Flashback
Sebuh kecupan manis mendarat di keningku.
“selamat ulang tahun yah sayang….” Sosok di depanku kembali menyunggingkan senyumnya. Aku membalas senyumnya, dan menengadahkan telapak tanganku
“hadiahnya mana..?”
Dia tersenyum lagi, “anggap aja ciuman tadi hadiah dari aku..”
Aku pura pura cemberut, lalu diacak acaknya rambutku dengan penuh kasih sayang. Kutatap pria yang berdiri dihadapanku. Galih. Namanya Galih. Yup dia adalah orang yang aku cintai, yang sudah membuatku tergila gila karenanya. Galih 2 tahun lebih tua dariku, aku mengenalnya tidak sengaja ketika kami berdua sedang mengantri di salah satu bank, waktu itu aku sedang mengurus kartu ATMku yang hilang dan Galih mengurus kartu kreditnya yang patah. Berawal dari sanalah, kami berkenalan, dan tidak disangka kami bertemu lagi besoknya. Kantorku dan kantornya berada di gedung yang sama. Setelah 4 bulan mengenalnya, kami berdua memutuskan untuk menjalin hubungan. Dan sekarang hubungan kami tidak terasa sudah setahun.
"Jadi kamu bakal berapa lama di surabaya?" Tanyaku sambil membantunya memasukkan pakaian dalam kopernya.
"Paling cepat 2 minggu, Sha. Kalo urusannya cepat kelar, aku akan segera pulang.." Jawabnya santai.
"Kenapa harus kamu sih?"
Galih menghentikan aktifitasnya dan menatapku lalu meraih kedua tanganku.
"Nggak usah khawatir Sha. Kamu baik baik yah. Aku juga sebenarnya nggak tega harus ninggalin kamu dalam keadaan seperti ini.."
Aku menarik tanganku dari pegangannya," aku baik baik aja kok..kenapa sih kamu sekarang ikut-ikutan Vano ama mas Bagas..."
"Bukan gitu Sha..."
"Harus berapa kali aku bilang, aku baik baik saja. Kepergian mama dan papaku memang ninggalin luka dalam buat aku, tapi aku se depresi yang kalian pikir..." Potongko cepat. Air mataku mulai menetes. Sebulan yang lalu orang tuaku meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Itu adalah pukulan paling berat yang aku rasakan. Hampir seminggu aku tidak melakukan apapun. Aku seperti zombie seperti yang vano katakan waktu itu. Tapi aku bersyukur aku bisa melaluinya, walau tidak sepenuhnya, tapi tidak untuk orang orang disekitarku. Mas Bagas, Vano dan Galih, masih menganggap aku masih emosi aku masih labil.
Galih mengacak acak rambutku lagi.
“sudah..sudah..nggak usah dibahas lagi. Jangan merusak momen ulang tahun kamu dengan kita bertengkar..”
Secepat itu emosiku menurun, ini yang aku suka dari Galih, dia selalu mampu menenangkan aku yang sedikit egois dan keras kepala.
“makanya..cepetan dong packingnya, biar kita bisa makan diluar..” kataku kemudian.
***********************************************
Aku baru saja akan tidur siang, ketika mbok Yanti tergopoh-gopoh masuk dikamarku. Seketika aku bangkit dari tempat tidur, memandangi wajah mbok Yanti yang terlihat pucat. Tampak dia memegang telepon wireless di tangannya. Tanpa berkata-kata dia memberikan telepon itu padaku dengan tangan gemetar.
“halo….”
“Sha..handphone lo kenapa nggak aktif sih?” terdengar suara panic Vano dari seberang sana.
“nggg..batereinya abis. Kenapa Van? Kok kedengarannya panic gitu?” tanyaku heran.
“Ga..galih…” suara Vano terbata-bata
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Love
RomansaTisha tidak pernah menyangka kalau dia akan bertemu dengan Pram, teman saudara kembarnya. mereka akhirnya berteman, dan saling berbagi semua hal, tapi ada yang nggak pernah Pram tahu, Tisha diam diam menyukainya. Semuanya berjalan lancar ketika suat...