"Lo tau kan, kalau lo bisa makan sendiri? Dan lagi, bukannya itu yang lo lakuin hampir setiap harinya? Menyendiri, bikin dunia sendiri dan nggak mau diganggu sama orang lain?"
Elang mengabaikan protes dari Sakura dan tetap melahap nasi goreng pesanannya tadi. Cowok itu hanya melirik sekilas, kemudian mengangkat bahu tak acuh. Dia meminum es jeruknya sedikit, membersihkan mulut dengan tissue, lantas berkata, "Gue lagi malas sendirian. Gue lagi mau ditemanin. Apa itu salah, Sakura?"
Sakura mencibir dan memutar bola matanya. Agak bete dengan sikap Elang ini. Meskipun menurutnya sikap Elang mulai berubah, tidak seperti di awal pertemuan mereka, tapi, Sakura masih menilai kalau Elang tidak mau terlalu terbuka. Cowok itu masih memberi batas. Mungkin, Elang masih takut untuk menjalin pertemanan atau semacamnya.
"Tunangan lo datang."
"Tun—"
Belum sempat Sakura menyelesaikan kalimatnya, meja di sampingnya digebrak cukup keras. Cewek itu terlonjak dan menoleh. Mendongak agar bisa bertatapan dengan oknum yang sudah seenak jidatnya menggebrak meja tersebut.
Langit?
"Lang-Lang? Ngapain lo—"
"Balik ke kelas," potong Langit langsung. Cowok itu menatap tegas manik Sakura, kemudian beralih kepada Elang. Diberinya cowok itu tatapan tajam dan dingin miliknya, namun Langit sadar kalau Elang sama sekali tidak terpengaruh. "Dan lo, gue nggak tau apa maksud tindakan lo ke Sakura barusan, tapi, gue kasih lo peringatan tegas. Jangan pernah dekatin Sakura dan bikin dia ketakutan, atau lo akan berurusan sama gue!"
"Itu ancaman?" tanya Elang santai. Dia bersandar dan bersedekap.
"Ya!" tegas Langit. Cowok itu meraih pergelangan tangan Sakura dan menariknya pelan supaya Sakura berdiri. "Gue rasa, lo bisa memahaminya dengan sangat jelas, Elang!"
"Terlalu jelas." Elang tersenyum tipis. "Ssekarang, silahkan lo tanya ke Sakura apa aja yang udah gue lakuin ke dia selama beberapa menit terakhir ini."
Kening Langit mengerut. Cowok itu benar-benar sedang berusaha keras supaya emosinya tidak muntah ke luar dalam bentuk makian atau bahkan pukulan. Dia menoleh, menatap Sakura yang menunduk. "Apa yang udah dia lakuin ke lo selama beberapa menit terakhir ini, Lou?"
"Nggak ada," jawab Sakura pelan. "Dia cuma nyuruh gue untuk nemanin dia makan. Itu aja."
Mata Langit masih betah menatap Sakura yang terus saja menunduk. Seolah-olah, cewek itu sedang menghindarinya. Seolah-olah, Sakura tidak ingin bertatapan dengannya. Dan entah kenapa, hal itu membuat hati Langit terasa sakit. Dia merasa oksigen mulai berkurang dari tempatnya berdiri sekarang, menyebabkan rasa pusing pada kepalanya juga sesak.
"See?" Elang bersuara lagi, menarik perhatian Langit. "Gue nggak berbuat apa-apa sama cewek kesayangan lo itu. Gue cuma menyelamatkan dia dari situasi yang sangat tidak nyaman di dalam kelas tadi. Adegan murahan yang lo ciptakan bersama mantan lo itu."
Tubuh Langit menegang. Matanya mulai tidak fokus. Ucapan Elang terus berputar di gendang telinganya, membuatnya tidak nyaman. Suasana mendadak berisik di sekitarnya, tapi, kenapa Elang tidak merasa terganggu? Kenapa beberapa siswa yang juga memilih bolos dan berada di kantin sama sekali tidak terganggu dengan kebisingan ini? Kenapa Sakura juga tidak bereaksi dengan keributan di sekitar mereka?
Atau... hanya dirinya saja yang merasakan kebisingan ini?
"Dia mantan pacar lo, kan? Keliatan dari cara lo menatap dia tadi. Lo kaget setengah mati. Kenapa? Lo takut kalau Sakura tau akan hal itu? Lo takut kalau Sakura pergi ninggalin lo? Karena kebusukkan lo terbongkar? Kalau diliat dari cara cewek bernama Naura tadi menatap dan menyapa lo, sepertinya dia masih cinta sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Penuh Sakura (PROSES TERBIT)
Novela JuvenilHai, namaku Sakura Alouis Dirgantara. Kalian semua boleh memanggilku Sakura. Aku tidak sendirian di keluarga Dirgantara ini. Aku memiliki tiga kakak kandung. Yang pertama, Salvador Augusta Dirgantara. Dia sudah berumur dua puluh enam tahun dan beke...