"Sudahlah mbak prill, jangan terlalu berlarut-larut sedihnya," Kata Sarah menenangkanku. Aku terus memandang undangan pernikahan.
Raka Dan Lily, begitu nama yang tertera didalam undangan itu. Aku memijat kening ku pelan.
"Mas Raka itu bukan jodoh mbak Prilly, mungkin mas Raka itu bukan yang terbaik untuk mbak Prilly.." Kata Sarah lagi. Sarah adalah asisten ku. Aku bekerja sebagai fashion designer. Aku membuka butik yang sudah kujalani hampir 4 tahun. Sebenarnya ini adalah butik warisan ibuku.
Aku membenamkan wajahku dibalik kedua tanganku. Aku menangis. Tak kuasa aku menahan sakit hatiku. Aku merasa cinta mempermainkanku. Rasanya baru sebulan yang lalu aku merencanakan pernikahan ku dengan Raka, dan sekarang aku dikejutkan dengan undangan pernikahan Raka dan Lily.
Aku mengusap pipiku yang basah karena air mataku. Aku mendongakkan wajah ku menatap Sarah. Tangan Sarah meraih pundakku. "Tenangkan diri mbak Prilly, mbak Prilly pasti bisa dapatkan yang lebih dari Mas Raka."
Aku dan Raka menjalin hubungan hampir 2 tahun. Namun, hubungan aku dan Raka tidak pernah disetujui oleh orang tuanya. Dengan kata lain kita menjalin hubungan backstreat. Orang tua Raka tidak merestui hubungan aku dan Raka karena mereka memiliki wanita untuk dijodohkan dengan Raka.
Kepalaku tambah berat rasanya ketika mengingat hal itu. Aku bangkit dari dudukku. "Aku pulang dulu sarah, aku percaya kan butik kepadamu, nanti sore aku kesini lagi." Kulihat sarah mengangguk mengerti. Aku berjalan menuju pintu keluar sambil menyambar tas ku yang kusimpan diatas meja.
"Prill.." Suara berat yang sangat kukenal itu membuat ku menghentikan langkah ku menuju mobil. Aku mendongakkan wajahku melihat pria yang kini berada tepat didepanku. Tubuh yang tegap, tinggi, rambut yang sedikit gondrong dan bola matanya yang hitam pekat.
Raka.
"Prill.. aku bisa jelaskan yang sebenarnya terjadi.." Kata Raka sambil berusaha meraih tanganku tapi selalu kutepis. Aku tak menghiraukan nya. Aku lalu berjalan lagi menuju mobilku yang terparkir.
"Aku masih sayang sama kamu Prill," Raka berteriak.
Aku menghentikan langkah ku dan kubalikkan badanku. Aku berjalan mendekatinya. Kutatap matanya nya nanar.
"Apa kamu bilang, kamu sayang sama aku, sayang kamu bullshit. Sayang kamu cuman kata, ngga ada perjuangannya sama sekali. Apa disini aku aja yang perjuangin hati dan hidup aku untuk kamu. Makasih buat kata sayang kamu. Aku cukup tau sayang kamu itu ngga ada pembuktian sama sekali.!!" Kataku penuh penekanan. Tetes demi tetes mataku mengeluarkan cairan yang sedari tadi aku tahan.
Aku langsung melenggang pergi meninggalkan nya. Aku sudah tak peduli lagi pada Raka yang terus memanggilku. Aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang.
◆◆◆
Entah bagaimana sulit kujelaskan sebuah motor jatuh dan pengemudi nya terpental membuat aku bergidik ngeri. Awalnya motor itu menyelip mobilku. Lalu truk dari arah kanan datang dengan tiba-tiba dan tabrakan tak bisa dihindari. Aku menghentikan mobil ku dan segera menolong pengemudi sepeda motor itu. Untung saja supir truk itu juga turun dan membantu ku. Ya walupun aku bukan termasuk dari insiden kecelakaan itu. Namun, hati ku tergerak untuk membantunya. Aku membuka helmnya. Kulihat dia masih sadar. Namun, setelah dia bergumam sesuatu seperti menyebutkan nama.
"Lily" Itu yang kudengar, pria itu langsung pingsan.
"Kedalam mobil saya saja pa, bapak tenang saja." Kataku pada Supir truk itu yang terlihat tegang. Dibantu dengan beberapa warga yang melihat. Kulajukan mobilku menuju rumah sakit.Sesampainya dirumah sakit. Pria itu dibawa langsung ke UGD. Aku menunggu diluar ruangan. Rasanya aku tak tenang melihat keadaan pria itu. Kepalanya berlumuran darah. Aku terus berdoa dalam hatiku. Semoga tak terjadi apa-apa pada pria itu.
Aku menunggu lebih dari 1 jam rasanya. Kulirik jam tanganku. Tepat pukul 2 siang.
"Mbak ini kekasihnya, istrinya, atau adiknya?" Aku refleks menoleh ke asal suara. Dokter ternyata. Aku bangkit dari dudukku.
"Oh saya, saya yang membawa pria itu kesini.." Jawabku.
"Kita akan melakukan Ct-scan pada pasien," Kata Dokter itu. "Ya..ya.. lakukan saja dokter. Lakukan yang terbaik.." Kataku dengan cepat. "Maaf dokter, saya menemukan handphone di jaket nya yang terus berdering." Kata suster yang baru saja keluar dari ruang UGD. Lalu dokter itu menyodorkan handphone nya padaku. Dokter itu melenggang pergi disusul dengan dibawa nya pria itu ke dalam ruangan Ct-scan. Aku duduk dan mulai membuka handphone pria itu. Syukurlah handphone pria itu tidak di password. Kulihat 5 panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak dikenal.Sial.
Umpatku dalam hati. Handphone nya mati. Aku harus menghubungi siapa kalau sudah begini. Aku mengambil handphone di saku celanaku. Kucari nama Sarah dikontakku. Kutekan tombol hijau dan mendekatkan handphone ketelingaku.