Semuanya terlihat gelap.
Tetapi matanya tidak dihalangi apapun, hanya saja tidak ada cahaya yang masuk ke dalam ruangan ia berada. Kalau dipikir ulang, dia berada di ruang mana?
Tangannya terikat dengan keras oleh tali, sangat keras sampai ia sendiri yakin tali tersebut akan meninggalkan bekas luka di pergelangan tangan-nya. Kepalanya terasa ingin meledak memikirkan situasi yang sedang ia alami saat ini, yang dia yakini adalah semustinya ia berada di dalam kelas-nya. Ia yakin ia memiliki urusan untuk mengambil tas-nya lalu pulang. Lantas, mengapa ia bisa berada di ruang gelap yang ia tidak dikenal?
Hanya ada satu pikiran yang bisa melintas di dalam otaknya.
Ia diculik.
Padahal ia tidak merasa di pukul dari belakang, maupun di sergap ataupun diberi racun. Apa mungkin ingatannya menghianatinya? Badannya merinding saat berpikir seperti apakah penculiknya, apa yang akan terjadi dengannya. Dia harus kabur, dia takut dan ketakutan itu telah menguasainya.
Untungnya kakinya tidak di ikat, Mungkin penculiknya ceroboh atau memang amatir.
Mulutnya bebas, ia ingin berteriak. Tetapi apa yang akan terjadi kalau ternyata penculiknya di luar ruangan ia berada? Tentu sang penculik tidak akan membiarkan mulutnya diam.
Dengan perlahan ia mengikuti dinding dengan punggungnya. Ruangannya tidak sebegitu besar, namun tidak juga kecil. Tanpa sadar ia telah membuat bibir yang digigitnya berdarah, akibat dari perasaan gelisahnya.
Dengan senang ia tersenyum saat merasakan ada perbedaan, Yang ia sentuh itu pasti pintu. Tapi dia tahu dia tidak boleh lambat maupun terlalu cepat, ia harus mengetahui situasi di luar ruangan.
Deg.
Ia bergetar, Ia merinding.
Ia mendengar suara langkah kaki, Mungkin itu penculiknya. Apakah dia akan datang ke arah sini?
Tapi tidak, Terdengar suara kursi ditarik. Dan di luar ada dua orang.
Dengan perlahan, Ia berusaha membuka lebar pintunya untuk mengintip. Sangat dekat posisi peculiknya. Tapi penampilannya sungguh berbeda dari yang ia pikirkan, mereka hanyalah dua gadis seumuran dengannya. Tidak mungkin mereka yang menculiknya.
Hampir ingin menangis, Ia begitu senangnya melihat mereka menggunakan seragam sekolahnya. Namun hanya salah satu dari mereka yang ia kenali.
Amalia.
Dengan rambut pendeknya yang lurus yang tidak menyentuh pundaknya, senyuman yang penuh kepercayaan diri, dan mata yang tajam. Tidak banyak yang tidak mengenalinya.
Namun siapa yang satu lagi?
Rambut hitamnya yang lurus mendekati pinggangnya, kulitnya yang putih pucat, mukanya sungguh tanpa ekspresi. Memangnya ada orang seperti itu di sekolahnya?
Ia yang pertama kali berbicara,
"Jadi apa urusanmu denganku?"
Suaranya terdengar rendah tetapi kuat dan menyebar ke seluruh ruangan.
Amalia tersenyum dan duduk di depannya,
"Langsung terhadap poin, Benar-benar.."
"Sepertinya kau tidak memiliki urusan yang penting denganku."
"Jangan begitu! Dengarkanlah, Kau tahu, Kemarin aku pergi ke ruang musik. Sangat sepi, dan dingin. Kuyakin kau pernah mengunjunginya, bukan?"
"Semua murid pernah, sudah ditunjukkan di tur sekolah." Balasnya dingin.
YOU ARE READING
Insane With Love
RandomBanyak gadis yang hilang tanpa jejak. Tidak ada mayat. Tidak ada senjata. Tidak ada kecelakaan. Atau mungkin mereka benar hanya hilang? Tapi hal itu tidak mungkin bisa terjadi, karena angka kehilangan gadis tersebut terus meningkat. Padahal tiap ko...