Sudah berbulan-bulan, Maria selalu mengalihkan pandangannya bila berpapasan dengan Robin. Dan Robin belum mengucapkan satu kata permintaan maaf pun. Ia hanya bisa memandang Maria dari kejauhan.
Anak-anak yang biasa membully Robin tampaknya sudah bosan, dan sedang mencari sasaran baru. Kebencian yang mulai tumbuh dari anak lugu itu, mulai membuat keluguannya hilang.
Namun kebencian tidaklah indah, hal itu seperti kalung berduri yang melingkari pelakunya erat erat. Sedikit demi sedikit, Robin bisa melakukan perlawanan. Hingga suatu hari..
Willie itu, membuatku memukul Maria, teman berhargaku. Aku harus membalasnya setimpal dengan apa yang ia lakukan.
Upacara pembukaan tahun ajaran baru, menandakan bahwa Robin dan yang lainnya naik satu kelas. Kini ia menduduki bangku sekolah menengah pertama kelas 3.
Terakhir kali ia dibully, ia masih berbadan pendek dan berada di kelas 1 SMP. Walaupun itu sudah lama, ia tetap tidak memiliki teman dan hanya memiliki satu.. mantan teman.
Mungkin Maria sudah melupakanku..
Bruk.
"Eh maaf, maaf, aku gak sengaja, duhh" ucap Maria sembari merapihkan bajunya dan rambut panjangnya yang menjadi acak-acakan.
"Aku yang seharusnya meminta maaf, Maria" balas seseorang yang tadi ditabrak oleh Maria.
"Lah minta maaf kena.. pa?" seketika Maria tertegun saat melihat orang yang ditabraknya, ternyata dia adalah Robin.
Dengan tergesa-gesa Maria pergi tanpa membalas permintaan maaf Robin.
"Wah wah wah.. bocah satu ini tetap malang ya? Padahal kita udah gak pernah ngasih pelajaran lagi" ucap Willie dari belakang Robin, dengan selalu membawa pasukannya.
"Yuk ah cabut!" ucap Willie sambil melangkah pergi.
"Liat saja nanti, dasar anj***!!" teriak Robin dari kejauhan.
Tak lama, Willie dan pasukannya melangkah kembali ke arah Robin. Langsung saja, ia di pukuli oleh anak-anak yang dulu sering menindasnya.
Walaupun kini Robin bisa sedikit melakukan perlawanan, tetap saja ia babak belur. Satu banding lima, memang tak sepadan. Pertama dipukul dibagian perut, lalu kaki, pipi, tangan, hingga menjadi satu kombinasi diwaktu bersamaan.
Hingga Robin tak bisa melawan lagi, dan kini berbaring kesakitan.
Dari kejauhan, Maria memperhatikan Robin dengan tatapan sedih dan kecewa. Namun semuanya sudah berubah, kini, ia bukanlah hero bagi Robin. Dengan perasaan bersalah, Maria meninggalkan Robin.