RANDRA
Aku berusaha untuk tidak memasang muka kaget di depan cia saat ia mengatakan kalau sasshie ingin pemotretan pra-wedding dan wedding nya dipercepat dan dilaksanakan di bali. BALI? Seriously? dan itu semua dalam waktu dua minggu? Ha ha ha, benar-benar cewek luar biasa si sasshie ini. merubah semua jadwal yang sudah direncanakan dengan seenaknya saja.
Oke, aku memang menawarkan diri jadi fotografer pra-weddingnya, tapi itu karena aku punya dua alasan: (1) aku harus mengetahui alasan si cewek masam itu menamparku di depan umum waktu itu, dan meminta permintaan maafnya. (2) mungkin ini bisa menjadi kesempatanku mendekati cia. Mungkin.
Tapi BALI? Dua minggu? “Dia pikir gue ga punya kerjaan lain apa? Fotografer handal dan musisi kaya gue? “, decakku sebal dalam hati.
aku mengetukkan jariku di atas meja sambil berpikir, kira-kira alasan apa yang bisa aku berikan untuk membatalkan pekerjaanku yang lain selama dua minggu ke depan.
Cia menatapku was was, “kenapa ‘ndra? Jangan-jangan kamu ga bisa ya kalau di bali dua minggu?”, tanyanya. Tidak ingin membuatnya khawatir, dengan cepat aku memasang senyum lembutku,
“ga lah ‘sya, tenang aja. Lagian kan aku yang ngajuin diri mau jadi fotografer. Masa tiba-tiba aku batalin sih.”, ia menghela nafas lalu balas tersenyum, terlihat lega. Meski bete karena aku terpaksa harus membatalkan beberapa pekerjaanku yang lain demi pemotretan di bali ini, tapi lumayan lah kalau tiap saat aku bisa ngeliat wajah cia yang cantik banget ini.
“ih.. kenapa ndra kok senyum-senyum gitu? Emangnya ada yang aneh ya sama aku?”, cia tersenyum kecil sambil memandangku curiga. Aku hanya terkekeh pelan,
“ga, aku cuma lagi mikir, kemarenan kamu pake one shoulder dress gitu keliatan cantik banget, tapi sekarang kok cuma pake kemeja sama jeans sih? Kecewa.”, godaku.
Cia langsung memukul lenganku pelan, “ish.. dasar pk!”
“loh, kok pk sih ‘sya? Eh aku nih lagi muji kamu lho. Harusnya kamu bilang makasih dong.”, candaku tak terima disebut pk alias penjahat kelamin,
“tuh kan, still bad boy. Muji apanya, itu namanya kamu lagi ngebayangin yang engga-engga tau. Kemarin tuh aku dressy karena menyesuaikan sama tempatnya juga, kalau sekarang kan cuma ke starbucks, ngapain juga deh pake baju begitu.”, balasnya tak mau kalah sambil menyeruput frappucino-nya. Cia jadi terlihat seperti remaja lagi kalau bertingkah kaya gini. Aku hanya bisa tertawa melihatnya, cia cia.. kok manis banget sih? Mau gaya tomboy, sexy, apapun itu, tetep aja ngegemesin.
Tapi tiba-tiba lesung pipit di wajahnya langsung memudar saat handphone nya bergetar, ada telpon masuk. Raut mukanya sekejap terlihat sedih. Ia lalu mengangkat telpon itu, dan berusaha tersenyum lagi,
“iya re?”, ucapnya. Cia lalu tersenyum padaku sambil mengisyarakatkan, ‘telpon dari reva’, dan undur diri ke luar untuk mengangkat telpon.
Aku sesekali mengamati sosok cia yang menelpon reva sambil memikirkan kejadian sabtu malam lalu. Jelas sekali terlihat kalau cia pasti ada ‘hubungan’ dengan reva. Tapi kenapa reva malah berniat menikahi si cewek masam itu? lalu.. kenapa juga si cewek masam itu menyebut cia cewek jalang? Apa cia selingkuh sama reva?
Aku berusaha membuang pikiran-pikiran itu dari otakku. Tidak, tidak, tidak. tidak mungkin cia merebut pacar sahabatnya sendiri. aku mengenalnya cukup baik, dia sama sekali bukan wanita seperti itu. lagipula kalau memang begitu kasusnya, seharusnya si cewek masam itu kan bisa langsung melabrak cia dan reva, tapi nyatanya ia tidak berkata apa-apa dan malah lari sambil menangis. Benar kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Us
RomansaRandra Scott Aley, Tasya Syifia Saranindita Putri, Tabitha Alicia Norman, Revano Putra, dan kisah mereka dalam memperjuangkan 'cinta' mereka masing-masing. "To make one person the center of your world is bound to end in disaster. There are too ma...