S-e-n-j-a... Senja
Berapa kali tak terhitung aku melihat senja ketika dia datang tersenyum. Dengan wajah melamun, kosong, sedikit tiupan angin sore dan segelas kopi hangat berada persis di sisiku. Sedikit berfikir kenapa dia begitu suka mencuri pandanganku, sedikit bertanya-tanya juga apakah ada orang yang tak suka dengannya, senja.
Hari ini sabtu pukul 17.15 WIB tepatnya bagian Solo Jawa Tengah, tepat di taman pinggir rel kereta api. Aroma wangi rumput liar dan bising suara kereta yang mengejar jam tepat tiba di stasiun, tempat dimana aku sering membunuh sekaligus menikmati waktu. Berdasarkan kesukaan sekaligus tempat ini terlalu menyedihkan untuk tidak dinikmati.
Raga, namaku Raga Hiratta Bima. R-a-g-a.
Jenis kelaminku laki-laki dan sekarang sedang menulis sembari minum kopi yang sudah kurang panas dan belum habis, dengan kesukaanku menikmati senja, menatap langit berwarna orange kelabu dan sedikit kadang berantakan dengan awan yang suka ribut sendiri. Tepatnya pukul 16.00 WIB aku sebisa mungkin dan harus bisa berada di taman rel kereta itu, tak rela rasanya meninggalkan momen yang menurutku sangat indah meski terkadang hanya sebentar saja.
Sekarang, boleh dibilang aku termasuk salah satu pemburu senja di waktu 17.15 WIB bagian Solo ini. Tak lupa juga di depan persis sebrang taman ini yang terpisah dengan jalan yang berukuran lebar 8 meter terdapat kedai kopi kecil milik Mas Joko, nama kedainya pun KOPI JOKO. Di kedai ini juga aku selalu memesan kopi yang terkadang selalu setia menemaniku menikmati senja. terkecuali hari rabu, kedai kopi milik mas Joko libur dan itu patut disayangkan. Kedai milik mas Joko ini lumayan dan bahkan sangat nyaman untuk menikmati secangkir kopi, kebetulan juga aku sangat suka dengan kopi Arabica gayo buatan mas Joko ini, dengan beberapa alat manual brewing di meja bar ia meracik kopi-kopinya.
Akan aku ceritakan sedikit tentang taman ini, sedikit kurang detail tapi seperti itulah. Menurutku ini taman paling romance yang pernah kutemukan di kota Solo ini, ada satu pohon besar yang tumbuh tepat di tengah taman ini, begitu sejuk dan cukup bagus kalau dinikmati di senja hari dan siang kalau lagi terik, juga mendung kalau mau. Ukuran taman ini kira-kira 20m x 10m dilapisi rumput yang selalu membuat pantatku sedikit sakit ketika awal diduduki, ada tiga bangku panjang yang menghadap kearah lintasan kereta. Selain romance banget, taman ini juga menjadi tempat favorit untukku belajar bermain harmonica walau sedikit kurang merdu waktu kumainkan, tapi kamu harus suka.
Begitu juga ketika dimana aku bisa menikmati kopi, melukis, membaca buku dan yang selalu aku tunggu adalah dimana senja itu datang perlahan dan hilang perlahan, jujur berwarna cantik, tak pernah mengharap balas untuk pijaran warna indah yang ia suguhkan dengan sukarela. Dia tak sekedar bercahaya, namun banyak cerita kelam dan senang di dalam warna yang ia pancarkan, memang sulit untuk di jelaskan hehehe sepertinya aku tak bakat menulis atau mendeskripsikan keindahan.
"Ga, dika kok tumben belum keliatan, biasanya dia datang duluan" suara keras mas Joko membuatku sedikit kaget ketika aku sedang fokus menggores pensil di buku gambarku dan kadang tak lupa melihat ke atas, melihat langit hingga sorot mataku masih melayang-layang menikmati indahnya langit sore itu. "eh, iyaa mas kata Dika sebentar lagi dia datang kesini. Aku pesen Arabica gayo dong mas, Syphon Proses yaa". Sautku sambil nyengir.
D-i-k-a... DIKA.
Dia adalah sahabatku, sedikit menjengkelkan karena selalu bangga dengan band dan idealisnya. Aku kuliah di salah satu Universitas di Solo dan Dika adalah teman sekelasku. Memang sesekali dia juga suka menemaniku di taman ini tempat dimana kita berdua sering berdiskusi dan berdebat bersama, dari topik yang kadang bermutu sampai beberapa hal yang kadang sangat tidak penting untuk dibicarakan.
Tak lama kemudian suara motor dan wajah songong memakai kaca mata hitam itu muncul. "Woi ga, gak bosan ya kamu sendirian terus dan selalu pacaran dengan buku gambar sambil liatin langit. Ehhh iyaa mas Joko kopi satu yaaa seperti biasa Arabica papua wamena". Dika memang selalu membuat suasana sepi, hening menjadi ramai, dengan gaya asik dan suara kerasnya.
"Wuihh anak raja dari mana sih nih orang? Baru dateng teriak-teriak hahaha" sautku sambil lanjut menggambar. "Biasa, tau sendiri kan darahku hampir biru ga haha" Dengan muka menyebalkan dia mulai berbicara ngelantur, bercerita tentang band, idealisnya dan tak habis-habisnya. "Iyaa iya terserah kamu sajalah" sautku sambil tertawa.
Hari itu, dimulai dengan senja, malam, pagi juga boleh kalau mau. Hariku sangat membuatku senang dan cukup membuatku ingin cepat memulainya lagi. Semoga kamu juga...
YOU ARE READING
Lima Seperempat
RomanceKetika senja bersahabat dengan secangkir kopi, diparuh waktu antara siang dan malam. Disana, terdapat ujung dari cahaya.