Part 3

6 0 0
                                    

Bukunya. Manis.



Hari ini aku terbangun berkat bunyi nyaring alarm dari handphoneku yang tidak berhenti berdenting. Dengan muka memberengut, kumatikan alarm dan bergegas mandi agar tidak terlambat lagi kekampus. Bahkan saat mandi pun aku masih dihantui rasa penasaran tentang siapa nama malaikat penolongku dan siapa orang yang kutabrak hingga jatuh tersungkur dan tidak jadi menolongnya. Sometimes I'm too good at remembering.

"Kiaraaaa, buruan mandinya. Yuk sarapan!", seru kak Lili padaku.

"Iya kak. Ini udah kelar."

Seusai sarapan, aku langsung bergegas berangkat ke kampus dengan harapan bisa langsung bertemu dengan malaikat penolongku. Namun harapan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Sesampainya diruang kelas, hanya ada 5 penghuni yang tak lain tak bukan adalah Bayu si cowok berkulit gelap, Sofian si cowok putih dari Papua dan 3 orang lagi yang belum kuketahui namanya. Aku langsung masuk dengan seulas senyum pada teman-teman baruku dan duduk dibarisan ketiga. Tentu saja aku tidak akan duduk dibarisan depan. Seumur-umur aku tidak pernah memiliki ide untuk duduk didepan. Bahkan dari bangku sekolah dasar, aku tidak pernah duduk dibarisan depan.

Aku hanya berdiam diri di tempat dudukku selagi menunggu Inka datang. Bosan berdiam diri, aku membuka hp ku dan berselancar di social media. Aku mulai mengecek satu per satu aplikasi socmed ku dimulai dari askfm, twitter, instagram dan terakhir line. Tanpa sadar, aku sudah berselancar kurang lebih 30 menit dan setelah memperhatikan sekitar ternyata kelasku sudah penuh dengan teman-teman sekelas. Namun, Inka masih belum datang. Tanpa menunggu lama, aku langsung menghubungi Inka lewat whatsapp.

Kiara : Inka, km dimana?

Inka : Ini lg ngantri lift. Dosen udh dateng ya?

Kiara : Belom kok. Tapi kelas udh rame

Inka : Okedee. Ini udah mo naik liftnya. bye

Tak lama kemudian, Inka memasuki kelas. Namun perhatianku bukannya tertuju pada Inka, tapi pada seorang cowok yang masuk tepat setelah Inka. Dia bukanlah cowok tampan bukan juga cowok tinggi yang akan menjadi idaman banyak cewek. Perawakannya tidak terlalu tinggi, tapi dia bisa dibilang putih dan bersih. Wajahnya tidak sedikitpun menampakkan kesan cool. Tipikal cowok lugu nan lucu. Setelah memperhatikannya cukup lama, aku baru menyadari bahwa dia adalah cowok yang kemarin menjadi penolong sekaligus korban yang tersungkur karena ku tubruk dari belakang. Sadar diperhatikan, cowok itu menoleh dan menatap tepat ke mataku. Aku yang ditatap tiba-tiba langsung terpaku tanpa bisa menoleh ataupun mengelak dari tatapannya. Sadar akan keterpakuanku, cowok itu langsung mengulas senyum yang manis untukku. Senyuman yang memporak-porandakan detakan jantungku. Senyuman yang mampu membuat wajahku tersipu malu.

"ADUUUHHH MASIH PAGI WOI AH. GA USAH TATAP-TATAPAN GITU DEH," teriak Inka membuat ku terkejut bukan main.

Akupun langsung menoleh dan memperhatikan sekitar. Tebak apa yang ku dapatkan?! Seisi kelas memperhatikanku dan cowok itu!!!
Ada yang cekikikan, ada yang tersenyum simpul, ada yang tersenyum malu, bahkan ada yang tertawa terbahak-bahak. Ya! Siapa lagi kalau bukan Inka. Astaga malu-maluin memang punya teman kaya Inka. Aku langsung membenamkan wajahku dalam telapak tanganku saking malunya.

"Apaan deeehhh," kata cowok itu menanggapi respon teman-teman sekelasku.

Tak lama berselang, dosen pun masuk. Pelajaran dimulai dengan tenang tanpa ada yang cekikikan dan menyinggung kejadian yang baru saja terjadi. Ditengah pelajaran, tiba-tiba dosen bertanya,

"Siapa saja yang sudah memiliki buku untuk mata kuliah saya?"

Aku dan beberapa temanku yang sudah meminjam kepada senior pun otomatis mengangkat tangan.

"Baiklah, terimakasih. Untuk yang belum punya mungkin nanti bisa dipinjem dulu buku temannya untuk mencatat tugas yang akan saya berikan." tanggap dosen itu.

Dosen kembali menjelaskan pelajaran dan perihal tugas yang beliau berikan. Setelahnya, pelajaran pun diakhiri dan dosen bergegas keluar ruangan. Tanpa babibu, aku langsung beberes dan hendak berdiri untuk keluar ruangan. Terang saja, aku kan masih malu untuk bersitatap dengan teman sekelasku. Namun, belum sempat aku berdiri, Bayu sudah berdiri tegak didepan dan berkata dengan lantang.

"SANTAI SANTAI. Jangan pulang dulu dong pada. Kita lanjutin perkenalannya. Mumpung ga ada kelas nih abis ini," cegatnya pada yang akan keluar ruangan, termasuk aku.

Perkenalan terasa sangat membosankan karena yang ada dipikiranku sekarang adalah keluar dari ruangan ini dan langsung pulang. Tanpa terasa, tibalah giliran cowok itu memperkenalkan diri.

"Perkenalkan namaku Dito Gautama. Kalian bisa panggil Dito. Asalku dari Bandung. Makasih." tuturnya singkat, padat, dan jelas.

Dito. Dito. Dito.
Nama yang terus kuulang sepanjang perkenalan dengan teman-teman sekelas. Hingga tibalah giliranku yang entah kenapa menjadi yang paling akhir. Mungkin karena sedari tadi mereka sudah memanggilku namun tak ku hiraukan karena ku terlalu sibuk dengan lamunanku.

"Perkenalkan namaku Kiara Anjani. Biasa dipanggil Kiara atau Ara. Aku dari Bekasi."

Yap. Aku memang dari Bekasi. Kota yang katanya berada di planet lain. Padahal Bekasi sekarang sudah lumayan maju. Jalanannya sudah diaspal semua, mall-mall nya bahkan banyak dan posisinya berdekatan satu sama lainnya. Sudahi saja pembahasan mengenai Bekasi ini karena memang tidak terlalu penting. Seusai berkenalan, aku langsung melangkahkan kakiku keluar ruangan. Tapi, sebelum aku sempat menyentuh kenop pintu, seseorang tiba-tiba memanggil namaku dengan lantang.

"Ara! Ara! Bentaaar," teriaknya. Ya tentu saja. Sudah bisa dipastikan yang memanggilku adalah Dito.

Tanpa perlu diarahkan, teman sekelasku kompak meneriaki kami.

"CIEEE!"

"ADUH CINTA LOKASI."

"MENTANG-MENTANG UDAH KENALAN!"

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

"Apaansiiihh kaliaaan," sahutku malu.

"Iyanih. Ga bisa liat orang seneng ya kalian," timpal Dito.

Dan kemudian sorakannya semakin riuh. Terimakasih kepada Dito yang menebar gosip panas kepada teman sekelas. Aku harus mempersiapkan diri untuk beberapa minggu kedepan menjadi bahan gosip yang akan membuat telinga serta mukaku panas.

"Ara, aku pinjem buku kamu ya. Boleh ga?" tanya Dito padaku selembut mungkin.

Seakan terhipnotis, aku langsung menganggukkan kepalaku dan mengeluarkan buku itu dari tasku. Aku langsung menyerahkan bukuku tanpa ba-bi-bu.

"Ah elah lu modus nya bisa banget yak," ledek Bayu pada Dito.

"Hehe engga kok," jawab Ditoo sambil menggaruk tengkuknya salah tingkah.

"Besok bawa lagi ya," tanggapku dengan canggung.

"Oke," jawabnya sambil mengulas senyum manis.

Seantero kelaspun kembali riuh dengan sorakan-sorakan yang membuat telingaku dan wajahku memanas. Aku bergegas keluar dari ruangan itu diikuti oleh Inka. Inka terus saja mencecarku dengan segala pertanyaan tentang kecurigaannya akan sikap Dito. Dito beginilah. Dito begitulah. Entah apa dasar atas kecurigaannya akupun tak tahu. Yang ku tahu hanyalah, aku terus mendengar ocehan Inka tentang kecurigaannya pada Dito hingga aku sampai didepan kosan ku.

Sesampainya di kamar kos, aku langsung mengganti baju dan merebahkan badanku dikasur. Rasanya badanku lelah sekali padahal aku tidak melakukan sesuatu yang berat sama sekali. Aku kembali memutar kejadian tadi pagi saat Dito baru datang dan kejadian peminjaman bukuku yang dilakukan juga oleh orang yang sama, yaitu Dito. Tanpa sadar, aku mulai menghubungkan kecurigaan Inka dengan sikap Fredo tadi hingga aku lelah sendiri dan jatuh ke alam mimpi.

Tak hanya di dunia nyata, bahkan ke alam mimpi pun aku masih memikirkan kenapa sikap Dito begitu manis padahal kami baru saja berkenalan. Entah apa maksudnya.

**********

Haiii Im back <3
Maaf ya butuh waktu 2 bulan untuk mengupdate part selanjutnya. Maklum author lagi hectic soal proposal skripsi.

Dont wanna talk much, how 'bout this part? is it good enough?

luvvvv

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang