Perubahan

57 9 4
                                    

Gue duduk manis menunggu Khanza. Biasanya kalo hari minggu, pagi-pagi banget dia udah dateng ke warnet buat nemenin gue. Tapi, kemana dia sekarang?. Belum dateng juga ke warnet. Apa jangan-jangan kesambet kali, ya, dia?. Atau habis dijilat monster berbulu dan kena rabiesnya?. Tadi malam juga, sewaktu gue tanya mau gue jemput apa gak, dia nolak. Katanya rumahnya kejauhan lah, ngerepotin gue lah, ngabisin waktu gue lah. Padahal, gue sama sekali gak pernah merasa dibuat kayak pembantu sama dia. Karena itu kan emang tugas dan kewajiban gue sebagai cowoknya, iya kan?. Hmm... Gue jadi makin curiga sama perubahan sikapnya.

Gak lama kemudian, telinga gue mendengar langkah kaki seseorang yang berdetak dari kejauhan. Mendekati gue. Gue melihat sesosok bayangan cewek. Rambut panjang digerai, dan pakai bando berwarna merah. Celana training panjang warna biru laut dan kaos oblong putih, lengkap dengan handuk kecil yang disampir di bahunya. Sepatu bermerk N*KE putih berpita biru membalut kakinya. Akhirnya yang ditunggu datang juga.

Khanza.

Tunggu, sejak kapan Khanza jadi sering lari pagi begini?.

Dia berubah. BERUBAH TOTAL, HARI INI. Khanza yang gue lihat bukan Khanza yang kemarin. Setelah ngeliat gue yang mencoba buat terima perubahan mendadaknya, dia malah melengos. Menatap gue dengan datar, sedatar hidup gue sewaktu belum kenal dia. Ini bocah kenapa siiihh??. Apa dia BENAR-BENAR kesambet?.. Atau dia pengen gue merayakan perubahannya dengan dengan mengatakan selamat ke dia?. Atau jangan-jangan, dia pengen gue merayakan perubahannya dengan minjem kostum milik Tince, banci yang suka ngegodain gue itu lagi?. Wah, wah, wah...

Pelan-pelan, gue meniru gaya anak ayam yang mengikuti induknya, mengekor langkah kakinya dari belakang. Dia masuk ke warnet, gue juga ikut masuk ke warnet.

"Za, lo kenapa sih?. Jadi nyuekin gue gitu?. Emang salah gue apa ke elo?. Kenapa lo cuek gitu?. Salah gue apa, Za?. Salah gue apa?...", gue raih tangannya, gue genggam seerat mungkin supaya dia gak kabur dan  melengos dari gue lagi. Sial, kenapa gue bersikap kayak cewek-cewek yang di sinetron yang diputusin atau dicuekin sama cowoknya begini?.

Khanza meleng ke kanan. Menatap gue sekilas. HANYA dengan memakai sudut matanyanya. Rese juga cewek ini kalo lagi marah.

Mulutnya mungkin udah bisu. Dia gak mau bilang sepatah kata pun sama sekali. Dia cuma diem. Dan genggaman erat tangan gue dilepasnya. Dia ngadu sama tembok yang jelas-jelas datar dan kagak bisa ngomong serta diajak ngomong yang ada di sudut sana. Gue biarin dia yang nyelesain masalahnya sendiri. Gak, maksud gue berdua sama tembok yang ada di sana.

CPU komputer portal kehormatan gue, perlahan-lahan gue nyalain. Bersikap seolah gak ada apa-apa. Saat ini biarlah gue relakan Khanza bermesraan, merayakan perubahannya dengan tembok di sudut sana, bukan dengan gue...

Hai, pembaca! :D. Sorry for the late update lagi!!! XD. Lagi sakit, nih. Kena demam rematik *kagak ada yang nanya. Gimana update-annya kali ini?. Sifat Khanza kok jadi ngeselin gini, ya?.. XD. Mohon kritik dan sarannya yaa!! :D

Moga kalian tetep suka sama cerita ini,ya! :D

THANK YOU!!! ^^~

Next Part: Putus (?)

Warung Internet [COMPLETE]Where stories live. Discover now