Seorang laki-laki berjalan dengan santai menyusuri koridor sekolahnya. Dengan senyum sopan menghiyasi wajahnya ketika menjawab sapaan dari siswa siswi yang di lewatinya. Dia bukan seorang bad boy, dia hanya remaja laki-laki biasa pada umumnya. Dia merupakan orang yang santai, menyebalkan dan juga menyenangkan dalam satu situasi.
Dia Difta Ramadhan Putra Adiyaksa. Anak bungsu dari pasangan suami-istri Retha Adiyaksa dan Herman Adiyaksa. Adik dari Dikta Satria Puta Adiyaksa ini sangan menyukai musik. Apa dia bisa bermain alat musik? Maka jawabannya pasti, dari mulai gitar, drum, bass dan lainnya. Dia juga menyukai segala jenis musik dari pop, rock, RnB, Hiphop bahkan EDM (Electronic Dance Music) tergantung mood-nya. Bagi Difta musik adalah segalanya.
Dia merupakan orang yang tertutup pada siapapun termasuk terhadap keluaganya sendiri. Pada musiklah dia menuangkan segala rasa yang dia rasakan. Bahkan di pojokan kamarnya pun terdapat satu set drum yang kapan saja dapat dia mainkan.
"Woy, Dif!" teriakan Nathan mebuat Difta menoleh kebelakang dan mendapati Nathan –teman Difta- yang tengah berlari ke arah Difta.
"Gausah teriak, bisa?" Kata Difta tanpa menjawab sapaan dari Nathan.
"Elah, 'kan biar fans gue pada tau kalo Idolanya dateng." Jawab Nathan tertawa sambil mengapit leher Difta.
"Gue gak bisa nafas, njir!" Difta berteriak sambil mencoba melepaskan lengan Nathan dari lehernya.
"Gausah teriak, bisa?" Nathan menirukan kalimat Difta.
"Najis! Itu kata-kata gue." Yang tak dihiraukan Nathan.
"Eh.. Nando kemana deh?" Tanya Nathan sambil menaruh tas di bangkunya.
"Tau. Emang gue nyokapnya?" Balas Difta sekenanya.
"Bukan sih.. Lo kan pembokatnya!" Jawab Nathan sambil tertawa dan bonus mendapatkan jitakan di kepalanya.
Kringgggg . . . . kringggg . . . kringggg . . .
"Nah, udah bel.. Tumben tuh tikus belum dateng?!"
"Lo telfon gih, sono!" Jawab Difta.
"Ogah. Sayang pulsa!"
"Dih, pelit."
"Bodo!"
"Kang rujak!"
"Kang sayur!" Balas Nathan sengit.
Bersamaan dengan Pak Umar guru matematika yang diangkap mereka sangat tidak membosankan itu, Nando datang dan menyapa Pak Umar dengan cengengesan.
"Eh, Pak Umar guru SMA Nusa Bangsa yang paling ganteng udah dateng." Sapa Nando dengan cengengesan.
"Saya tau saya ganteng dan terimakasih pujiannya." Jawab Pak Umar dengan lucunya membuat siswa siswi di rung kelas XII IPS 4 itu bersorak. Pak Umar, guru matematika yang sangat menyenangkan dengan prinsip mengajarnya "kalau lagi waktunya serius ya serius, Kalau waktunya bercanda ya bercanda". Beliau selalu menyelipkan lelucon disaat mengajar agar mereka –siswa siswi- tidak bosan dalam belajar.
"Pagi ini gantengnya bapak berkali lipat!" Celetuk Nathan dengan menahan tawa sekaligus melancarkan modus agar ulangan hari ini bisa di batalkan.
"Gak usah dibilang saya juga sudah tau." Balas Pak Umar. Difta hanya tertawa mendengar rayuan Nathan dan jawaban Pak Umar.
"Nah, karna gantengnya bapak berlipat pagi ini, gimana kalau ulangannya diundur?" Nego Raka –teman sekelas Difta-.
"Setuju!" Teriak para siswa siswi dengan semangat.
"Oh, tidak bisa. Ulangan ya ulangan!" Jawab Pak Umar dengan tersenyum tegas. Gagal sudah modus mereka di pagi hari ini.
"Kamu ngapain masih di sini?" Tanya Pak Umar menoleh ke arah Nando yang sedang berdiri di depan kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Music In Poetry of Love
Random"Gue suka musik. Bagi gue, musik adalah segalanya." -Difta Ramadhan Putra Adiyaksa- "Puisi adalah tempat gue menyurahkan segala isi hati gue." -Tisya Adela Hermawan-