1. Lahir dengan Suci

29 3 2
                                    

Medan, 12 Desember 1995
Terlahir seorang insan penerus kebaikan kedepannya. Wajah mungil dan senyuman yang indah terpancarkan dari bayi yang baru saja terlahir di dunia. Berjenis kelamin laki - laki dengan pancaran cahaya dari raut muka sang bayi membuat suasana ruang persalinan semakin penuh dengan senyuman kebahagiaan. Tangisan bayi yang keras membuat sang ibu dan ayah tertawa dan bahagia seraya mengucapkan syukur kepada tuhan yang maha Esa.

"Abi , tolong bawa kemari anakku sebentar. Aku ingin memeluknya dan ingin mencium kedua pipinya dan keningnya yang lembut", ucap sang ibu dengan nada rendah dan mengeluarkan air mata.

"Nah umi. Hati-hati memegang buah hati kita yang mungil ini.", ucap sang ayah sambil memberikan sang bayi kepada ibunya.

"Nak, kamu tampan sekali seperti ayahmu. Senyuman manismu terlihat seperti senyumanku dikala aku tersenyum. Anakku tersayang, umi ingin kamu ketika dewasa menjadi orang yang baik dan kuat menghadapi cobaan dunia ini nak.", ucap sang ibu kepada bayi mungilnya seraya mengeluarkan air mata kesedihan.

"Loh umi kenapa menangis ?", ucap abi keheranan.

"Tidak apa-apa bi. Hanya saja umi ingin memberikan nama anak kita Muhammad Harun Jamil al Amin.", ucap sang ibu dengan sedih.

"Iya umi. Anak kita akan kita berikan nama yang indah tersebut. Umi berhentilah menangis dan janganlah bersedih.", ucap ayah menenangkan ibu.

"Bi, tolong berikan kasih sayang abi kepada anak kita. Berikan dia arahan yang benar. Sampaikan pesan umi kepadanya bi. Umi sayang kepada anak kita. Umi sudah dipanggil tuhan dan umi sudah dijemput. Tolong jaga anak kita ya bi.", ucap sang ibu dengan keadaan sakaratul maut.
Suasana tiba-tiba hening. Lalu suasana ruang persalinan berubah menjadi suasana kesedihan. Sang ibu dari anak yang mungil bernama Harun yang baru saja dilahirkan telah dipanggil tuhan yang maha Esa.

Setelah kebahagiaan berlangsung datanglah kesedihan yang bergilir. Terkadang kita merasakan kenikmatan, terkadang pula kita merasakan kesengsaraan. Itu semua merupakan proses hidup yang telah ditentukan tuhan layaknya roda yang selalu berputar.

Setelah 5 tahun kemudian, sang bayi telah tumbuh menjadi anak kecil yang mungil nan bijak. Kasih sayang dari sang ayah membuatnya menjadi anak yang bijak dan menyayangi orang tuanya.

Tapi sekali lagi kemalangan menghampirinya. Sang ayah mengalami kecelakaan maut tepatnya pada hari Jum'at. Berita duka tersebut sampai ketika Harun sedang asik bermain bersama ibu susunya Aisyah. Pada saat itu Harun hanyalah seorang anak kecil yang belum bisa memilih mana yang benar mana yang salah. Dia hanya tau makan, bermain dan tidur. Dia tidak mengerti hal apa yang menimpanya.

Duka yang besar tak mempengaruhi hati Harun, karena ia tak mengerti hal itu sama sekali. Ia tak mengerti apa arti kesedihan. Kemalangan besar sudah terjadi lagi kepadanya. Ibu susu Harun tak kuat melihat nasib dari anak mungil tersebut. Dia menyucurkan air mata dan memeluk Harun erat dengan pelukan kasih sayang.

Harun merupakan bocah malang yang sudah ditinggalkan ibunya sejak bayi dan ditinggal ayahnya sejak umur lima tahun. Harun tumbuh bersama ibu susunya dan 3 anaknya yang tampan dan cantik. Harun tumbuh hanya dengan kasih sayang ibu susu beserta keluarganya tanpa kasih sayang ibu dan ayah kandung. Harun selalu menangis disaat keluarga ibu Aisyah berkumpul. Harun ingin sekali berkumpul dan bercanda tawa dengan ayah dan ibunya yang telah tiada. Dia merindukan hal seperti itu walaupun ia tak pernah merasakannya.

Nasi sudah menjadi bubur. Kata pepatah terkenal. Harun tidak bisa menyesali hal itu semua, karena hal itu merupakan takdir dari tuhan yang maha Kuasa.

Harun selalu menegarkan diri dan selalu menyandarkan dirinya kepada tuhan yang maha Pengasih lagi maha Penyayang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 23, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jalan yang KutempuhWhere stories live. Discover now