Seakan terbebas dari satu beban berat, Stanley membuka mata dengan perasaan lega. Akan tetapi ketika dia sadar bahwa tak ada Renata disampingnya, dia kembali tercekam ketakuatan. Ingatannya masih sangat baik akan kejadian semalam.
"Pagi!"
Sapaan merdu itu membuatnya bisa menarik nafas lega. Maka ia pun bergegas menoleh kearah munculnya suara itu.
"Pagi, sayang. Kok udah bangun?"
Dari pantulan kaca meja rias, Renata bisa melihat Stanley tengah tersenyum kearahnya. "Emang biasanya siapa yang bangun duluan?", kedua tangannya sibuk menupuk-nepuk seluruh bagian wajah dan leher, setelah sebelumnya dia tuangi kedua tangan itu dengan cairan perawatan wajah.Pertanyaan Renata, sekaligus sebuah jawaban bagi Stanley, yang menunjukan bahwa istrinya baik-baik saja. Ia pun tersenyum lebih lebar, sehingga lesung dipipi kanannya terlihat jelas oleh Renata, yang tampak membalas senyuman itu.
Selesai sudah ritual perawatan wajah dipagi hari, yang membutuhkan waktu lebih dari 30 menit. Wajah itu selalu terlihat cantik meskipun tanpa make-up.
"Hari ini aku ga kerja."Renata memutar badannya, berdiri, lantas melangkah menuju ranjang, dimana Stanley masih belum beranjak. "Kenapa? Kamu sakit?", dia memilih duduk ditepian ranjang. Tangannya terjulur untuk meraba kening Stanley.
Belum sempat tangan itu mendarat dikening, Stanley sudah meraihnya, kemudian berkali-kali mencium telapak dan punggungnya secara bergantian.
"Aku malas. Hari ini mau dirumah aja," tangan Renata berakhir dipipi kanan, dan tertahan disana.
"Jangan! Kamu mesti ngantor! Hari ini ada great sale. Kamu mesti kerja biar bisa bayar tagihan kartu kredit aku! Hahahaha...." tawanya renyah terdengar sampai telinga Stanley.
"Iya aku tau....tugas seorang istri, menghambur-hamburkan uang suami. Begitu kan?!""Ho oh," anggukan manjanya membuat Stanley gemas, lantas dengan cepat menariknya, hingga dia terjatuh didada suaminya.
"Aooww! Stanley!"
"Apa? Seneng kan kamu aku ngomong gitu?!", ia mendorong Renata kesamping, lalu dengan sigap menindihnya. Menahan kedua tangan Renata dikedua sisi kepalanya. Tanpa ampun, bibirnya menyerang seluruh wajah Renata. Stanley tahu, Renata tidak suka diperlakukan seperti karena dia belum mandi.
"Jangan lupa juga, selain menghamburkan uang suami, istri punya tugas lain!"
Renata meronta sambil tertawa. Sebisa mungkin dia menghindarkan wajahnya dari amukan bibir suaminya. Dan ketika bibir itu sampai pada bibirnya, ia mengatupkan kedua bibirnya.
"Mmmppppp..." Siapa yang mampu menahan godaan bibir Stanley? Lagi-lagi Renata hanya bisa pasrah.
Bahkan keadaan tengah berbalik. Sekarang giliran Renata yang begitu menggebu.
"Jahat kamu!", dia sertakan kecupan-kecupan diwajah Stanley. "Aku sudah mandi," kalimatnya kembali berhenti, untuk kembali mengecup sebentar bibir suaminya. "Udah pake sunblock," lagi dia lakukan hal yang sama. "Udah pake essence."
Bukan hanya bibir, kedua tangannya yang telah terbebas, kini salah satunya tengah bermain dipermukaan boxer yang dipakai Stanley. Membuat pemiliknya sedikit mendesah.
"Nanti bisa mandi lagi!", ditariknya ikatan simpul pada kimono Renata, yang seketika memaksa bagian depan tubuh istrinya terpampang sudah. Membuatnya makin bergairah.
💖💖💖💖💖
Senyum diwajahnya mendadak sirna begitu dia membaca sebaris pesan lewat aplikasi bbm di ponsel layar sentuhnya. Ponsel pabrikan Korea itu terlempar dengan kasar disampingnya, bersamaan dengan dihempaskannya kuat-kuat badannya diatas kasur untuk kembali berbaring, setelah sempat terduduk sebentar sekedar melihat gadget.
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Romance"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.