bagian 1

1.3K 48 9
                                    

Presentasi sekelompok mahasiswa selalu tidak membuat sebagian besar mahasiswa tertarik. Namun kenapa kebanyakan dosen sangat menyenangi kegiatan presentasi yang dilakukan oleh mahasiswanya? Justru kegiatan belajar seperti ini jarang menemukan titik inti dari materi pembelajaran.
Yang ada adalah saling menjatuhkan satu kelompok dengan kelompok lain.
Tapi jika pembelajaran dilaksanakan dengan sistem ceramah, di mana titik fokus hanya bertumpu pada dosen tanpa adanya umpan balik? Lalu apa bedanya mahasiswa dengan anak-anak SD,SMP, dan SMA?

Tapiii... Kembali tapi, pelaksanaan pembelajaran presentasi itu. Membosankan.
"Gue ngantuk." Ucap seorang mahasiswa pada gadis di sampingnya.

"Gue engga." Jawab gadis tersebut cuek.

"Lo bohong! Mata lo merah (Namakamu)." Laki-laki itu menudingkan tangannya di depan mata gadis tersebut, yang ternyata bernama (Namakamu).

"Sshhhh. Awas." (Namakamu) menepis lengan sahabat laki-lakinya itu pelan.

"Kabur yuk." Ucap laki-laki itu menggelendot manja pada lengan (Namakamu).

"Gila!" (Namakamu) kembali menepis-nepis lengannya.

"Gue tahu. Lo fokus karena sekarang Aldi yang lagi presentasi. Coba kalau yang lain." Laki-laki itu kembali mengoceh sendiri. Menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Sebentar lagi UTS Baal. Kita harus fokus." (Namakamu) menukas pikiran sempit Iqbaal, sahabat laki-laki di sampingnya yang sedari tadi tidak berhenti mengoceh.
Mentang-mentang (Namakamu) pernah

mengatakan bahwa ia menyukai laki-laki yang pintar dan tampan, Iqbaal langsung menuding bahwa (Namakamu) menyukai Aldi, mahasiswa yang terbilang masuk kategori cerdas di kelasnya. Iqbaal memang kekanak-kanakan.
Iqbaal mengetuk-ngetukan bolpoin pada meja papan putih di hadapannya membuat (Namakamu) memegangi punggung tangannya.

"Berisik!" (Namakamu) melotot menatap Iqbaal. Menghentikan gerakan tangan Iqbaal.

"Bilang aja lo pengen pegang tangan gue." Iqbaal tersenyum nakal. Menaik turunkan kedua alisnya.

"Serah!" (Namakamu) menarik tangannya, berniat menulis materi yang ditulis Aldi pada white boarddi depan sana.

"Lepasin!" (Namakamu) kembali melotot karena kini Iqbaal memegangi telapak tangannya.
Iqbaal cengengesan.

"Gue lagi males nulis." Ucap Iqbaal membuat (Namakamu) mengerutkan dahinya, tak mengerti.

"Lo jangan nulis juga biar gue ada temen." Tatapan Iqbaal benar-benar memohon.

"Terus?" Ucap (Namakamu) dengan dahi yang masih berkerut.

"Kita foto copy catetan orang. Kita kan nanti bisa nyatet sama-sama di rumah gue." Iqbaal tersenyum sangat manis, meluluhkan hati (Namakamu), selalu.

"Ya." (Namakamu) mengalah, kini terdiam, hanya duduk memperhatikan Aldi yang sedang mengoceh di depan sana.

"Jangan diliatin terus, nanti si Aldi luntur diliatin terus sama lo." Iqbaal menggoyangkan lengan (Namakamu) yang menopang dagunya.

(Namakamu) menatap tajam Iqbaal, mulai kesal. Ia sudah menuruti keinginan Iqbaal untuk tidak mencatat materi tapi Iqbaal masih saja mengganggunya.

"Mau lo apa sih!" (Namakamu) menghentakkan

tangannya pelan.

"Mau gue? Mau gue ya elo." Iqbaal cengengesan.

"Apa sih!" (Namakamu) semakin kesal.
Setiap mahasiswa sesekali melirik jam tangannya, menunggu jarum jam untuk segera menunjukkan pukul 14.00. Tapi ternyata. Semakin sering dilirik, jarum jam tersebut semakin malu-malu untuk berjalan cepat, semakin lamban, dan tentu saja semakin membuat mereka setengah gila.
Hingga akhirnya, setelah satu jam berlalu. Mata kuliah berakhir. Semua kelompok presentasi bubar dengan sendirinya seraya dosen pria berumur itu melangkahkan kakinya keluar kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1 CMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang