Day 20

992 143 31
                                    

Sejak kejadian 5 hari yang lalu, aku tak pernah bertemu dengan Rose dan bahkan Niall. Aku selalu menghindari Niall setiap kali ia ingin mengajakku berbicara dan lebih memilih untuk pulang mengajar lebih awal dibanding kelas yang Niall ajar karena aku sama sekali tak ingin menemuinya dalam kurun waktu yang tak bisa ku perkirakan sampai kapan. 

Aku tau kalau seharusnya aku memang tak perlu menghindari Niall, tapi hati kecilku selalu berkata untuk menjauhinya karena hanya mendengar nama Niall saja, pikiranku langsung tertuju pada Rose, lalu pada Harry, dan juga kejadian lima hari lalu.

Dan mengingat Rose adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. 

Sudah seharusnya aku melupakan dia sejak ia mengaku kalau ia sudah memiliki Harry, oh atau bahkan sudah seharusnya aku benar-benar tak peduli padanya sejak awal.

Ah, kau terlalu naif, Calum. Sudah jelas kau mencintainya tapi kau terus berusaha keras untuk melupakan gadis itu. Kau ini bodoh atau idiot?

Oh baiklah hati kecilku, kau menang. Aku memang sangat mencintai Rose, dan akan terus menjadi pecundang karena aku tak akan pernah bisa mengungkapkan perasaanku padanya. Puas?!

Pagi ini aku berniat untuk mengunjungi taman sebentar lalu membeli beberapa perlengkapan yang harus ku bawa saat ku pindah nanti. Hanya 5 hari tak pergi ke taman membuatku rindu menghirup aroma daun maple yang berguguran yang berbaur dengan sejuknya angin musim gugur. Nyanyian burung dan juga angsa yang saling bersahutan pun membuatku rindu dengan suasana hikmat itu setiap kali aku tengah melukis disana. Dan tak dapat ku pungkiri, aku juga teramat sangat merindukan Rose. 

Bagaimana keadaanya ya? Apa ia sudah putus dan sadar kalau Harry itu brengsek?

Aku menghentikan langkahku begitu aku sudah berada tepat di depan gerbang taman. Lagi-lagi aku tersenyum begitu mengingat kali pertamaku mengenal Rose. Aku membayangkan dirinya yang baru saja tiba di taman ini dengan sepeda merah muda kesayangannya itu dan juga dengan wajahnya yang selalu tersenyum. Dari kejauhan pun aku sudah bisa melihat kecantikan yang terpancar dari dirinya. 

BRUUUK

"Ma-maaf. Aku-" 

Nyaris saja aku mengumpat kesal begitu seseorang menabrakkan tubuhnya padaku, hingga mengacaukan semua imajinasiku tentang Rose. Kepala gadis itu yang semula tertunduk saat mengucapkan kalimat tersebut disela tangisnya pun mengangkat wajahnya dan menatapku kaget, tak jauh berbeda dengan diriku. 

Gadis yang sejak tadi mengusik pikiranku, kini tengah menangis tepat di hadapanku. Astaga, siapa yang membuatnya seperti ini?

"Maaf, aku tak sengaja menabrakmu. A-Aku-"

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tubuhku yang sejak lama selalu menahan diri untuk menyentuhnya itu pun akhirnya tergerak. Ku dekap erat tubuhnya itu sambil menghirup aroma tubuhnya yang selalu membuatku candu. Ia masih bergetar hebat dalam pelukanku. 

Beberapa kali aku melihatnya menangis, tapi aku tak pernah melihatnya menangis separah hari ini. Dan menurutku ini sungguh sangat keterlaluan. Aku tak akan membiarkan dan memaafkan orang yang sudah membuatnya menangis seperti ini. 

Cukup lama aku memeluknya, perlahan tangisan itu mereda. Aku pun melepas pelukanku dan menatap wajahnya yang masih saja dibanjiri air mata. Buru-buru ia menghapus seluruh jejak air mata yang sejak tadi membasahi wajahnya. Ku tarik kedua tangannya itu, lalu ku genggam erat, karena ku tau kalau saat ini ia sangatlah membutuhkan seseorang untuk menenangkannya. 

"Aku.... putus dengan Harry."

Wow, I'm not surprise. Aku sudah mengira kalau ia menangis karena si keriting tak tau diri itu. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tak melompat senang apalagi tersenyum senang karena mendengar pernyataannya itu. Jadi, aku hanya menautkan kedua alisku dan berusaha untuk menunjukkan wajah terkejutku. 

Unspoken Words // c.h [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang