sendiri."
.
.
.
"Baiklah hati-hati di jalan, Dyodoleu!"
Kyungsoo tersenyum sumringah sambil membalas lambaian tangan Baekhyun yang berarti mereka akan berpisah. Kini Kyungsoo mengayuh sepedanya dan sesekali menatap permadani violet yang membentang di atas langit kota Jongeup, sepertinya sudah terlalu sore untuk tiba dirumah dan pasti adiknya sudah menunggu mangkuk-mangkuk makanan di meja makan. Kyungsoo sampai di gerbang rumahnya dan menemukan rumahnya masih tampak gelap, mungkin kakaknyabelum sempat membayar tagihan listrik bulan ini. Kemudian memarkirkan sepedanya lalu memutar kran untuk mencuci mukanya, membasuh bekas airmatanya sore hari ini. Ia menggosok perlahan wajahnya, menyeka sisa air yang membasahi wajah putih pucatnya.
"Seungsoo hyung, aku pulang"
Tak ada sahutan, yang berarti tidak ada orang dirumah sejak siang tadi. Tapi kemana mereka semua? Apa kakaknya masih terus sibuk menjaga toko bunganya? Lalu Sehun? Apa sekolah mengadakan program lembur untuk siswanya yang mulai bosan di rumah? . Ia berjalan pelan sambil merambati tembok rumah kecilnya mencari saklar lampu untuk menerangi ruang tamunya.
Klik
Lampu kecil itu menyinari semuanya, kini semuanya tampak jelas di matanya. Televisinya dalam mode mati, baju-baju kotor berserakan diruang tamunya dan suara gemericik air juga mengalun di telinganya. Rasa penatnya kembali menjalar dari ujung kakinya menuju ke pusat syarafnya melihat semua keadaan yang terpampang di muka, bukan karena melihat keadaan rumahnya, tapi itu semua mengacu dan seperti menghinanya yang tidak pernah menerima kesukarannya kini padahal ia hanya terlalu rapuh untuk mengalahkan semua rasa ego yang mengatakan kalau ia kuat.
Suara dentingan jarum jam terdengar menemani kesendirian Kyungsoo kini, beradu dengan suara bising yang dihasilkan oleh si manis itu yang sekarang tampak menyibukkan diri di dapurnya. Apron biru yang ia kenakan kini sudah terciprat minyak goreng yang meletup di penggorengan, dia kira memasak ayam goreng tak akan serumit ini, berkali-kali ia harus menghindari letupan minyak yang hampir mengenai wajahnya. Ia terus berusaha membuang negatifnya, setidaknya letupan minyak itu tak akan membuat hatinya melepuh dan memunculkan rasa sakit yang mengiris.
"Aku pulang"
Suaranya terdengar seperti gumaman, tapi berhasil membuat Kyungsoo menoleh ke arah pintu ruang tamu yang terbuka lebar menampakkan pemuda dengan rambut brunette dengan bibir yang mengalirkan darah dan terus meringis kesakitan. Pikirannya teralih dengan pemandangannya kini, kepanikan itu tak dapat ia indahkan dari raut wajahnya. Ia lekas berlari menuju objek kekhawatirannya kini dan membiarkan ayam itu berubah kehitaman.
Telapak tangan mungilnya kini sudah tepat berada di permukaan kulit pucat nan dingin itu, kehangatannya sudah hilang di rebut keegoisan yang memenuhi diri. Sehunnya sudah hilang tertelan rasa dendam yang kian makin menjadi, hingga tak menyisakan satu sisi yang mengizinkan Kyungsoo untuk melihat sosok penuh tawa itu yang dulu.
"Bertengkar lagi?" Membantu pemuda itu duduk di lantai dingin ruang tamu dan melepaskan sepatu serta tas hitam yang menggantung di punggungnya.
"Kau mencuri?"
Menggeleng, dia menggelengkan kepalanya dengan nafas yang tersengal dan tangan yang memegangi lebam di rahang tajamnya.
"Mereka yang melakukannya.."
"..mengambil uang hasil kerjaku dari menjaga minimarket"
Tangannya terjatuh dari kulit pipi adiknya itu, kepalanya terkulai menahan sesuatu yang membuatnya sedikit merasa pedih. Senyumnya luntur dan lehernya sedikit tersedak, pernyataan itu yang membuat tenggorokannya tak mampu menelan ludahnya sendiri, persendiannya terasa ngilu.
"Sudah kubilangkan, untuk diam di rumah sesudah sekolah"
Ia mengatakannya dengan lembut seraya menatap dan mengelus kepala Sehun dengan lembut dan perlahan
"Itu yang selalu kau katakan, kau terus mengatakannya tanpa kau tau apa yang sebenarnya aku rasakan. Kau bahkan tidak akan mengerti, kau harusnya tau. Aku diancam keluar dari sekolah jika tak melunasi biaya bulanannya."
Dentuman meriam di dadanya sudah ditembakkan dari jawaban Sehun dan berhasil membuatnya diam dan tercengang dengan perkataan adiknya, dia menarik nafas dan berdiri membuang pandangannya ke arah lain, menyembunyikan airmatanya lagi. Usahanya dan kakaknya untuk mencari uang rupanya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka, ini terjadi sesudah ayah dan ibu mereka bercerai dan meninggalkan mereka sendiri tanpa memikirkan apapun. Dadanya makin sesak dan lehernya tercekat
"Kenapa? Kau tidak perlu kaget, aku hanya memberitahu, aku tak butuh belas kasihmu, sudah cukup kau membuat ibu meninggalkanku.."
Tangan Kyungsoo terkepal kuat dan giginya sedikit menggertak. Terlalu menyakitkan.
"kau sudah mengambil orang yang selama ini aku sayang hyung, karenamu, itu semua karenamu!"
"DIAM!"
Kyungsoo berteriak setelah mendengar bentakkan Sehun, adiknya sudah mengikatnya dengan segala penyesalan dan penderitaan. Ia tak mau kalah, ia tak bersalah disini, argumen di hatinya terus menyahut tak berjeda dan mendesaknya untuk mengatakan satu kata yang menggantung dan menancap di pikirannya
"Itu semua kau .."
"Kau yang membuat ayahku pergi setelah tau ibu berselingkuh dengan pria yang selalu meminjamkannya uang jutaan won dan itu ayahmu, Oh Sehun!"
Sehun diam dan berjalan gontai meninggalkan Kyungsoo yang terjatuh dengan lututnya dan menangis keras sambil memegangi dadanya. Tertohok dengan kenyataan yang Kyungsoo katakan. Kyungsoo bukan berniat menyakiti adik kecilnya, tapi ia tak ingin terus menjadi tempat pijakan Sehun yang selalu menganggap dirinya adalah penyebab semua penderitaannya, disini Kyungsoo, tokohku juga menderita, terasa seperti kehilangan nafas hidup serta angan-angan yang dulu selalu ia ucapkan. Tetapi, kehadiran Oh Sehun membuatnya terpaksa melempar semua kesenangannya ke laut bebas yang dalamnya tak dapat ia selami sampai kapanpun. Malam ini, Kyungsoo meninggalkan ayam goreng gosongnya dipenggorengan dan Sehun yang masih bersikeras dengan egonya.
.
.
.
Kyungsoo mengeratkan jaket hitamnya dan berjalan tanpa alas kaki, airmatanya sudah mengering di ujung matanya, tiap helaan nafasnya mengakibatkan asap putih karena dinginnya udara malam ini. Ia sesenggukan, membayangkan keadaan hidupnya kini yang terlihat mengerikan, bukannya tak menerima takdir dari buku kehidupan tapi ini terlalu nyata dan terasa menyedihkan. Cukup, kakinya mulai terasa perih. Kesabarannya kini terasa terinjak tak berarti, selama ini ia hanya berusaha meyakinkan kalau ini tak akan berlangsung lama. Ia bosan dan terlalu bosan untuk terus mengeluh kepada Tuhan, toh tak ada jawaban berarti yang ia dapatkan. Dunia memang tak pernah peduli pada orang rendahan sepertinya. Ia terus berjalan menapaki setiap ketidakadilan yang ia dapatkan menantang setiap kemungkinan yang ada di depan matanya.
Perjalanannya terhenti, tujuannya sudah di depan mata. Mengantarnya pada gedung sekolahnya, mungkin ia butuh menyendiri dan melupakan sejenak pertengkarannya dengan Sehun. Pikirannya sudah lelah berkecamuk, ia tidak merasa marah pada perbuatan adiknya. Kecewa. Itu perasaannya, ia hanya ingin Sehun tau dan berpikir bahwa Kyungsoo juga sudah berusaha mati-matian untuk keluarganya, ia tidak bermaksud mengatakan hal yang bodoh itu kepada Sehun. Nasi sudah menjadi bubur. Kata-katanya tadi pasti sudah ditelan mentah oleh adiknya, mungkin setelah ini Sehun akan membakar barang-barang Kyungsoo di halaman. Kyungsoo tak peduli.
Kelas 2-1
Jajaran meja dan kursinya masih terlihat rapi, papan tulis hijau masih tergores kapur putih bertuliskan deretan angka matematik yang ditinggalkan tadi siang. Lampunya menyala menerangi seluruh ruangan di koridor. Namun satu hal yang menjadi sorotan matanya sekarang, disana. Tepat di kursi paling depan jajaran kedua dari ujung jendela, dia menunduk fokus pada satu halaman di buku yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Rambut almondnya menutupi wajahnya, ia masih mengenakan kemeja putih berbalut rompi biru gelap dengan celana coklat muda. Kesenyapan itu menyelimutinya, tanpa satu keraguan untuk mematahkan tingkah anehnya dan tinggal disekolah sampai pukul 8 malam ini.
Kyungsoo berjalan perlahan sampai ke depan pintu ruang kelasnya, dari sini dia bisa melihat dengan jelas sosok lelaki itu. Kyungsoo bisa merasakan kalau dia bukanlah hantu yang berwujud ataupun orang dengan niat yang jahat yang mengetahui kedatangan Kyungsoo lalu menjebaknya. Dingin. Itu satu pancaran yang diberikan dari wajah eksotis dan bibir kemerahannya.
"Anu.. permisi?"
Lamat-lamat ucapan Kyungsoo merasuk ke indra pendengaran lelaki itu dan lelaki itu menolehkan kepalanya perlahan, hendak menemukan wajah seseorang yang berhasil membuatnya tergganggu akan kehadirannya. Kyungsoo semakin panik dan keringat mengalir dari pelipisnya, mungkin akan menyesali keputusannya untuk melihat lelaki misterius itu. Namun, itu tak terjadi dan Kyungsoo tercengang oleh apa yang dia liat kali ini, sosok itu dengan rambut almondnya. Mengukir senyum dan tatapan hangat diberikannya saat beradu pandang dengan si manis yang sepertinya terlihat takut padanya. Kyungsoo terlihat gelisah, tapi ini untuk pertama kalinya Kyungsoo..
Merasakan jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat.
"Kau, siapa?"

Mind to leave your comment?
tell me your little think about this wp fiction:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A LIE ON LAST WINTER // KaisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang