Haloo, selamat malam minggu. Adakah yang jomblo? Eh. Haha
Pernahkah kalian mencintai seseorang begitu dalamnya sampai disakitipun masih cinta? Kalo ada bisa temenan sama Vanoo hehe.
Rencananya memang mau update seminggu sekali, tapi yaaa karena sudah selesai ditulis, lebih baik kubagikan saja kepada kalian.
Jangan bilang ini pendek ya, ini sudah 10 halaman word. Tolong koreksi kalau ada typo dan aneh dari ceritanya ya.
Selamat membaca, dear deaders :)
_______________________________________________________________________________________________________________________________________
Vanno melirik kalender di meja kerjanya. Masih sebelas bulan lagi sebelum pernikahan terselenggara. Namun, dia kurang antusias menunggu hari itu datang. Dia memang masih mencintai Nina. Namun, hatinya kini meragu.
Berkali-kali dia bertanya pada dirinya sendiri, apa dia sudah yakin?
Delapan tahun yang lalu, meski Nina tak pernah menunjukkan respon padanya, tetapi Vanno tetap tanpa ragu mencintainya. Dia sudah menunggu Nina selama itu, dan sekarang, tak sampai setahun lagi Nina akan menjadi miliknya. Lalu kenapa kini dia meragu?
Nina yang akan membuat hatinya sakit, itulah ketakutan yang sebenarnya. Sejak malam pertunangan mereka, Vanno tak lagi bisa tidur nyenyak. Meski sebulan ini Nina selalu menunjukkan perhatiannya, dia tetap saja tidak tenang.
"Pak Vanno, kliennya sudah datang."
Telepon dari sekretarisnya memaksanya harus kembali fokus. Dia harus mengesampingkan hal-hal yang berbau Nina dari otaknya sebentar.
"Persilakan masuk."
Tak lama setelah telepon mati, pintu ruangannya diketuk dari luar. "Masuk," serunya dari dalam.
Begitu pintu terbuka, muncul sekretarisnya—Caroline, di belakangnya ada seorang perempuan cantik. Caroline hanya mengantarkan gadis itu, setelahnya sekretarisnya itu undur diri.
Vanno menatap perempuan yang berdiri di ruangannya sekarang. Wajahnya tak asing, namun Vanno lupa siapa namanya dan di mana mereka pernah bertemu.
"Selamat siang, Pak Vanno" nada ramah terdengar begitu gadis itu bersuara.
"Selamat siang. Silakan duduk."
Vanno mengajaknya duduk di sofa yang biasa digunakan untuk menerima tamu. Mereka duduk berhadapan. Gadis itu kemudian sibuk mengeluarkan beberapa map dari tas kerjanya.
"Pak Vanno, perkenalkan nama saya Nania Windiarti. Sebelumnya saya minta maaf karena seharusnya bukan saya yang seharusnya bertemu Pak Vanno hari ini. Seharusnya Pak Andreas, bos saya yang datang, namun karena beliau memiliki kepentingan lain makanya saya yang diutus menemui Anda."
Wow. Hanya satu kata itu yang bisa Vanno sebutkan. Perempuan di hadapannya ini berbicara panjang lebar tanpa menarik napas. Mengagumkan!
"Pak Vanno...." Nania menyebut namanya. Bingung karena Vanno tak memberikan tanggapan.
"Hah? Apa?" Wajah Nania kelihatan semakin bingung. "Maaf. Maaf tadi saya agak kurang fokus," ucapnya pelan, Vanno malu karena sempat tidak fokus.
Kurang fokus karena terpesona, eh? Bisik batinnya yang nakal. Vanno tersenyum geli. Tak mungkin dia terpesona pada gadis lain, masih ada Nina di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catch The Bride
RomansaTujuh tahun aku membiarkan hatiku mencintainya tanpa kepastian. Tetapi baginya hanya butuh satu hari untuk membuat remuk hatiku. Tujuh tahunku tidak berarti lagi. Menghilanglah dari hidupku, Karenina. -Rivanno Alamsyah Dipa Auriga-