Bab 22 - Akhir Cerita

21.3K 1K 15
                                    

Plis sehabis baca ini mampir di cerita baru saya judulnya Giselle hehe. Terimakasih selamat membachaaa!
.
.
.
"Andira, dasi aku mana ya, sayang?"

"Dasi yang mana?"

"Yang biru garis putih."

"Di laci nomor 3."

Begitulah pagi di rumah Angga. Semenjak mereka menikah beberapa bulan yang lalu, Andira selalu menjadi GPS bagi Angga. Andira tidak bisa membayangkan bagaimana hidup Angga sebelum ada dirinya.

"Ma, mamam." Angkasa yang sudah berusia setahun lebih pun semakin banyak bicara. Kerjaannya setiap hari hanya makan, tidur, bermain, dan makan lagi. Angkasa adalah bayi yang sangat suka makan.

Andira mengangkat tubuh Angkasa kemudian membawanya ke dapur. "Mas, aku turun dulu ya. Angkasa minta makan."

Andira turun dengan Angkasa dalam gendongannya, Angkasa meronta-ronta, ia ingin berjalan sendiri. "Tuyun, Ma, tuyun!"

Andira tak bergeming, barulah setelah mereka sampai di lantai bawah Andira menurunkan Angkasa dan anak itu langsung berjalan ke sana ke mari. "Hati-hati, sayang." Kata Andira memperingatkan.

"Sekarang Angkasa doang yang di sayang-sayang, aku engga." Angga turun dan menghampiri Andira. Kalau boleh, Angga ingin mengatakan bahwa ia cemburu pada Angkasa, anaknya sendiri.

"Idih! Bi, makanan Angkasa sudah?" Andira menatap Angga dengan tatapan geli. Bisa-bisanya lelaki ini cemburu! Andira menyiapkan makanan Angkasa di piring dan Angga mengekorinya.

"Serius deh, kamu sayang-sayangannya sama Angkasa terus."

"Loh, kan aku emang sayang sama Angkasa."

"Tapi, kan.." Ucapan Angga terhenti ketika Andira dengan cepat mencium bibirnya.

"Udah?"

"Kurang." Angga menundukkan kepalanya dan menyatukan bibir mereka berdua, Angga melumat bibir Andira dengan lembut dan tentu saja Andira membalas ciumannya.

Sudah berpuluh bahkan mungkin beratus kali Angga mencium bibirnya. Namun, rasa gugup itu masih Andira rasakan. Jantungnya berdentam dan pipinya merona. Angga selalu saja bisa membuat Andira jatuh lagi padanya.

Andira sebetulnya ingin semakin merapatkan dirinya pada Angga, tapi apa daya di tangannya terdapat piring Angkasa.

"Maaaaaa, mamam!!"

.
.
.

"Ay, aku bosan."

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Angkasa sudah tertidur lelap di kamarnya sedangkan Angga dan Andira sedang menikmati waktu bebas mereka di dalam kamar. Entah kenapa, semenjak menikah, Angga jauh lebih manja pada Andira. Apalagi ketika tidak ada Angkasa di sekitar mereka.

Seperti malam ini, mereka berdua hanya tidur di kasur dan saling memeluk dan menatap, sementara suara televisi memenuhi ruangan.

"Terus mau ngapain, Mas?" Tanya Andira. Suaminya ini begitu tampan, walaupun semenjak menikah Angga sedikit lebih gendut.

"Sayang-sayangan yuk." Ujar Angga dengan mata berbinar-binar.

"Aku lagi dapet."

"Oh iya! Yaaaaaaaah."

"Cerita-cerita aja, Mbak Aurora gimana?"

Raut wajah Angga berubah. "Kamu tau kan, kalau aku gak suka membicarakan Aurora?"

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang