Seseorang yang aku pikir telah menjadi milikku, ternyata bukanlah milikku. Aku memiliki tubuhnya, tetapi tidak dengan hatinya. Aku tidak pernah tahu apakah sesungguhnya ia benar-benar mencintaiku atau tidak.***
Aku mengerjap-kerjapkan mata perlahan merasakan kecupan-kecupan lembut di puncak kepalaku. Yang pertama kali kulihat ketika aku membuka mata adalah dada bidang seorang pria yang kini sedang mendekap tubuhku erat, memberikanku kehangatan dan perasaan nyaman di saat yang bersamaan. Aku bergerak pelan semakin merapat pada tubuhnya dan mencerukkan wajahku ke lehernya seolah meminta perlindungan dari hawa dingin kamar kami. AC masih menyala dan selimut yang kami kenakan masih belum cukup membuatku merasa hangat.
"Selamat pagi..."
Kurasakan jemarinya mengelus pelan kepalaku. Aku mendongak sedikit untuk menatap wajahnya sebelum menjawab sapaannya dengan suara serak sehabis bangun tidurku, "Selamat pagi juga, bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak?"
Kulihat ia mengangguk, "Semalam aku bermimpi..."
"Bermimpi tentang apa?" tanyaku antusias.
*Aku bermimpi kita sedang bersama, kemudian datang seorang gadis cantik menghampiri kita berdua..." Jawabnya sambil tersenyum.
"Gadis cantik? Siapa? Kau selingkuh?" Tuduhku, aku melonggarkan pelukanku dan memalingkan wajahku darinya. Tiba-tiba moodku turun drastis mendengarnya berbicara seperti itu.
"Sayang, dengarkan aku dulu. Aku belum selesai berbicara..." tangannya menangkup pipiku dan membuatku menatap wajahnya yang saat ini terlihat sangat menyebalkan dengan cengirannya itu.
"Apa?" Tanyaku tak sabar dengan memasang wajah cemberut.
Ia mengusap-usap pipiku pelan kemudian mengecup pucuk hidungku kilat lalu berkata, "Kemudian gadis itu berlari kepelukanmu sambil berteriak dengan riang, eomma...!"
"Eomma?" Pipiku terasa hangat membayangkannya, aku mengulum senyum malu-malu dan meninju lengannya pelan. "Kau menyebalkan, hampir saja kau membuatku sedih..." ujarku.
"Mianhae..." Ucapnya sambil mengecupi seluruh wajahku. "Mandilah dan aku akan membuatkanmu sarapan," katanya membuatku mengerutkan kening.
"Harusnya aku yang membuatkanmu sarapan, bukan sebaliknya," protesku.
"Hanya hari ini, aku tahu kau pasti masih lelah karena kegiatan kita semalam..." Ia beranjak dari ranjang dan memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai sementara aku langsung refreks menoleh ke arah lain supaya tidak melihat tubuh polosnya. Entah kenapa aku masih merasa malu padahal semalam kami telah melakukan hal yang lebih jauh.
"Aku akan ke dapur dulu,"
Kulihat ia sudah selesai memakai pakaian dan akan segera keluar dari ruangan ini. Aku bangun dengan hati-hati dan turun dari ranjang dengan selimut membalut seluruh tubuhku dari leher sampai telapak kaki.
"Akh...!" Aku memekik merasakan perih di organ intimku dan berpegangan pada dinding. Minho yang mendengar suaraku langsung membalikkan badan dan berlari kearahku kemudian memegangi tubuhku, seperti menjaga supaya aku tidak sampai terjatuh.
"Masih sakit?" tanyanya sedikit panik.
Aku tidak ingin membuatnya khawatir, tapi aku juga tidak mau berbohong karena kenyataannya tubuhku masih sakit. "Sedikit," jawabku. Ia menuntunku berjalan ke kamar mandi.
"Kau tidak apa-apa sendirian? Kalau butuh bantuan panggil saja aku,"
"Aku baik-baik saja," ucapku sambil tersenyum berusaha meyakinkannya kemudian memasuki kamar mandi dan meninggalkan selimut di depan pintu.