Di saat matahari menyinari rambutku di bulan Februari, aku berjalan melewati gerbang sekolah untuk pertama kalinya. Aku sama sekali tidak merasa tegang atau khawatir saat aku tahu orang-orang menatapku dengan tatapan aneh. Dengan mengenakan cardigan berwarna pink, aku berjalan menuju ruang kesiswaan.
Ketika membuka pintu ruang kesiswaan, aku melihat seorang lelaki yang masih memakai tas duduk menyandar ke tembok, padahal di sebelahnya ada kursi. Lelaki itu melempar-lempar gunting kecil berwarna hitam dan menangkapnya lagi. Di sana tidak ada siapa-siapa selain lelaki itu. Tapi aku tidak berniat untuk mengajaknya mengobrol.
Setelah aku menutup pintu, tangan kananku menangkap sebuah gunting yang baru saja dilempar. Lelaki itu melempar guntingnya ke arahku dan aku menangkapnya.
"Ah... sekarang ini jadi milikku," kataku tersenyum puas sambil melempar-lempar gunting dan menangkapnya kembali. "Aku tahu kalau benda ini benda berharga bagimu."
Lelaki itu tidak menatapku, tapi menatap ke depan dengan tatapan tidak peduli. Ada sesuatu yang terlihat asing darinya. Dia terlihat seperti orang Jepang. Sepertinya dia juga murid pindahan sepertiku.
Ketika aku menyandar di pintu, ada seseorang yang membuka pintu. Untung aku tidak jatuh. Rupanya itu seorang guru.
"Hei! Apa-apaan dengan gunting itu? Jangan memainkan gunting seperti itu! Ini hari pertamamu sekolah, anak muda!" guru itu langsung menceramahi ketika aku kembali melempar-lempar gunting.
Aku masih melempar-lempar gunting. "Ini milik orang itu, pak." Aku menunjuk ke lelaki itu dan dia masih belum menatapku juga. "Dia melempar guntingnya ke arahku. Aku akan terluka jika tanganku tidak menangkapnya."
"Urusai!" akhirnya lelaki itu bersuara.
"Hey, jangan bicara bahasa negaramu! Sekarang kau tinggal di Indonesia," ledekku.
"Kalian sebagai murid pindahan benar-benar tidak sopan. Ayo cepat pergi ke kelas baru kalian! Kebetulan kalian berada di kelas yang sama," perintah guru itu.
"Hai teman sekelas!" aku menyapa lelaki itu. "Oh pak, apa bapak tidak bisa mengantar kami ke kelas?"
"Hari ini semua guru sedang mengadakan rapat. Saya juga harus pergi. Jadi kalian pergi sendiri ke kelasnya," kata sang guru.
Yah...
"Tapi anak Jepang ini sudah mengunjungi sekolah hari Minggu kemarin. Jadi dia pasti tahu di mana letak kelas kalian. X Mipa 3. Kau bisa mengikuti kemana dia berjalan. Baiklah, saya pergi!" dan bapak itu pergi.
Yah...
Ternyata dia beneran orang Jepang. Apa dia bisa berbahasa Indonesia?
Lelaki itu mendekat ke arahku. Ah, tidak. Dia mendekat ke pintu dan membukanya. "Jangan harap kau bisa mengikutiku jika gunting itu masih kau pegang!" dia bisa berbahasa Indonesia. Dengan ini, aku bisa mengobrol dengannya.
"Ah... silahkan saja kau pergi! Aku bisa mencari kelasku sendiri walau itu membutuhkan waktu 10 menit," kataku. Dan dia menutup pintu.
Aku berjalan meninggalkan lorong dan mencari kelas X Mipa 3. Ketika aku keluar dari gedung, aku bertemu dengan lelaki itu lagi. Aku melihatnya dari kejauhan. Dia sedang berdiri di bawah pohon sebelah lapangan sepakbola. Walau sinar matahari yang terik menghalangi pandanganku, tapi aku yakin kalau orang yang berteduh di sana adalah lelaki Jepang itu. Karena kulitnya sangat putih. Aku tidak berusaha memanggil orang itu selain karena aku tidak tahu namanya juga karena itu tindakan yang memalukan jika dilakukan oleh seorang murid pindahan di hari pertama sekolah. Aku memulai pencarian lagi.
Aku menemukan kelas lebih lama dari yang kuduga. Sekitar 15 menit. Tentu saja aku tidak berani mengetuk pintu kelas meski aku mendengar suara ribut kelas dari luar. Itu artinya sedang tidak ada guru di sana.
Aku berdiri di lorong depan kelas cukup lama, sampai akhirnya ada seseorang yang berjalan ke arahku. "Hei murid pindahan, sampai kapan kau berdiri di sana?" tanyanya dengan tersenyum. Aku tidak menjawab. "Kau tidak ingat aku? Bukannya kau melihatku tadi? Aku orang yang kau lihat di bawah pohon itu."
Aku salah perkiraan. Bukan lelaki Jepang itu yang aku lihat berdiri di bawah pohon, tapi lelaki yang sekarang berada di depanku.
"Aku Fei. Siswa pertama yang berkenalan denganmu," dia tersenyum lagi tanpa menjulurkan tangannya kepadaku sebagai tanda perkenalan. "Ayo masuk!" Fei menarik tanganku ke ruang kelas.
Dengan masih memakai cardigan pink, aku berdiri di depan kelas di hadapan para siswa yang sedang mengobrol. Aku mengambil napas. "Perkenalkan, namaku Fi. Aku adalah murid pindahan." Hening. "Aku tidak memiliki nama panjang. Nama lengkapku memang Fi." Hening. "Jangan khawatir, nanti akan ada satu murid pindahan lagi yang akan datang ke kelas ini! Kalian kedatangan dua murid pindahan yang liar," aku mengakhirinya dengan seulas senyum.
Tidak ada yang berkomentar atau tersenyum ataupun tertawa.
Aku berjalan menuju mejaku di paling pojok dekat jendela. Ketika aku duduk, terdengar suara pintu terbuka. Oh, ayolah! Itu bukan lelaki Jepang itu. Dia menghilang kemana?
"Memang bakal ada satu murid pindahan lagi?"
"Orangnya seperti apa? Kenapa dia belum datang?"
Baru tentang satu murid pindahan lagi para siswa kelas berkomentar.
Saat itu, lelaki yang aku temui di ruang kesiswaan itu sudah berdiri di depan semua siswa.
Semua keheranan. "Ohayou! Namaku Akama. Yoroshiku onegaishimassu minna-chan!" Semua tambah keheranan. "Ah... kalian tidak mengerti? Aku seorang murid pindahan dari Jepang." Orang Jepang itu tersenyum. "Kelas kalian baru saja kedatangan seorang pencuri baru. Orang yang baru saja memperkenalkan diri dan duduk di meja paling pojok dekat jendela."
***
Aku menghirup udara dalam-dalam di jendela yang terbuka di lorong depan kelasku setelah semua pelajaran berakhir. Ah...
Aku mendengar ini dari Fei. Katanya aku harus berhati-hati dengan seorang pembunuh yang selalu berkeliaran di lorong-lorong setelah sekolah usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BlackBoysDevil
Mystery / ThrillerAku datang ke sekolah ini sebagai murid pindahan. Di minggu pertama aku pindah, aku langsung diteror oleh pembunuh yang berkeliaran di sekolah. Pada akhirnya, aku diminta oleh pembunuh itu untuk bergabung dengan klub pembunuh. Aku tidak bisa melarik...