Part One

1.2K 35 5
                                    

Pernahkah kamu bertanya gunanya belajar dengan keras?

Pernahkah kau merasa tak ada guru yang memahami kita?

Pernahkah kau merasa kesal dengan sistem sekolah konyol yang bahkan tidak kita inginkan?

Pernahkah kau penasaran kenapa sekolah hanya tertarik pada siswa luar biasa, tanpa melihat penderitaan kita?

Dan berapa lama kita harus bertahan?

Pang duduk di meja belajar dengan laptop yang ada di depannya. Dia menduduk, dan mulai mengangkat kepalanya.

Hari ini, akan kuceritakan kisah sekolah ini. Ini kisah sekolah bernama SMA Ritdha dan kelas spesialnya yang disebut Kelas Berbakat. Monolognya.

***

"Selamat datang siswa tingkat M.4 SMA Ritdha" ujar guru menerangkan ke siswa di depannya. "Disini hanya ada siswa tingkat M.4, siswa M.5 dan M.6 ada disana." Ujarnya melanjutkan. Beberapa siswa mendengarkan dengan seksama, dan ada lagi yang mendengarkannya dengan malas tanpa ada yang tertarik. "Karena ini sekolah asrama, kami punya kamar untuk semua siswa." Berbanding terbalik dengan di kelas.

Dilorong sekolah, "Hei berhenti! Mau kemana kau?" teriak guru mengejar siswa yang berlari.

"Dengar, kalian diterima disekolah yang dianggap nomor satu di negeri ini."

"Hei, berhenti! Kubilang, berhenti!" tak memedulikan teriakan gurunya. Siswa itu hanya berlari lebih kencang. Melihat ke belakang, dan berlari lebih kencang lagi.

"Siswa yang lulus dari sini dan punya pekerjaan stabil, masa depan cerah, dan menjadi tokoh ternama negeri ini ada lebih dari 90%." Terang gurunya dengan percaya diri. "Tapi 10..." sebelum guru itu melanjutkan ucapannya,

"Berhenti! Kenapa Lari?" serentak semua murid dan guru itu menoleh ke luar, melihat seorang guru mengejar seorang murid.

Menghela napas. "Pang" sambil mengelenggkan kepalanya.

Dia menaiki tangga, merogoh saku celananya dan mengeluarkan handphone dengan di gantungi parasut. Melemparkannya ke arah balkon. Tersenyum, dan melanjutkan jalannya lagi. Guru ada didepannya, bukan yang mengejarnya tapi...

"Halo, bu..." sapanya sambil 'wai'.

"Berhenti, kenapa lari?" teriak guru di belakangnya. Dia menoleh ke belakang, dia tidak perlu berlari.

"Kenapa berisik?" ujar guru dengan tongkat yang digemgamnya.

"Anak ini mencuri teleponnya yang disita, Bu Ladda." Lapor guru tersebut, dia tersenyum canggung sambil melihat bu Ladda. "Kelas 8 lagi? Berikan ponselmu" perintah bu Ladda dengan menganyunkan tongkat digemgamannya.

Pang menyentuh saku baju, dan mengeledah dirinya sendiri di depan gurunya tersebut. "Tidak ada" ujar pang.

"Bohong! Pasti kau lempar ke bawah" ujar guru yang mengejarnya tadi.

Pang menoleh, "Itu ponsel, pak. Kalau kulempar, rusak dong!" argumen pang. "Lihat, benar-benar nggak ada padaku. Ibu mau aku buka celana?" tanyanya pada Bu Ladda dengan memegang resleting celana siap menurunkan celananya kapan saja.

"Berhenti" ujar Bu Ladda yang melihat Pang sudah menurunkan celananya. "Ya sudah"

Pang tersenyum. Bu Ladda berjalan melewati Pang. "Kembali ke kelasmu"

"Baik" jawab Pang.

Dia menoleh ke arah belakang. Tersenyum, aksinya tidak ketahuan. Saatnya dia kembali ke kelas.

***

TBC

THE GIFTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang