"Biar adil, kita pesan es krim rasa kopi!"
Akira mendengus sebal tatkala Hara merampas buku menu dari tangannya. "Hara ...," ia mendesis gemas.
"Es krim itu enak, loh. Lembut dan meleleh di mulut. Kamu harus coba, Kira. Makanya biar adil, aku si pecinta es krim dan kamu si Mr. Coffee, kita harus mengolaborasikan keduanya. Coffee Ice Cream!" Hara memainkan kedua alisnya. Bibirnya nyaris sembunyi oleh senyum lebarnya, menampakkan kedua lesung pipi yang dalam.
"Iya deh. Kamu menang." Ia menyerah. "Kali ini aja, ya?"
"Hehe ... gitu, dong!" Hara menepuk pundaknya ringan.
"Hah ... udah tau aku ngga suka yang dingin."
"Karena aku tau, makanya aku paksain kamu buat ngerasaiinya. Ngga nyesel, deh!" coba Hara hara untuk meyakinkan.
Kemudian pesanan mereka datang. Mata Hara berbinar menatapi dua mangkuk es krim yang diletakkan di hadapan mereka.
"Um ... yummy!" ujar Hara girang.
Akira tersenyum melihat teman sedivisi yang telah ia kenal tiga tahun belakangan ini. Selalu begitu. Apa pun yang membuat Hara senang pada akhirnya akan ia turuti, walau harus mengorbankan ketidaksukaannya dengan ogah-ogahan. Kepada es krim misalnya, Akira tidak menyukai makanan atau minuman dingin. Ia bahkan tak pernah menyentuhkan makanan beku itu ke lidahnya, bahkan juga tidak saat masih kanak-kanak. Tidak sampai saat ini, ia akan merasakannya untuk pertama kali.
Dua bola es krim bertingkat berhias butir kopi yang lunak begitu memikat. Akira menatapi es krim yang terlihat lezat itu.
"Eits! Difoto dulu."
Gerakan Akira terhenti. "Ya ampun. Dimana-mana sebelum makan baca doa. Ajaran sesat," ujarnya sarkastik.
Hara tidak memedulikan cibiran Akira. Ia sibuk dengan ponsel dan es krimnya. Ditata sedemikian rupa lalu dibidik. Ia senang sekali, karena dengan ini ia akan memperbarui foto profilnyan di situs menulis, Wattpad.
Dilihatnya satu persatu hasil potretnya. Sebuah gambar dengan sudut pandang yang cantik berikut dengan tangan Akira yang ikut terbidik. "Eh, jam baru?" tanyanya pada Akira berdasarkan foto yang tadi ia ambil.
Akira menjawab dalam senyum.
Mata Hara terpaku pada Fossil putih bertali hitam yang melingkari pergelangan Akira. Ia merasa familier. Hara meraih tangan Akira. "Jam kamu pasaran, ih!"
"Hah?" Akira bingung.
"Iya, aku kayak pernah lihat." Hara melepaskan tangan Akira, lalu mengidikkan bahu.
Sesuap es krim membasahi indra pengecap Akira. Rasa segar, pahit, dan manis beradu dalam mulutnya.
"Apa kubilang, es krim itu enak!"
Akira mengambil tisu lalu mengusap bibir Hara yang berlepotan karena es krim, tanpa kelembutan, membuat Hara mendengus sebal, kemudian merampas tisu itu dari tangan Akira dan membersihkannya sendiri.
"Kira kasar banget, kayak kertas pasir," kemudian Hara melanjutkan suapan es krimnya.
Mereka menikmati es krim sambil berbincang-bincang ditemani alunan musik klasik. Sesekali candaan terlonar dari keduanya membuat mereka menertawakan satu sama lain.
"Aku sih, ngga bisa minum kopi. Pengaruh ke pencernaan."
"Sembarangan minum, sih. Supaya ngga mengganggu pencernaan, minum kopi tertentu yang disimpan minimal lima tahun untuk jenis robusta, atau delapan tahun untuk jenis arabica. Jadi, kandungan asamnya berkurang bahkan hilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Filosofi Kopi
ЧиклитBukan Filosofi Kopi (Cerita Pendek) "Es krim itu"-menerawang-"manis, lembut, meleleh di mulut. Penikmatnya tak pandang bulu. Pria, wanita, tua, muda, alay, jablay, semua menyukainya. Seakan memakannya tak cukup sekali. Lidah pasti mau lagi dan lagi...