BRAAKKK!!!
Cewek itu menendang meja di hadapannya hingga menjatuhkan semua makanan yang ada di atasnya. Wajahnya memerah dan tangannya mengepal kuat seolah siap menghakimi cowok dihadapannya. Ia menatap cowok itu penuh amarah, sementara yang ditatap hanya diam dan menunduk tak berani menatap cewek yang terkenal dengan sebutan trouble maker itu.
"Kenapa nunduk? Takut, ha?" tanya cewek itu dingin, namun menusuk kepada cowok dihadapannya yang masih diam tak berkutik.
Aktivitas kantin terhenti seketika dan beralih menatap cewek dan cowok itu. Walaupun kejadian seperti ini bukan yang pertama kali, tapi tetap saja menjadi tontonan. Apakah tidak ada yang berani melerainya? Tidak, tidak ada yang berani karena sekali saja berani melawan cewek itu, maka akan menjadi bulanan selanjutnya.
Hening. Benar-benar hening. Suasana kantin yang tadinya ramai kini berubah jadi mencekam. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani melanjutkan aktivitasnya, karena rasa takut yang menjalar kalau-kalau mereka juga terkena sasaran. Karena bukan tidak mungkin jika cewek itu juga akan menghakimi mereka sama seperti cowok itu.
"Cowok kok penakut," ejek cewek itu membuat cowok dihadapannya kini berani menatapnya.
"Sekarang baru ngeliat gue? Cowok macam apa lo? Baru gue tendang tuh meja udah begini, gimana elo yang gue tendang, ha?" cewek itu menarik kerah baju cowok dihadapannya. "Urusan gue sama lo belum selesai dan ingat, jangan pernah berpikir kalo lo mau kabur dari gue, kalo sampai lo berani kabur dari gue, lo akan tau akibatnya!" cewek itu pergi keluar kantin meninggalkan cowok tadi yang masih diam terpaku di tempatnya.
Cewek itu berjalan dengan amarah yang masih bergejolak menuju kelasnya. Sepanjang jalan ia memaki, mengucap sumpah serapah dengan tangan yang masih mengepal. Setiap orang yang hendak berpapasan dengannya pun terlihat mengurungkan niatnya dan memilih berbalik arah. Disaat seperti ini dia bisa menjadi sangat berbahaya, karena ia bisa melakukan apa saja dengan orang atau apapun yang dilihat dan ditemuinya.
"Arrghh...." cewek itu mengacak rambutnya frustasi lantas mempercepat langkahnya.
Mengetahui cewek itu akan masuk kelas, semua murid kelas XI-C segera mempersiapkan diri mereka.
"Queena mau masuk tuh!" teriak Arya---ketua kelas XI-C.
Saat ini mereka benar-benar takut, karena Queena sedang dalam amarah yang begitu memuncak. Biasanya saat seperti ini, kelas pasti akan menjadi porak-poranda karenanya.
"Sunyi banget nih kelas? Biasanya rame kayak pasar, kenapa? Takut gue ngamuk?" tanya Queena begitu dingin membuat semua yang ada di kelas bergidik ngeri. "Gue tuh lagi nanya, harusnya kalian jawab bukan diam. Kenapa? Nggak punya mulut?" Queena menatap mereka satu persatu. Ia menghebuskan napasnya kasar lalu menelungkupkan wajahnya.
Sebentar lagi Pak Burhan akan masuk, guru Matematika super killer yang selalu mengeluarkan Queena saat jam pelajaran berlangsung. Bagaimana tidak? Ia selalu saja tertidur saat kelas sedang berlangsung. Ralat, sebenarnya bukan tertidur, tapi senghaja tidur. Karena baginya Matematika itu adalah musuh terbesarnya, bukan karena gurunya yang killer, tapi ia memang sangat membenci mata pelajaran yang satu itu. Seandainya ia bisa menghabisi Matematika, maka ia akan melakukannya, tapi sayangnya tidak, jadi terpaksa ia hanya bisa menghindar.
"Selalu saja begini, Aqueena Decova!" suara bariton Pak Burhan langsung membangunkan Queena dari tidurnya.
"Apaan, Pak?" Queena masih mengumpulkan nyawanya dengan mata yang setengah tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Tinta Merah
Teen FictionKarena masa lalu, Queena dan Lian sama-sama kehilangan jati diri mereka. Luka dan dendam membuat mereka tidak bisa kembali pada takdir awal mereka. Hingga pada akhirnya, Tuhan memberikan jalan. Jalan yang sama sekali tak terduga oleh Lian maupun Que...