Coming Back

984 77 10
                                    

05.00 PM
~
Ava's POV
Asal kau tau saja, aku sedang berada di pesawat sekarang.

Pesawat baru saja melaju dari lintasannya dan aku sudah berada di dalamnya selama tiga puluh menit.

Aku sebangku dengan Mom, tapi, Mom sedang tidur, dan aku, mata panda ku ini hanya bisa memandangi keadaan sore hari dari atas awan, walaupun sudah agak bosan dengan yang sedang kutatap saat ini, aku tetap saja melakukannya.

Hal yang sedang kutunggu adalah pemandangan malam hari negara Indonesia.

Omong omong, aku suka sekali suasana malam, mulai dari lampu lampunya, awan awannya yang terkadang dapat terlihat dengan jelas, berbagai macam warna yang terlukis di langitnya, bintang bintang yang bertaburan, bulan yang bersinar terang, dan masih banyak lagi.

Terkadang, ini semua membuatku teringat akan saudara laki laki ku yang umurnya tak jauh dari aku, Jack Johnson lebih tepatnya, dan tentu juga temannya, yaitu Jack Gilinsky. Aku terus bertanya tanya apa yang sedang mereka lakukan sekarang, keadaan mereka, dan juga masih ada 1001 pertanyaan yang berputar putar di kepalaku. Jujur saja, walaupun aku sering bertengkar dengan Johnson, bagaimanapun juga, aku tetap sangat rindu dengannya bila lama tidak bertemu. Dan tentu saja, bagaimanapun juga, Johnson adalah kakakku.

Rasa kantuk pun datang menerjang, aku tak bisa mengelak, akhirnya aku kalah, mataku terpejam.

07.12 PM
~
Shawn's POV
Aku tak bisa tidur, pikiranku sedang dihantui oleh bayang bayang wajah orang yang mengirimiku teror sms itu, sekilas, aku berpikir bahwa wajahnya mengerikan, imajinasi di otakku mulai membeludak, membuat sebagian dari bulu kudukku berdiri.

Suara menggetar dari saku celanaku pertanda ada sesuatu yang harus dicek dari ponselku, dan ternyata satu pesan masuk, yang ternyata lagi lagi dari teror itu. Isinya adalah,

To Shawn : Be careful, Shawn, aku akan selalu berada di dekatmu kapan pun itu. Oh iya, kita satu pesawat loh ngomong ngomong.

Saraf adrenalinku mulai bekerja, rasanya tubuhku membeku seketika, banyak sekali pikiran pikiran negatif yang terlintas dalam benakku. Aku takut kalau dia adalah semacam teroris profesional bayaran atau apalah. Ia memiliki banyak sekali cara agar alat pemindai barang di bandara tidak berfungsi sebagaimana mestinya

Sisi lain dari diriku menyuruh untuk membalas pesan itu, aku sudah pernah mencobanya, tetapi itu semua sia sia, pesan yang pernah aku kirimkan tidak pernah masuk ke ponsel pemilik nomor itu, selalu saja ada pemberitahuan bahwa pesan yang akan aku kirim tidak dapat terkirim. Aku juga berpikiran untuk menelepon nomor itu, tetapi rasa takut menghantuiku, aku takut terjadi apa apa saat aku menelepon nomor tak jelas tersebut.

Sudah dua jam aku melamun sembari melihat pemandangan malam hari dari atas sini, sedangkan Cam, yang sedang tidur di sebelahku, lagi dan lagi, tetapi aku senang senang saja, karena dia cukup pendiam saat menaiki alat transportasi.

Aku bertanya tanya bagaimana perasaan hati Ava sekarang. Apakah semua sudah terobati dengan cara melihat pemandangan ini saja? Apakah itu semua cukup baginya? Liburan singkat yang dipenuhi cobaan ini, apakah pantas untuk gadis sepertinya? Ia terlalu baik untuk disakiti.

Aku tau semua hal kecil tentang Ava, bahkan hal kecil yang sering ia lakukan dan hal sepele yang dengan tidak sadar ia lakukan, aku pun tau, aku rasa aku dan Ava bukan sekedar teman saja sekarang, bukan berarti kami sudah berpacaran atau apa, tetapi istilah atau julukan lain, mungkin teman tapi mesra, atau hubungan tanpa status, salah satu dari itu adalah julukan ku dengan Ava.

Aku juga tidak bisa membohongi perasaanku sendiri, sudah jelas sekali kalau aku menyukai Ava.

Sudahlah.

Mungkin aku harus tidur.

Aku lumayan lelah.

Author's POV
Semua turis asal New York tersebut akhirnya tertidur pulas, mereka semua memang sangat kelelahan sehabis menempuh beberapa masalah yang telah menghambat mereka untuk liburan di Indonesia.

Perjalanan dari Jakarta ke New York kali ini mungkin hanya memakan waktu sekitar 8 jam saja, tidak seperti biasanya, karena pesawat yang mereka naiki sekarang adalah pesawat yang dikhusukan untuk bepergian jauh dengan cepat. (A/N : ada aja ya pesawat yang kayak gitu)

Suasana di pesawat kini sangatlah sepi, sudah pukul duabelas malam, dan semua orang yang di pesawat tujuh puluh persen tertidur, hanya beberapa orang saja yang masih terjaga, mungkin mereka tidak mengantuk. Beberapa menit kemudian, Ava terbangun, ia menguap dan menoleh ke arah jam kuning yang bertengger di pergelangan tangan kirinya, ia kemudian memasang muka datarnya dan kembali ke posisi tidurnya. Ia pun menutup matanya dan kemsbali ke alam mimpi.

02.45 AM
~
Shawn's POV
Aku membuka mataku perlahan, setelah nyawa ku terkumpul semua, aku menoleh ke kanan, tempat dimana Cam duduk, rupanya ia sudah bangun sedari tadi.

"Shawn."

"Hm?"

"Sebentar lagi kita akan sampai."

"Pukul berapa ini?"

"Lihat saja ke jam tangan yang ada di tangan kananmu, apa gunanya kau memakainya."

Setelah itu, aku mengalihkan pandanganku ke arah jam yang sering sekali aku pakai, tapi jarang sekali aku melihat waktu di jam ku tersebut, ternyata benar, beberapa menit lagi, pesawat akan segera mendarat. Dan itu pertanda aku harus segera bersiap siap.
__________________________________

Sorry part yang ini agak short, soalnya nugas mulu sih aku, liburan sama gurunya dikasi lembaran tugas setiap matpel, haha -_-

Sorry for typo(s) atau jalan ceritanya yang makin absurd.

Makasi yang udh mau nge vote, spam vote, comments, and yang mau nge read fanfict ini aja udh makasih banget.

Ditambah lagi juga boleh :p

Happy 7K readers 😘
Piece out.
- elvasavania

Only You - Shawn Mendes (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang