5. The Object of My Affection

38.2K 2.3K 42
                                    

Nah, jadi siapa yang menunggu cerita ini? Oh iya, aku punya cerita baru judulnya The Princess Answer, belum ada isinya sih. Baru perkenalan aja. Aku berencana melanjutkan kalo cerita ini sudah selesai.

Selamat membaca ya :)

_____________________________________________________


Life would be sweeter
If I just knew things better
So why did I get slammed by the door
Should I look for another?

Things may turn out differently

(The Object of My Affection-Mocca)

Bangun pagi memang sudah rutin dilakukan Vanno setiap hari. Namun, bangun saat seluruh penghuni rumahnya masih bergelung dalam selimut mereka, baru kali ini dia lakukan. Jam di kamarnya baru menunjukkan pukul empat pagi, sedangkan dia sudah selesai mandi dan berpakaian. Segera dia turun dari kamarnya di lantai dua menuju dapur. Dia pikir tak ada salahnya membuatkan sarapan untuk keluarganya.

Semalam dia berjanji mengantar Nina sehingga tidurnya tidak nyenyak dan berakhir bangun terlalu awal. Hatinya dipenuhi rasa bahagia karena dia akan bertemu Nina. Entah kenapa, semua yang menyangkut Nina bisa mempengaruhinya sedemikian besar.

Nina adalah gadis pertama yang Vano cintai hingga saat ini. Hanya pada Nina saja dia bisa berlaku manis. Sejak delapan tahun lalu sampai hari ini, rasanya tidak pernah berkurang. Bahkan ketika setahun lalu dia berjauhan dengan Nina, rasanya tak juga berkurang. Apakah ini berlebihan?

Vanno memutuskan membuat nasi goreng saja karena cukup mudah membuatnya. Setelah menyiapkan bumbu dan bahan-bahan pelengkap lainnya, barulah dia mulai memasak. Lima belas menit kemudian, nasi goreng yang dia buat siap untuk disantap.

Begitu Vanno berbalik untuk menaruh nasi goreng ke meja makan, dia dikejutkan oleh tiga orang yang telah duduk manis di meja makan—Papi, Mami, dan Epin. Mereka menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. Bagaimana bisa, dia tidak menyadari kehadiran ketiga orang itu?

"Sejak kapan kalian di situ?" Tanyanya penasaran.

Maminya terkikik geli. "Yang pasti kami tahu jika Abang memasak sambil senyum-senyum sendiri." Kali ini tak hanya Mami, tapi Epin juga yang tertawa. "Tumben-tumbenan sih Abang mau ke dapur? Pagi-pagi begini lagi. Liat tuh sekarang jam berapa?"

Jam di dinding menunjukkan pukul lima pagi.

"Sudahlah, lebih baik kita mulai sarapannya. Tidak ada salahnya juga sarapan lebih awal. Lagipula Papi lapar." Mami segera mengambilkan nasi goreng untuk Papinya. Mereka kemudian sarapan dalam diam. Benar-benar suasana yang aneh.

Selesai sarapan, Maminya dan Epin pergi ke kamar mereka masing-masing. Sedangkan Papinya, membaca koran pagi di ruang keluarga. Vanno sempat kembali ke kamar untuk mengambil kunci mobil kemudian bergabung dengan Papi di ruang keluarga.

"Abang sudah mau berangkat?"

"Sebentar lagi, Pi." Vanno mengambil posisi duduk di dekat Papinya. Dia tahu sebenarnya ada yang ingin Papinya bicarakan dengannya.

"Papi dengar Nina mau stay di Jakarta?" Vanno mengangguk. Papinya melanjutkan lagi. "Lalu bagaimana rencana Abang dan Nina selanjutnya?" Vanno terdiam—tak mampu menjawab pertanyaan Papinya. Dia dan Nina sama sekali tidak punya rencana mau dibawa ke mana hubungan mereka ini. Nina bahkan bukan pacarnya. Mereka tidak memiliki status apapun.

"Bicarakan baik-baik dengan Nina, Bang. Papi tidak melarang Abang berhubungan dengan Nina, tetapi Papi tidak ingin kejadian setahun lalu terulang kembali jika Nina meninggalkan Abang."

Catch The BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang