Imagination

24 4 9
                                    

"Bersamamu adalah suatu imajinasi tersendiri yang berkeliaran di pikiranku tanpa ada seorangpun yang menyadari itu"-unknwn.

^^^^

Gadis itu berlari tertawa tawa riang tanpa beban sedikitpun. Rambutnya terurai lebat dibahunya.

Jepitan pita yang selalu ia pakai masih tetap hinggap dirambutnya menghiasi mahkota tersendirinya yang berwarna cokelat keemasan itu.

Semua mata tertuju padanya. Menatapnya penuh tanda tanya tanpa diketahui gadis tersebut.

Sorot matanya memancar ketidak pedulian. Gadis itu bahagia. Dan ia tak perlu memikirkan orang lain yang menilainya tanpa mereka ketahui apa sebenarnya yang terjadi karena itu tidak membuat sedikitpun rasa bahagianya berkurang.

Ia duduk disalah satu ayunan diikuti oleh teman sebayanya. Kedua tangannya menggenggam erat kedua rantai yang menjalar erat pada ayunan yang ia duduki.

"Kamu tau gak? Apa yang bikin aku selalu suka sama ayunan ini?"Tanya gadis tersebut kepada Seseorang yang juga melakukan hal yang sama sepertinya, duduk diayunan dan tersenyum sumringah.

Laki laki disampingnya menggeleng pelan dan langsung di respon penjelasan oleh gadis tersebut.

"Aku dari dulu suka banget main disini. Apalagi kamu inget kan? Pertama kali itu aku ketemu kamu disini!" Gadis itu tersenyum lebar dan segera melanjutkan penjelasannya " 7 tahun lalu, saat aku sendiri disini karena teman teman aku ninggalin aku hanya gara gara Barbie aku
Ada sayapnya. Dan kamu tiba tiba datang. Dan kamu kasih aku barbie yang sama kayak mereka karena kamu keikutan sedih lihat aku nangis. Padahal saat itu aku gak kenal kamu dan kamu juga gak kenal aku. Yang buat aku bingung kenapa kamu sampai rela beli Barbie itu buat aku."

"Dan saat itu. Hanya kamu teman aku satu satunya tanpa aku sendiri gapeduli apa gender kamu. Dan juga setelah hari itu. Kita jadi semakin dekat. Kamu inget gak? Kan kita pernah bikin Club Mata Mata yang tugasnya Mengikuti dan Mencatat siapapun yang berlaku jahat sama kita. Itu benar benar konyol! Aku sendiri suka tertawa sendiri jika mengingat kamu dan aku saat itu. Kita benar benar seperti anak kecil. Atau tepatnya memang benar benar anak kecil." Gadis itu tertawa.

Berbeda dengan laki laki disampingnya yang masih tersenyum mendengarkan penjelasan sekaligus kisah gadis itu bersamanya.

"Dan saat umur kita tepat 14 tahun. Kamu kasih aku jepitan ini"Gadis itu melepas jepitan pita merah muda yang ada pada rambutnya dan menunjukkannya kepada laki laki didepannya.

"Aku suka banget sama jepitan ini! Warna merah mudanya indah! Kamu waktu itu juga pernah bilang 'aku suka kamu pakai jepitan itu karena merah muda yang ada pada jepitan itu sama seperti warna pipimu saat engkau tertawa tanpa polesan make up sekalipun'. Aku ingat sekali saat kamu bilang itu ke aku. Dan tepatnya kamu bilang itu di ayunan ini. Tempat pertama kita bertemu."Gadis itu menatap lurus jepitan merah muda yang ia genggam lalu kembali menempatkannya semula pada rambutnya.

"Dan saat ulang tahun aku ke16 tahun. Kamu janji sama aku. Kamu gak akan pernah ninggalin aku apapun yang terjadi. Walaupun aku tau akan ada saatnya kamu ngingkarin janji yang kamu buat. Tapi aku gak peduli. Semasih kamu ada disamping aku. Itu udah lebih dari cukup.Tapi sekarang apa yang bikin kamu berubah? Kamu sama sekali gak pernah nanggapi semua cerita aku. Kamu hanya diam seperti patung yang terkadang hanya hisa tersenyum,menggeleng,dan mengangguk. Kamu kenapa? Apa aku membuat kesalahan?"Gadis itu berkata datar tanpa memperdulikan buliran bening yang lolos dari kedua matanya.

"Ender, kamu jawab pertanyaan aku!" Gadis itu memberontak mengguncang lengan laki laki disampingnya.

"Jawab ender! Jawab!!" Gadis itu terisak. Menutupi wajahnya. Butiran bening yang sedari tadi mengalir semakin berjatuhan tak terkontrol membasahi wajahnya yang polos.

Laki laki itu bangkit dari duduknya. Mulai menghampiri gadis itu. Berdiri didepannya lalu tersenyum dan mengangkat dagu gadis itu.

Ia mensejajarkan wajahnya dengan wajah basah gadis tersebut. Tangannya mulai menghapus airmata yang lolos dari mata gadis tersebut.

"Jawab aku ender!" Suara gadis itu mulai melemah.

Laki laki itu tetap diam. Mulutnya masih tetap terkatup rapat seakan sudah dikunci rapat rapat.

"Shera?"Seseorang menepuk pundaknya.

Gadis itu menoleh menatap seseorang dibelakangnya.

Itu sahabatnya, Farah.

"Kenapa kamu nangis?"Tanya Farah sambil menatap sendu gadis yang bernama, Shera itu.

"Ender gak mau jawab pertanyaan aku. dia bahkan gak mau ngomong lagi sama aku" Shera menundukkan kepalanya sedih.

Laki laki yang dimaksud Shera tetap terdiam tak menanggapi.

Berbeda dengan Farah yang menatapnya penuh kepedihan. hatinya remuk melihat sahabatnya sesedih dan seputus asa ini.

"Kamu tau Sher? Alexender akan lebih bahagia kalau kamu bisa melepaskan kepergiannya." Farah mencoba menghibur Shera.

"Gak. dia ada disini kok! dia dari tadi dengerin cerita aku." Shera Menggeleng mantap. Matanya langsung teralih kepada iris cokelat jernih milik ender.

"Berhenti berimajinasi Shera. Itu akan membuat Ender tertekan begitupula dengan mu. Ender telah tiada dan kamu harus bisa menerima kenyataan itu" Ucap Farah tegas. Ia tahu seharusnya ia tak mengatakan seperti ini.

Tapi waktu terus mendesaknya. Ia tak bisa melihat Sahabatnya tertekan terus terusan seperti ini.

Bisa bisa semua orang yang melihatnya akan menganggapnya gila karena berbicara dan tertawa sendiri.

Dan ia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya kalau sampai Sahabatnya benar benar kehilangan kewarasannya.

"Enggak farah. Enggak. Ender disini" Shera semakin terisak. Pandangannya masih terpancar pada Ender yang tersenyum kepadanya yang semakin lama menghilang ditiup angin. Seolah dirinya rapuh seperti debu yang dapat dengan mudahnya dibawa pergi oleh angin.

"Ender disini Farah!"Ia tetap terisak sambil memeluk Farah yang terus saja menenangkannya.

"Mungkin ada saatnya Ender hanyalah suatu bagian Imajinasimu yang mungkin akan terwujud suatu hari nanti" Farah Tersenyum.

Meski ia tahu. Sahabatnya sulit sekali melepaskan ender.

Apalagi kematian Ender terjadi dengan tragis.

Ender meninggal sebelum ia menyatakan cintanya kepada Shera yang sedari tadi menunggunya diBangku Ayunan.

Sayang sekali, takdir tak mempertemukan mereka. Ender kecelakaan dan meninggal ditempat akibat benturan yang sangat keras pada kepalanya dan membuatnya tak dapat tertolong.

Dan pada saat kejadian itu . Shera tetap menunggu Ender hingga jam 8Malam karena Ibunya menjemputnya dan langsung memberitahunya kabar buruk tersebut.

Hati Shera sakit. Seperti tertusuk beribu belati dan dibelah begitu saja oleh tajamnya mata pedang.

Hatinya mati rasa.

Sampai ia menjadi gila.

Terus berimajinasi seakan Ender masih bersamanya dan mencoba bersikap seperti biasanya.

Hingga sekarang. Ia harus yakin untuk berhenti berimajinasi. Walau mungkin sulit baginya untuk benar benar melupakan Ender.

Tapi ia yakin suatu hari. Semua imajinasinya akan menjadi nyata. Dan ia berharap akan seperti itu

^^^^

First OneShoot Story😂

Hope you like it.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Imagination(1/1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang