Hujan yang sangat deras disertai petir yang menyambar-nyambar menyambut kelahiran seorang pangeran baru di kerajaan Joseon. Bayi laki-laki yang mungil itu menangis begitu kencang, tak ingin kalah dengan suara petir yang menggelegar. Seorang kasim berlari-lari kecil menyusuri lorong untuk melaporkan berita baik ini kepada Raja Yongjong.
"Selamat, Jeonha, seorang pangeran telah lahir," lapor Kasim.
Raja Yongjong tersenyum bahagia. Segera ia pergi ke kediaman Min So-Ui, selir kesayangannya. Tangannya menggandeng putra sulungnya, Jeong Im, yang juga tak sabar ingin melihat adik barunya.
"Asyik, aku punya adik laki-laki! Kami bisa bermain pedang-pedangan dan kuda-kudaan. Selama ini aku tidak bisa bermain dengan adik perempuan. Mereka hanya bisa bermain boneka dan menyulam," kata Jeong Im girang.
Tetapi ketika hampir mendekati pintu masuk, Raja mendengar suara tangis pilu para dayang sambil memanggil-manggil Min So-Ui. Raja mempercepat langkahnya, kemudian terpaku di depan pintu kamar.
"Ampun, Jeonha... Min So-Ui-mama baru saja meninggal dunia," kata bidan kerajaan.
Raja melepas genggaman tangan putra mahkota, berjalan lunglai dan jatuh di samping tubuh selir yang paling dicintainya. Ia menggenggam tangan dingin Min So-Ui. Pipi yang tirus dan pucat diciuminya. Min So-Ui hanyalah seorang gadis desa yang sederhana bernama Min Jung. Raja bertemu dengannya ketika masih menjadi putera mahkota, waktu ia ditugaskan untuk memimpin pembangunan benteng di perbatasan. Raja Yongjong membawa gadis yang masih belia itu ke istana untuk menjadi pelayan, hingga akhirnya diangkat menjadi selir ketika ia sudah menjadi raja. Min So-Ui memang gadis yang lembut dan lemah secara fisik. Sudah dua kali mengalami keguguran, kali ini ia berhasil mengandung dengan susah payah.
"Jagalah dirimu baik-baik, So-Ui. Tidak masalah jika kau tidak memberikanku anak. Yang kubutuhkan hanyalah dirimu," kata Raja saat terakhir bertemu dengan Min So-Ui, sehari sebelum hari kelahiran.
Dan kini Raja hanya bisa menemui mayat istri kesayangannya.
"Min Jung-ah!!!" pekik Raja sambil memeluk mayat wanita yang ia cintai dengan air mata yang membasahi wajahnya.
***
Beberapa minggu kemudian, Putera Mahkota Jeong Im sakit keras. Tabib tidak bisa menyembuhkan penyakitnya yang tergolong langka di masa itu. Raja dan Ratu menemani anak mereka hingga napas terakhir.
"A... Abbamama... Eomma... Eommamama... maafkan anak yang durhaka ini... maaf... aku tak bisa... tak bisa menggantikan Abbamama..."
"Tidak, kau pasti sembuh, nak...," kata Raja sambil menangis dan menggenggam tangan putranya yang dingin.
"Jeong Do... adikku, Jeong Do... maafkan kakakmu ini, tak bisa ber... main denganmu lagi... Tetapi aku lega, karena akan ada yang menggantikanku... Se... lamat tinggal, Abbamama, Eommamama..."
Kemudian napas Jeong Im berhenti.
***
Raja duduk dengan gusar. Dua orang yang dicintainya pergi dalam waktu yang berdekatan. Kemudian Raja mendengar suara tangis Jeong Do yang begitu kencang, Raja menjadi sangat marah.
"Dasar anak pembawa sial! Ibumu mati gara-gara melahirkanmu! Sekarang kakakmu pun ikut mati! Kuperintahkan, bunuh anak sial ini!"
Ratu yang sedang menggendong Jeong Do sangat terkejut, "Jeonha, apa yang barusan anda katakan? Mengapa anda melampiaskan amarah anda kepada bayi yang tak bersalah ini?"
"Dia..." Raja menunjuk Jeong Do, "Dia pembawa sial. Cepat usir anak itu dari istana ini!"
Ratu memberikan Jeong Do kepada inang pengasuh, lalu memeluk Raja, menenangkannya. Ratu pun memutuskan agar Jeong Do tinggal di istana yang terpisah agar tidak menimbulkan kemarahan ayahnya.
***
notes:
So-Ui = gelar selir raja (ada So-Ui, So Won, bin-selir yg paling tinggi)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess ✔
Fiksi SejarahTrigger Warning!! Mengandung unsur kekerasan (meskipun aku berusaha membuatnya tidak terlalu eksplisit) . . . Dipilih menjadi Putri Mahkota, pendamping dari Putra Mahkota Raja? Siapa yang tidak mau? Itu adalah impian para gadis! Akan tetapi ketika...