Sesampainya di gerbang, teman-teman Laily sudah menunggu. Laily melambaikan tangannya pada Tian.
"Hati-hati yaa." ucap Tian yang juga melambaikan tangan pada Laily.
Laily hanya mengangguk lalu bergabung bersama teman-temannya. Lalu menaiki angkutan umum untuk menuju rumah masing-masing. Di dalam angkutan, Laily masih memikirkan tentang tatapan Clara pada Tian tadi. Laily melamun.
"Ly? Kenapa ngelamun?" tanya Alka-teman dekat Laily yang lain- yang menangkap basah Laily sedang melamun.
"hmm?" Laily hanya menampilkan wajah datarnya.
"Ada apa? Coba ceritain ke kita." desak Alka.
"Ini.... Tadi pas aku jalan ke gerbang sama Tian, Clara nyapa kita. Tapi aku liat ada yang beda dari tatapannya ke Tian. Senyumnya juga kaya punya arti lain. Aku ga ngerti. Apa mungkin itu cuma perasaan aku aja?" jelas Laily.
"Beda gimana?" tanya Alka.
"Aku tak bisa menjelaskannya, tapi aku merasakan perbedaan itu."
"Hmmm mungkin cuma perasaan kamu aja Ly." jawab Dinda berusaha menghibur Laily.
"Semoga aaja." tidak ada tanda-tanda yang menunjukan lebih tenang dari ekspresi Laily. Ia malah terus kepikiran dengan hal itu.
Setelah lama didalam angkutan dalam diam, akhirnya Laily turun dan sebelumnya sudah ada Dinda yang turun terlebih dahulu.
"Alka, duluan yaaa." Laily melambaikan tangan pada Alka.
"Iyaa, hati-hati ya Ly. Jangan dipikirin soal Clara." balas Alka dari dalam angkutan.
"Iyaa."
Laily jalan kaki menuju rumahnya. Jarak dari gerbang depan perumahan ke rumahnya tidak terlalu jauh, jadi Laily memilih untuk berjalan kaki saja.
Malam harinya, Tian menelfon Laily.
"Ly... Udah solat?" tanya Tian
"Udah."
"Udah mandi?"
"Udah."
"Udah makan?"
"Udah Tiannnn."
"Hmm...."
"kenapa?"
"Kok kamu ga tanya balik ke aku sih?"
"Yaampun, aku kira kenapa. Yaudah, Tian udah solat? Udah mandi? Udah makan?"
"Udah semuanya kok."
Telfon itu berlanjut hingga larut malam, walaupun yang dibicarakan selalu hal yang tidak penting namun bisa sampai menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menelfon. Tian adalah tipe laki-laki yang mudah merasa rindu, baru saja bertemu sudah ingin bertemu kembali. Kalau tidak bisa bertemu, Tian menelfon. Setidaknya kalau ia sedang merindukan Laily ia harus mendengar suaranya.
Keesokan harinya, Laily merasa tidak enak badan. Seluruh tubuhnya terasa lemas, dan kepalanya terasa sangat sakit.
"Mah, hari ini Ily ga masuk ya? Kepala Ily sakit lagi." ucap Ily kepada mamahnya.
"Ya udah. Nanti di minum obatnya ya." Mamahnya meninggalkan kamar Laily setelah mengecek keadaan Laily.
Tak lama Tian menelfon.
"Assalamulaikum, Ly kamu dimana? Kok tumben kamu belum dateng?" Tanya Tian di ujung telfon.
"Waalaikumsalam. Hari ini aku gamasuk, kepala aku sakit lagi." jawab Laily dengan nada lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
RomanceLaily masih tidak percaya ternyata laki-laki yang selama ini amat dia sayangi dan dia percaya, bisa melakukan itu? Hal yang sebenarnya tidak wajar dilakukan. Apa yang salah dari Laily? Apa Laily melakukan kesalahan yang besar? Sehingga kekasihnya me...