2 - Side Ify - 1

2.6K 121 2
                                    

Yang Takkan Lekang Oleh Waktu 2

Side Ify - 1

Denting piano masih terdengar di pesta ulang tahun salah satu putri konglomerat itu. Ify dengan lincah memainkan jarinya, membawakan lagu Bohemian Rapsody, tanpa vokal, hanya instrumen piano. Para penonton – mayoritas anak muda, kawan-kawan si putri konglomerat – berdecak kagum.

Dan tiga menit berselang, penampilan Ify berakhir. Gadis itu membungkuk memberi hormat, lalu turun panggung dan menghampiri Cakka. Cakka sadar bahwa ia dihampiri, lalu memutar bola matanya.

"Iya gue tau Fy. Nih bayaran lo." Cakka menyerahkan sebuah amplop cokelat yang agak tebal. "Dan ini tips dari penonton. Banyak juga yang ngefans sama lo. Makasih deh, walaupun lo dipaksa gue, seenggaknya lo mau nerima tawaran gue." Cakka menyerahkan lagi beberapa lembar uang.

"Nice then. Gue duluan,"

"Ga mau makan-makan dulu Fy?"

"Gak. Makasih. Banyak urusan." Ify melangkah meninggalkan mansion mewah itu sebelum ada seorang gadis yang mencegatnya.

"Kak, boleh minta tanda tangan?"

Ify menoleh. Seorang gadis, bergaun biru langit khas princess, dengan tiara keperakan, menyodorkan bukunya.

"Sama foto bareng ya kak?"

"Uh..." gumam Ify. "Boleh deh."

Dan Ify memberikan tanda tangan serta berfoto dengan gadis itu.

"Aku Ashilla Ivanova. Sebenarnya aku besar di Moskow, Rusia. Tapi dua tahun lalu aku pindah ke sini. Dan ini pertama kalinya aku merayakan ulang tahun di Indonesia," celoteh gadis itu riang. Ify melongo. Jadi gadis ini yang punya hajat?

"Uh oh... selamat ulang tahun, semoga panjang umur dan sehat selalu." Hanya itu yang bisa Ify ungkapkan. Termasuk garing sih, tapi mau bagaimana lagi? Dia baru mengenal gadis ini.

"Aku kembali dulu ya kak? Semoga kita bisa bertemu lagi!" dan gadis itu meninggalkan Ify. Ify termangu sejenak. Gadis itu...

Ah! Ify pernah melihat gadis itu sekali, di majalah. Menjadi model sampul majalah remaja. Walaupun yang ditampilkan hanya wajahnya saja, Ify mengenali gadis itu, terutama mata abu-abunya yang khas Eropa.

"Wow, gadis yang keren," gumam Ify lalu keluar mansion – diantar seorang bodyguard yang disinyalir pegawai mansion Ashilla, dan masuk ke dalam mobil matic putihnya. Lalu ia meninggalkan halaman parkir mansion itu.

Ify masih sibuk dengan tuts pianonya. Rumah sangat sepi, tidak ada siapa-siapa, membuat ia bebas memainkan pianonya sambil bernyanyi. Tidak akan ada yang terganggu.

"Go run, run, run, I'm gonna stay right here, Watch you disappear, Yeah~" nyanyi Ify dengan suara khasnya. Dan ia seakan-akan masih mendengar suara kakaknya yang ikut bernyanyi sambil mengiringi dengan gitar. Atau adiknya dengan permainan saxophonenya, walau adiknya itu lebih suka keluyuran dan main bola dengan tetangga sebelahnya yang jenius itu.

Ify suka bermain piano. Apalagi setelah piano dipindahkan ke lantai dua, dekat balkon. Menyuguhkan pemandangan indah yang membuat Ify betah berlama-lama di sana. Pemandangan balkon yang cerah menambah inspirasi untuk mengarang lirik lagu, walau ujung-ujungnya Ify membuang lirik lagunya yang selalu berisi hanya dua bait itu.

Dan ketika ia melihat lagi ke arah balkon, ada seorang pemuda yang melambai-lambai dari depan pagar sana.

Pemuda yang kemarin!

Ify mendecih tak suka. Ia terus memainkan pianonya, kali ini lebih upbeat. Membawakan lagu Depapepe yang berjudul Start. Supaya ia bisa mengalihkan pikirannya dari pemuda aneh itu. Aneh, menurutnya.

Sepuluh menit berselang. Mario masih menunggu dengan setia di depan gerbang rumah Ify. Jangan tanya ia mendapatkan alamat dari siapa. Biarkan itu menjadi rahasia antara ia, pemberi alamat, dan Tuhan.

Dan akhirnya Mario menyerah.

"Udah nyerah bro?" tanya Alvin, yang duduk di belakang mobilnya. Ia sedari tadi menunggui Mario dan bersembunyi, supaya tidak terlihat Ify.

"Susah juga deketin dia." Mario mendekati Alvin.

"Lo gak dianggap sih, usaha lo sia-sia."

"Kata siapa sia-sia? Justru cara gue itu ibarat melempar lumpur ke tembok yang kokoh. Bakalan berbekas sekalipun ga bikin tembok itu runtuh."

"What ever Yo. Yuk ah cabut, gue mau gadang lagi ntar malem," kata Alvin. Kini keduanya sudah duduk di jok depan.

"Dugem?" alis Mario naik sebelah. Alvin mengangguk, lalu menstarter mobilnya.

"Dugem boleh, minum jangan bro. Berabe kalau lo mabok."

"Ye, bodo amat. Siapa lo hah? Emak gue juga bukan,"

"Emak lo, Sivia maksud lo?"

"Heh kurang ajar lo, dia bukan emak gue, tapi – " kata-kata Alvin terhenti. Ia masih fokus menyetir, namun pikirannya melayang ke masa lalu.

"Tapi apa Vin?"

"Ga, ga jadi."

Mario mendengus. Sahabatnya ini hobi sekali merahasiakan sesuatu.

Ponsel Alvin berdering. Mario dengan cepat menyambar ponsel yang tergeletak di dashboard mobil itu. "Lo ga boleh nerima telepon kalau lagi nyetir. Lo udah bego, makin bego ntar. Weis, Ashilla is calling nih! Masih berhubungan lo sama dia?"

"Angkat, loudspeaker!"

Mario mengangkatnya dan menekan layar loudspeaker. Terdengar suara hiruk-pikuk dan EDM di sana. Seperti di diskotik.

"Hey Vin! Aku lagi ngerayain birthday ke-19 nih! Kamu mampir dong ke rumah! Ada DJ favorit kamu nih, kan lumayan! Aku tunggu ya!" dan Ashilla tahu-tahu mematikan teleponnya.

"Lo turun di perempatan ya Yo. Gue mau terus ke rumahnya Ashilla. Lo kalau mau jadi banci di perempatan juga boleh."

"Sompret lo Vin. Dan ngapain lo ke rumahnya Ashilla yang kayak mansion super mewah itu?! Lo gak fokus sama tujuan awal lo hah?" dan mereka sampai di perempatan, dan sedang lampu merah.

"Turun," perintah Alvin dingin.

"Gak!"

"Turun lo nyet!" dan keduanya saling memberi deathglare. Akhirnya Mario mengalah dan turun. Ia malas berdebat dengan raja absolut ini.

"Ke laut aja lo, kodok!" teriak Mario sebelum ia menyeberang dan pergi mencegat kendaraan umum.

To be Continued

A/N : Ya cek aja guys di multimedia, itu piano di rumahnya Ify. Tapi penampilan rumahnya Ify itu... kira-kira kayak di video klip Sherina yang Cinta Pertama dan Terakhir. Jadi tempat Ify main piano itu langsung menghadap ke luar rumah.  Gitu deh hehe.

Yang Takkan Lekang Oleh WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang