Chapter 3

12.9K 1.1K 31
                                    

NOTE: This chapter contains intense depiction of violence and swearing.

CHAPTER 3

LYDIA tersentak dari tidurnya. Matanya terbuka lebar. Buram, dia tidak bisa melihat sekeliling. Tubuhnya tertarik maju ke depan. Dan tidak lama setelah itu, dia merasakan punggungnya menghantam tembok keras dan padat yang berada di belakangnya.

"Apa-apaan ini?!" Dia berteriak keras.

Perlahan dia mulai mencapai kesadaran. Tubuhnya dapat berdiri tegak dan pandangan matanya telah kembali. Ada sesuatu yang aneh, dia tahu itu. Lalu dia melihatnya, laki-laki itu, berada tepat di depannya. Rasa takut muncul dari segala sudut. Suara rengekan perlahan meluncur dari mulutnya.

Pandangan mereka bertautan. Sungguh dia tidak akan melupakan sepasang mata itu; gelap dan dingin. Entah berapa banyak hal buruk yang sudah disaksikan oleh mata itu. Lydia mencoba mengumpulkan segala macam bentuk keberanian dari dalam dirinya. Dengan sekuat tenaga, dia mencoba mendorong laki-laki itu menjauh darinya.

"Tolong, le - le, pas."

Dengan sigap laki-laki itu menaruh kedua tangannya pada leher Lydia dan meremasnya tanpa ampun.

"Ampun, tolong lep - as."

Tubuhnya terangkat. Jari-jari kakinya tidak lagi merasakan tanah. Semua yang dia rasakan pada saat itu hanyalah rasa sakit. Sakit, sakit yang amat sangat. Paru-parunya seolah terbakar. Kepalanya terasa seperti akan meledak.

Pada suatu detik di tengah semua itu, dia menyadari bahwa dia akan mati. Seperti ada yang memberitahunya di tengah semua rasa sakit yang dia rasakan itu. Sesuatu telah berbisik di telinganya. Perlahan, dia mengatupkan kedua kelopak matanya. Di tengah semua kegaduhan itu, dia berdoa.

Tuhan mudahkanlah maut yang akan menjemputku-

BUG.

Tubuhnya menumbuk lantai. Lehernya terasa lebih longgar; laki-laki itu telah melepaskannya. Nalurinya berbicara, dengan sekuat tenaga, dia menghirup dalam-dalam udara yang ada di sekelilingnya.

"Mana Pussy Genaro?" laki-laki itu berbicara, entah kepada siapa.

"Mana bosmu?" tangan kananya menarik rambut Lydia, membuat wajahnya mendongak. Pandangan mereka lagi-lagi bertemu. Tapi kali ini tidak lagi sama. Tidak ada rasa takut pada diri Lydia. Dia merasa, panas. Dia marah, sangat marah. Sebuah seringai tipis muncul dari bibir laki-laki itu ketika melihat ada api yang membara pada pandangan perempuan ini.

PLAAKK.

Tangannya seketika menghantam sisi wajah Lydia. "Mana bosmu!? Tidak ada gunanya melindungi orang yang menyedihkan seperti dia."

Lydia diam. Dia terus meringis kesakitan karena tamparan keras yang didaratkan pada pipinya.

PLAKK.

Laki-laki itu kembali menamparnya.

"AKU TIDAK TAHU, dasar keparat." Lydia mengumpat keras ke arah laki-laki itu. Dia sudah muak dengan segala tindakannya yang sok jagoan ini. Dasar laki-laki sialan, dia sudah capek-capek membantu, mengorbankan waktunya. Lalu ini yang dia dapat, sebuah cemoohan.

"Aku bisa membunuhmu. Akan kucekik lagi lehermu. Tapi kali ini, aku akan mencekikmu kuat, kuat sekali sampai nyawamu itu terbang ke langit."

Matanya terbelalak begitu mendengar ancamannya. "Tidak mau itu terjadi, kan?"

Tubuhnya mendadak mati rasa. Dia takut. Lagi-lagi dia merasa takut. Lemah... tidak berguna. Tubuhnya perlahan menggigil. Rasa takut yang dia rasakan seolah melahapnya dari dalam, mendorongnya hingga terjerembab dalam lubang gelap tak berujung.

Sweet Dystopia [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang