.
.
."Maaf, Rei... mungkin ini sudah tak bisa bertahan lagi. jadi, kita... putus saja"
Dengan senyuman tanpa makna yang kuketahui terpancar di wajahmu, kau menjawabku dengan tenang.
"Ah, iya.."
.
.
.3 bulan hubungan kami terjalin, dan dengan mudahnya hancur.
Hal ini membuat hatiku semakin tertekan karena kami adalah teman sekelas.
Disalah satu bangku dikelas, seorang lelaki dikerumuni oleh anak perempuan, yang juga bahkan dari kelas lain.
Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas wajah para gadis itu bersemu merah. dan pemuda itu.... Rwi, pasti penyebabnya.
"Haaah~"
Seperti biasa, Rei selalu bersikap baik, menanggapi semua orang dengan senyuman, tak peduli itu siapa. Tentu, bahkan untuk diriku, yang berstatus sebagai mantan nya.
"Eh, Eve, kamu kenapa? wajahmu pucat. apa kau sedang sakit?"
Tunggu?! Sejak kapan dia didepanku?!
"Kyaaa?!"
Semua mata tertuju padaku, tentu saja, aku langsung berteriak.
"kenapa?"
nada suaranya terdengar sangat khawatir.
aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku karena malu.
"ti-tidak kok. aku hanya... ngantuk?"
kenapa aku menjawab dengan ragu?! ah, bodoh!
"hm"
saat kudengar Rei bergumam, aku memberanikan diri untuk menatap matanya.
"Eh..."
dia menatapku khawatir. apa maksud tatapannya itu.
a-ah, mungkin tanda peduli terhadap teman, bukan?! haha, seharusnya aku lebih sadar diri!.
"syukurlah"
berakhir dengan kata itu, Rei berjalan kembali menju bangkunya yang dinanti oleh gadis-gadis itu.
kenapa...
kenapa kau berbicara seperti itu...
Rei, masih sama seperti dulu..
.
.
."Ah, Rei mungkin seorang filantropisme"
"Risa? apa yang kau bicarakan?"
Gadis tinggi berkulit putih yang duduk disebelahku tiba-tiba berkomentar tanpa ku mengerti maksudnya.
alih-alih menjawab pertanyaanku, dia malah mengganti topik.
"apa, Eve baik-baik saja?"
mendengar pertanyaannya membuatku tersenyum tipis.
Risa adalah tempat curhatku selama ini, ia pasti tahu hal yang sedang membuatku dadaku sakit, itulah mengapa ia bertanya.
"um, aku baik-baik saja"
kalau dia memperlakukanku seperti itu, aku jadi merasa kalau kami belum berpisah sepenuhnya.
hatiku selalu merasa berat karena sikapnya.
padahal aku tidak membencinya. bahkan untuk sikapnya itu, dan alasanku untuk putus dengannya.
aku sama sekali tak membenci Rei.
.
.
.sejak aku dipilih untuk menjadi ketua dibagian perlengkapan dan Rei--sebagai wakilnya.
kami selalu melakukan banyak hal bersama, dan membuatku jatuh hati padanya.
saat aku mengatakan bahwa aku merasa sangat nyaman dengannya, Rei mengatakan hal yang tidak terduga.
"kalau begitu, bagaimana kalau kita berpacaran?"
meskipun aku merasa cintaku terbalas, tapi semakin kupikirkan, hatiku semakin hancur.
karena bukan hanya aku yang nyaman dengan Rei.
dan bukan hanya aku yang dibuat merasa 'spesial' oleh Rei.
tapi, aku tetap menerima ajakannya itu. karena rasa sukaku padanya.
Dengan perasaanku yang egois, aku ingin memonopoli Rei, hanya untukku.
tapi, kurasa ini bukanlah hal yang bagus.
jadi, setelah 3 bulan, aku akhirnya memutuskan sebuah kesimpulan yang berat.
.
.
.homeroom pagi ini sedang berlangsung. kali ini kami membahas tentang persiapan festival olahraga yang diadakan minggu depan.
"baiklah, dengan ini untuk bagian seksi perlengkapan, mohon untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk festival nanti. uang yang dibutuhkan silahkan diambil pada bendahara"
eh, tunggu?! Pak guru tadi bilang bagian perlengkapan?! itu artinya kan...
"Eve, mohon bantuannya.."
Aku dan Rei akan pergi berbelanja?!
.
.
.aku mempercepat langkahku ketika seseseorang memanggilku. oh, astaga tidak bisakah ia mengerti perasaanku?!
"Eve! Hei, Evelyne!"
grep'
"a-ah... Rei..?"
aku takut-takut membalikkan tubuhku untuk berhadapan pada Rei yang tengah menggenggam tangan kananku.
"kenapa kau mengabaikanku? kita kan harus pergi belanja"
aku meneguk ludah, tak mungkin kan kalau aku bilang karena aku menghindarimu?
"ah... aku buru-buru ke toilet."
"tapi toilet ada diarah sebaliknya.."
glek'
"ahaha, benar Juga!"
Dengan canggung aku tertawa kaku, tangan kiriku menggaruk tengkuk, berusaha menghilangkan kegugupanku.
"apa kau segitu membenciku,Eve?"
"he-heh? apa yang kau-"
"tidak apa, aku akan pergi sendiri. sebaiknya aira istirahat dirumah, karena wajahmu sangat pucat"
apa...
kenapa kau berkata seperti itu?!
"Rei, aku.."
"ah, aku duluan. bye.."
Punggungmu yang meninggalkanku membuat dadaku menjadi sesak.
kenapa kau bisa tau perasaanku?
.
.
.~TBC~
Yahallo, ini cerita pertama yang kupublis disini, ceritanya mungkin agak pasaran, jadi mohon dimaafkan.
Apakah ini kependekan? atau sebaliknya? Ah, maaf.
Semoga berkenan dihati, tunggu lanjutannya, ya? '3')/
KAMU SEDANG MEMBACA
The End of the Story of My First Love
Teen FictionJatuh cinta pada seseorang yang baik padamu itu wajar saja, apalagi sampai berkencan. Tapi, jika perlakuan baik itu tidak ditujukan hanya untukmu. Tentu saja membuat sedih. Merasa tidak spesial. Seakan sama saja. "Maka dari itu.. aku ingin memutuska...