Pelatih Kami yang Langka

34 2 2
                                    

Larisa.
Kalau kalian bingung, apa itu Larisa. Biar gue jelaskan, kami adalah kumpulan atlit-atlit bulutangkis yang bernaung dibawah sebuah club, yaitu Larisa Badminton Club.

Tapi gue menganggap club ini lebih sebagai keluarga, maka anggap lah pelatih kami adalah Kepala keluarga.

Ya, seperti keluarga pada umumnya. Keluarga kami pun punya pemimpin.

Pakde Agus,
begitu biasa kami panggil.

Perawakannya tegas, dengan kumis cukup tebal. Rambutnya yang berwarna hitam ketika musim panas, akan berubah menjadi putih ketika musim hujan tiba—luntur terkena air hujan, jelas menunjukkan usianya tak lagi muda.
Kulitnya cukup putih untuk hitungan seorang laki laki, tapi bisa menghitam seketika, menandakan bahwa satu hari sebelumnya beliau pergi memancing seharian penuh.

Tahun ini—tahun 2016, beliau menginjak usia 59 tahun. Usianya sudah sangat matang–bahkan gue curiga sudah terlalu matang, untuk menjadi seorang pelatih, ditambah dengan segudang pengalaman yang ia punya.

Singkat cerita, beliau pernah menjadi bagian dari Pelatnas (pelatihan nasional) Indonesia, sampai pada akhirnya memutuskan untuk gantung raket alias pensiun—terlalu dini.

Tidak banyak orang tau tentang cerita masa muda nya, apalagi orang awam.
Tapi jika kamu bertemu dengannya kelak, bisa di tanyakan tentang cerita tersebut.

Beliau termasuk tipikal orang yang mudah bergaul, tidak seperti tampangnya yang terlihat galak.
Justru sebaliknya, ia pelatih yang sangat sabar dan baik hati.

Seperti contoh, teman gue sebut saja namanya Fahmi.
Dia lagi puasa, dan jadwal kami latihan setelah adzan maghrib. Dan ternyata, kami dikasih program latihan fisik.
Perlu kalian tau, latihan fisik adalah momok—lebih menakutkan daripada berpapasan dengan mantan—buat gue, dan semua anak Larisa. Atau bahkan mungkin, semua atlit.

Dan yang terjadi ketika Fahmi mengaku sedang puasa adalah,

"Pakde, saya ngga kuat fisik. Baru buka puasa pakde."

"Oh kamu lagi puasa? Yaudah, ngga usah ikutan fisik. Sana pesen bakso di depan, nanti pakde bayarin"

Lihat?
Untung cuma gue yang denger percakapan itu, kalau semua anak denger, mungkin keesokan harinya seluruh atlit Larisa berbondong bondong mulai bertaubat dengan rajin puasa.

Kurang enak apa?
Udah ngga ikutan fisik, di traktir Bakso pula! Nikmat mana lagi yang engkau dustakan?

Dan pada dasarnya, semua orang pasti punya sisi konyol. Begitu pula pelatih tersayang kami.
Tapi mungkin akan gue ceritakan di chapter lain.

Dan dengan banyak perilaku konyolnya,
mungkin ia lah dalang dari semua ketidak-warasan yang tertanam di dalam diri kami semua.
-
@lcitragustin

Ngeselin sih, tapi...Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin