Gadis itu berlari secepat yang dia bisa, nafasnya terengah-engah, peluh membasahi tubuhnya. Sesekali Dia terjatuh karena tersandung akar pohon. Luna masih merasakannya. Merasakan kehadirannya di sekitar Luna.
Dia terus berlari tak tentu arah, sesekali Luna menoleh ke belakang, memastikan bahwa dirinya tidak terjangkau olehnya."Ah!" Ringisnya ketika tersandung akar pohon. Lututnya luka dan terasa perih. Luna cepat-cepat berdiri kemudian kembali berlari dengan terseok-seok. Larinya melambat, bagaimana ini? Dia bisa menemukan Luna kapan saja, dan Luna tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan kepadanya.
'Oh Tuhan! Bagaimana ini?' Batin Luna berteriak
Srekkk!
Luna menghentikan langkahnya. Pandangannya menjelajah ke segala sisi. Berjaga-jaga dari Dia. Luna harus waspada. Dia bisa berada di mana saja.
Srekkk!
Jantungnya berdegup kencang. Luna memutar tubuhnya untuk berjaga-jaga, tidak ada siapa pun. Di sini sangat gelap, hanya ada pepohonan rindang yang menyeramkan.
Srekkk!
'Hentikan! Hentikan semua kegilaan ini!'
"Kita berjumpa kembali, Luna."
'Suara itu, itu suara Dia ... Aku mengenalinya. Suara yang terdengar berat dan dalam'
Luna memutar tubuhnya ke belakang dan melihat seorang lelaki tengah menyeringai kearahnya. Kakinya perlahan mundur ke belakang berusaha menjaga jarak darinya.
"Kau terlihat ketakutan, apa aku menakutimu?" Tanya lelaki itu pada Luna. Lelaki itu berjalan dengan santai kearah Luna.
'Kenapa dia terus mendekat? Tak tahukah dia kalau dia menakutkan?'
"PERGI! MENJAUH DARIKU!" Teriak Luna pada lelaki itu. Berharap Dia akan berlari dan menjauh dari Luna.
'Dia kembali menyeringai. Oh tidak! Dia semakin mendekat. Apa yang harus ku lakukan?'
"Kenapa aku harus pergi?" Tanya lelaki itu
"Karena kau tak seharusnya berada di sini brengsek!" Jawab Luna sambil berteriak. Dia terus mendekat dan membuat Luna terpojok. Luna menoleh ke belakang, dan menemukan jurang curam. Jika dia terus mundur maka dalam beberapa langkah lagi dia akan jatuh ke dalam jurang!
"Apa kau khawatir aku akan membalas perbuatanmu?"
"Aku tidak takut! Hentikan ocehan bodohmu itu!" Luna semakin terpojok. Kalau Luna mundur lagi maka ia akan jatuh, kalau dia berhenti, dia tidak tahu apa yang akan dilakukan lelaki itu padanya.
"Jangan lihat ke belakang, itu adalah kematianmu." Ucap lelaki itu dengan nada datar dan dingin.
"Berhenti! Ku bilang berhenti! Kalau tidak--"
"Kalau tidak apa, hmm? Kau mengancamku? Kau bahkan sudah terpojok tetapi masih saja sombong. Perempuan seperti kau pantasnya MATI! MATI! HAHAHAHA!" Teriak lelaki itu seperti seorang yang "sakit".
"Di mana rekanmu? Kau sendirian? Tidak ada yang membantumu? Menyedihkan!" Lelaki itu mengeluarkan sebuah pisau tajam dari saku celananya, saku celana yang terakhir kali Luna lihat.
'Dari mana Dia mendapatkan benda itu? Aku tahu Dia tidak mungkin membawa benda semacam itu di sakunya' Pikir Luna
"Bagaimana kalau kita sedikit bermain? Aku akan menunjukkan cara bermainku. Kau akan jadi orang pertama yang merasakannya."
'Apa yang ingin Dia lakukan? Dasar brengsek! Berani-beraninya Dia ingin bermain-main denganku. Kalau di sini ada Ryan aku yakin Dia tidak akan diberi ampun'