Untitled Part 1

21 1 0
                                    

"Zweeeiiiii mau ituuuuu" suara seorang bocah laki-laki dengan mata merah jambu terdengar begitu manja, sambil kedua tangannya terangkat ke atas berusaha menggapai kue yang sedang dikunyah Zwei di meja makan.

"Kamu mau ini?" Zwei menatap bocah yang sering dipanggil Rena itu sambil memperlihatkan kue mangkuk yang tengah dipegangnya, Rena mengangguk sambil air liurnya menetes, membuat Zwei turun dari kursi makannya dan menghapus air liur Rena dengan lengan bajunya.

"Air liurmu banyak banget, ibumu pasti pas ngidam kamu gak pernah dituruti" kata Zwei sambil memberikan sebuah kue mangkuk pada Rena.

"...'ndam?" Rena menggigit kue mangkuknya dengan giginya yang baru tumbuh beberapa sambil memiringkan kepalanya sedikit ke kiri, menatap Zwei yang mengunyah kuenya dengan lahap.

"Udah deh.. bayi mana ngerti" balas bocah dengan rambut pirang tersebut sambil duduk di lantai, diikuti Rena yang segera meniru gerakan Zwei duduk.

Keduanya duduk manis di lantai sambil memakan kue mangkuk, Rena sesekali menatap kue mangkuk rasa coklatnya kemudian menggigitnya pelan, diikuti dengan omelan Zwei yang beberapa kali membersihkan remah kue di sekitar pipi balita dengan surai berwarna lavender tersebut.

***

Itu terjadi belasan tahun yang lalu, balita yang dulu makan dengan berantakan kini sudah bisa memakai pakaiannya sendiri. Dengan rambut keriting yang tertata rapi, Rena keluar dari rumahnya sambil membawa koper berisikan pakaian-pakaian dan perlengkapan lainnya untuk menghabiskan waktu di tahun ketiga pendidikannya di Hogwarts. Ia berjalan santai menuju stasiun sambil mengarahkan pandangannya ke plakat peron, mencari peron 9 3/4 untuk ia masuki.

Enam tahun yang lalu Zwei masuk lebih dulu ke Hogwarts, meninggalkan dirinya yang seorang anak tunggal bermain sendirian. Satu bulan pasca kepergian Zwei ke Hogwarts, Rena tak henti-hentinya bertanya mengenai kapan Zwei pulang. Kalau dipikir sekarang, memang itu adalah pertanyaan bodoh, tapi bagi seorang anak yang sudah merasa dekat dengan seseorang, pastilah itu menjadi cobaan yang begitu besar, terutama untuk makhluk manja seperti pemuda yang memiliki nama lengkap Renatha Lee tersebut.

"Ah, ini dia.." Rena mengambil jarak agak jauh dari dinding diantara peron 9 dan 10 kemudian berlari kecil melewatinya sambil mendorong barang-barangnya masuk.

Tiga tahun, kira-kira selama itulah ia tidak pernah mendengar kabar dari sepupu, sekaligus teman dekatnya tersebut. Setelah Zwei yang hanya keturunan half-blood diisukan masuk ke Hogwarts, orang tua Rena yang merupakan keluarga pure-blood cemburu, dan segera melatih Rena agar dapat menggunakan sihir ringan. Beruntungnya, Rena cukup cepat dalam menyerap ilmu dan bisa memakai mantra yang lebih kompleks dari anak seusianya.

"Hati-hati, ya!" seorang wanita dengan mata hijau menyala tersenyum sambil menepuk bahu tegap milik pemuda di depannya,
"Yea.. Tidak perlu diberitahu lagi, bu...,aku sudah tahun ke enam" pemuda dengan mata hijau yang sama terkekeh pelan kemudian memeluk bundanya dan menarik kopernya masuk ke kereta jurusan Hogwarts.

Di sisi lain, Rena menatap pemuda tersebut dari kejauhan. Dengan tatapan sepi, ia mengintip seolah dirinya adalah penguntit. Pemuda itu Zwei, teman masa kecilnya juga sepupu jauhnya yang lebih dulu masuk Hogwarts dan meninggalkannya sendirian.

"Semuanya masuk! Kereta akan berangkat!" Hagrid membunyikan lonceng besarnya sambil memandu para murid tahun pertama yang baru masuk, dengan agak tergesa-gesa Rena memasuki kereta dan mencari tempat kosong yang tenang.

"Fuh, akhirnya.." Rena tersenyum lega sambil duduk di kursi penumpang. Kebetulan Rena menemukan tempat yang sepi namun tidak kosong, di bagasi tempatnya duduk terdapat satu koper besar yang sepertinya milik orang lain, berbagi tempat dengan orang lain tidak terlalu buruk, pikirnya. Ia hanya berharap pemilik dari koper tersebut bukan orang yang berisik.

"Ahhhh... Lega rasanya~" Sebuah suara datang mendekat diiringi bunyi pintu yang tergeser pelan.

Rena menoleh dan membelalakkan matanya, "KAMU--!?"

~TBC~

Untitled ChildhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang