Dua belas

1.1K 38 0
                                    

Dua belas

Lembayung keunguan tampak masih menggantung di langit timur yang gelap. Embun-embun yang lembab terlihat masih bernaung di atas bangku-bangku besi halte bus yang dingin. Ji-eun terlihat duduk di sana sendirian, sambil terus mengeratkan jaket coklatnya yang cukup tebal. Badan kurusnya terlihat menggigil dalam balutan kain hangat itu.

“Kenapa cuaca musim semi bisa sedingin ini?” Gumamnya seraya menggertakkan gigi kedinginan.

Ji-eun terus-menerus mengusap kedua telapak tangannya yang terasa kaku, berharap memperoleh kehangatan di sana. Sesekali bola mata bulatnya mengerling ke ujung jalan yang lenggang, berharap menemukan bus yang lewat. Tapi sayangnya yang bisa ia temukan hanya beberapa kendaraan pribadi saja yang muncul.

“Kau kedinginan?”

Tiba-tiba sebuah suara berhasil mengejutkan Ji-eun yang sedang menggigil itu, matanya sontak membelalak ketika ia menangkap sosok pemuda berjaket hitam telah duduk di sampingnya. Entah sejak kapan dia datang, Ji-aun tak tahu.

“K-Kyosun?”

Ken hanya tersenyum menanggapi sambil memperbaiki posisi ranselnya. Wajah Ji-eun yang tadinya pucat kedinginan seketika memerah hangat saat melihat senyuman pemuda di hadapannya. Alih-alih Ji-eun mengalihkan wajahnya ke arah lain kemudian menggeser posisi duduknya menjauhi Ken. Entah mengapa melihat Ken, Ji-eun merasa malu apalagi mengingat pristiwa kemarin saat Ken menyatakan perasaan sukanya itu. Ji-eun tidak tahu harus berbuat apa saat bertemu Ken nanti, ia belum memikirkan semuanya semalam. Dan sekarang orang yang paling tidak ingin ia temui saat ini malah sedang duduk di sampingnya.

Ken sedari tadi diam-diam memperhatikan wajah Ji-eun yang merona merah. Seketika sudut bibir Ken tertarik ke samping, menyembulkan senyum jahilnya yang khas. Dengan sengaja ia menggeser posisi duduknya hingga menempel pada Ji-eun.

Deg!


Tubuh Ji-eun seolah terasa tersengat begitu merasakan lengan Ken yang menyentuhnya. Perlahan Ji-eun menolehkan kepalanya ke arah Ken. Seketika napasnya tercekat dan badannya tiba-tiba terasa kaku.

Sungguh tak Ji-eun sangka Ken sedang menatapnya tajam sambil tersenyum menggoda. Bisa Ji-eun rasakan wajahnya tengah mendidih, jantungnya pun terasa bekerja lebih cepat dari sebelumnya.

 “Apa kau masih ingat dengan ciuman kita waktu itu?”

Tanya Ken sambil tersenyum lembut kemudian mendekatkan wajahnya. Mata Ji-eun sontak membelalak terkejut mengetahui jarak wajahnya dengan Ken teramat dekat. Ia bahkan bisa merasakan hembusan napas Ken di wajahnya. Refleks, Ji-eun segera menjauhkan wajahnya serta menggeser posisinya hingga ke ujung bangku. Ia memejamkan matanya rapat-rapat sebelum beralih menatap Ken kesal.

“Ya! Kau ingin merasakan bata merahku lagi?” Ancam Ji-eun ketus, andai Ji-eun bisa melihat wajahnya sendiri, pastilah ia akan sangat malu. Wajahnya merah sekali bagai kepiting rebus.

Ken yang sedari tadi menahan tawa melihat muka Ji-eun yang memerah akhirnya tak terbendung lagi, tawanya membahana di udara.

“Bwahahaha…kau kira aku akan menciummu? Ahahaha…kau sangat percaya diri rupanya!” Ken mengejek Ji-eun di sela-sela tawanya. Ji-eun merasa tertipu sekaligus merasa kesal karena tak mampu membalas perkataan Ken yang kenyataannya adalah seratus persen benar.

“Ugh! Babo namja! Kau kira itu lucu? Aku tidak akan memaafkanmu sampai kapanpun!” Seru Ji-eun kesal sambil membuang muka.

Sakura In Seoul (Revisi)Where stories live. Discover now